Saturday, February 16, 2019

Hak Atas Tanah (skripsi dan tesis)


Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. “Menggunakan” berarti hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan bangunan (non-pertanian), sedangkan “mengambil manfaat” berarti hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan[1].
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu :
“Atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.

Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, maupun badan hukum.
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu :
1.       Wewenang umum; wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).
2.       Wewenang khusus; yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.[2]
Dalam Pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA, mengelompokkan macam-macam hak atas tanah, yaitu :
1.       Hak atas tanah yang bersifat tetap; yaitu hak-hak atas tanah yang tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contohnya, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.
2.       Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang; yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
3.       Hak atas tanah yang bersifat sementara; yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan. Contohnya, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Jika dilihat dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.       Hak atas tanah yang bersifat primer; yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara, contohnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah negara, hak pakai atas tanah negara.
2.       Hak atas tanah yang bersifat sekunder; yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain, contohnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan atas tanah hak milik, hak pakai atas tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk bangunan, hak gadai (gadai tanah), hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil), hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.
2.     Perjanjian Pengikatan Jual Beli
R. Subekti menyatakan perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertifikat hak atas tanah belum ada karena masih dalam proses, atau belum terjadinya pelunasan harga[3].  Dilakukannya perjanjian pengikatan jual beli ini disebabkan karena beberapa hal antara lain[4] :
a.     Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual dan masih dalam proses pembuatan atau masih dalam proses balik nama ke atas nama pihak penjual di Kantor Pertanahan.
b.     Belum terjadinya pelunasan harga objek jual beli.
c.      Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan roya.


No comments:

Post a Comment