Monday, September 30, 2019

Pengertian Asas Hukum (skripsi dan tesis)

Sudikno Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut: “…bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut”.
 Asas hukum ini ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertama asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum. Kedua karena asas hukum mengandung tuntutan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita–cita social dan pandangan etis masyarakatnya

Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen (skripsi dan tesis0

Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen merupakan istilah yang seringkali disama artikan. Ada yang beranggapan bahwa hukum konsumen adalah juga hukum perlindungan konsumen. Namun ada pula yang membedakannya, dengan berpendapat bahwa baik mengenai substansi maupun mengenai luas lingkupnya adalah berbeda satu sama lain. M. J. Leder menyatakan bahwa “In a sense there is no such creature as consumer law”. Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe, yakni “…rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploited”.  Konsumen berada pada posisi yang lemah, maka konsumen harus dilindungi oleh hukum yang sifat dan tujuannya adalah memberikan perlindungan atau pengayoman terhadap masyarakat. Jadi, bisa dikatakan bahwa sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang  sulit untuk dipisahkan dan ditarik batasannya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas.
Az. Nasution berpendapat bahwa “hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen”. Adapun, menurut Az. Nasution yang dimaksud dengan hukum konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.” Sedangkan mengenai hukum perlindungan konsumen didefinisikannya sebagai “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.”
 . Adapun yang masih belum jelas dari pernyataan Az. Nasution berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum perlindungan konsumen yang senantiasa bersifat mengatur. Apakah kaidah yang bersifat memaksa, tetapi memberikan perlindungan kepada konsumen tidak termasuk dalam hukum perlindungan konsumen? Untuk jelasnya, dapat dilihat dari ketentuan Pasal 383 KUHP berikut ini: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
 a. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli
 b. mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat.
Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP juga memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum perlindungan konsumen. Artinya, inti persoalannya bukan terletak pada kaidah yang harus “mengatur” atau “memaksa”. Dengan demikian, seharusnya dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen didalamnya. Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungan, misalnya bagaimana cara konsumen untuk mempertahankan hakhak yang dimilikinya terhadap gangguan dari pihak lain.

Pengertian Kesempatan Investasi (skripsi dan tesis)


Kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kombinasi antara aset yang dimiliki (asets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present value positif (Myers dalam Desy Natalia, 2013: 7). Ratih Fitria Sari (2010: 39) menjelaskan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) adalah set kesempatan investasi yang merupakan pilihan investasi di masa yang akan datang dan mencerminkan adanya pertumbuhan aset dan ekuitas. Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesempatan investasi merupakan pilihan investasi di masa yang akan datang yang berakibat pada tumbuhnya aset dan ekuitas perusahaan. Investasi pada masa mendatang tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya (Gaver dan Gaver melalui Achmad Solechan, 2010: 5).
Kesempatan investasi merupakan suatu pilihan kesempatan yang dimiliki perusahaan untuk berkembang. Meskipun demikian, terkadang perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi tersebut di masa mendatang. Perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan 44 mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan investasi yang telah hilang. Dengan demikian, nilai kesempatan investasi merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa mendatang (Myers dalam Anthi Dwi Putriani Anugrah, 2012: 3). Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan menggunakan dana yang ada untuk melakukan investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan dipergunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung akan membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah overinvestment (Michell Suharli, 2007: 12).
Keterkaitan antara investasi dan kebijakan dividen adalah melalui identitas arus kas perusahaan. Manajer akan mengambil semua proyek yang memiliki net present value (NPV) positif. Semakin besar investasi yang dikeluarkan pada periode tersebut maka semakin kecil pembagian dividen. Dengan adanya biaya issue ekuitas baru, diharapkan perusahaan yang memiliki lebih banyak kesempatan investasi tidak berwujud akan memiliki tarif pembayaran dividen yang lebih rendah (Clifford W. Smith and Ross L. Watts, 1986: 5). 45 Riyanti (2010: 4) menyatakan bahwa untuk meningkatkan nilai perusahaan maka di samping membuat kebijakan dividen maka perusahaan dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan perusahaan dapat diwujudkan dengan menggunakan kesempatan investasi sebaikbaiknya. Investasi berhubungan dengan pendanaan, jika investasi sebagian besar didanai dengan internal equity maka akan mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagikan. Akan tetapi, jika dana internal equity kurang mencukupi dari dana yang dibutuhkan untuk investasi maka maka dapat dipenuhi dengan dana eksternal khususnya dari utang. Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan dividen yang lebih besar. Oleh sebab itu, manajer harus dapat menentukan kebijakan dividen yang memberikan keuntungan kepada pemegang saham. Di sisi lain, manajer harus menjalankan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan

Pengukuran Kepemilikan Institusional (skripsi dan tesis)


Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham yang diukur dalam persentase saham yang dimiliki oleh investor institusi dalam suatu perusahaan (Mardupi melalui Rizka P. Indahningrum dan Ratih Handayani, 2009: 199).

Pengertian Kepemilikan Institusional (skripsi dan tesis)

Kepemilikan institusional merupakan kondisi dimana institusi memiliki saham dalam suatu perusahaan. Institusi tersebut dapat berupa institusi pemerintah, institusi swasta, domestik maupun asing (Wahyu Widarjo, 2010: 25). Menurut Marselina Widiastuti, Pranata P. Midiastuty, dan Eddy Suranta, (2013: 3407), kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh lembaga dari eksternal. Investor institusional tidak jarang menjadi mayoritas dalam kepemilikan saham. Hal tersebut dikarenakan para investor institusional memiliki sumber daya yang lebih besar daripada pemegang saham lainnya sehingga dianggap mampu melaksanakan mekanisme pengawasan yang baik. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional merupakan kondisi di mana institusi atau lembaga eksternal yang turut memiliki saham di dalam perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis perusahaan (Jensen, M.C. dan Meckling, W.H., 1976: 372-373). Semakin besar kepemilikan institusi maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi tersebut untuk mengawasi manajemen. Akibatnya, akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Kinerja yang meningkat tersebut akan menguntungkan bagi pemegang saham karena dengan kata lain pemegang saham akan mendapatkan banyak keuntungan berupa dividen (Mayang Patricia, 2014: 16). Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional akan menjamin kemakmuran pemegang saham. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer (Vera Kusumawati, 2011: 38-39).
Kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost dengan cara mengaktifkan pengawasan melalui investorinvestor institusional. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan dengan keterlibatan institusional dalam kepemilikan saham, manajemen perusahaan akan diawasi oleh investor-investor institusional sehingga kinerja manajemen juga akan meningkat (Sisca Christianty Dewi, 2008: 48). Kepemilikan institusional dianggap sebagai efek substitusi dari upaya untuk meminimalkan biaya keagenan melalui kebijakan dividen dan utang. Oleh karena itu, untuk menghindari inefisiensi penggunaan sumber daya, diterapkankan kebijakan dividen yang lebih rendah (Marselina Widiastuti, Pranata P. Midiastuty, dan Eddy Suranta, 2013: 321)

Pengukuran Kepemilikan Manajerial (skripsi dan tesis)


Kepemilikan manajerial diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun dan dinyatakan dalam persentase. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah mereka sendiri (Putu Anom Mahadwartha, 2003: 3). Proksi kepemilikan manajerial adalah dengan menggunakan 40 persentase kepemilikan manajer, komisaris, dan direktur terhadap total saham yang beredar (Chen dan Steiner melalui Kartika Nuringsih, 2005: 108).

Pengertian Kepemilikan Manajerial (skripsi dan tesis)


Kepemilikan manajerial merupakan kondisi di mana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Tarigan, Josua dan Yulius Yogi Christiawan, 2007: 2). Wahidahwati (2002: 607) mendefinisikan kepemilikan manajerial sebagai tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur, manajemen, dan komisaris. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial merupakan kondisi di mana manajer perusahaan merangkap jabatan sebagai manajemen perusahaan sekaligus pemegang saham yang turut aktif dalam pengambilan keputusan. Manajer dalam menjalankan operasi perusahaan seringkali bertindak bukan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, melainkan justru tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Kondisi tersebut akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara 38 pemegang saham dengan manajerial.
Konflik yang disebabkan oleh pemisahan antara kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam teori keuangan disebut konflik keagenan atau agency conflict (Luciana Spica Almilia dan Meliza Silvy dan Meliza, 2006 : 2). Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda jika kondisi manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham. Secara teoritis ketika kepemilikan manajerial rendah maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Adanya kepemilikan manajerial dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976: 339). Selaras dengan Tarigan, Josua dan Yulius Yogi Christiawan (2007: 2) yang menyatakan bahwa dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menyelaraskan kepentingannya sebagai manajer dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Dengan demikian, manajer akan bertindak secara hati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka akan turut menanggung hasil keputusan yang diambil. Pada kepemilikan yang menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Hal ini menyebabkan pemegang saham memiliki kekuasaan dan menyerahkannya kepada manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer menuntut kompensasi yang tinggi sehingga berdampak pada meningkatnya biaya keagenan.
Pada kondisi ini, konflik keagenan diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (Luciana Spica Almiliadan Meliza Silvy dan Meliza, 2006: 2). Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada kepemilikan saham dengan tujuan untuk menyetarakan dengan pemegang saham. Oleh karena pendanaan dengan sumber dana internal lebih efisien dibanding pembiayaan dengan sumber daya eksternal maka melalui kebijakan tersebut manajer diharapkan menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkatan yang rendah. Penetapan dividen yang rendah akan membuat perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber dana internal relatif tinggi (Chen dan Steiner melalui Kartika Nuringsih, 2005: 108)

Pengertian Struktur Kepemilikan (skripsi dan tesis)


 Istilah struktur kepemilikan menunjukkan fakta bahwa variabelvariabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah relatif utang dan ekuitas tetapi juga persentase ekuitas yang dipegang oleh manajer (Jensen, M.C. dan Meckling, W.H., 1976: 358). Struktur kepemilikan terdiri dari kepemilikan saham oleh manajer dan direksi, kepemilikan saham oleh pihak institusi dan kepemilikan saham oleh pihak investor individual (Made Pratiwi Sisca, 2011: 41). Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah bagian dari struktur kepemilikan yang termasuk 37 dalam mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah keagenan (Sisca Christianty Dewi, 2008: 48).

Pengukuran Kebijakan Dividen (skripsi dan tesis)


 Van Horne  James C dan Wachowicz, John M. (2007: 270) menyatakan bahwa kebijakan dividen dapat diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR). DPR merupakan perbandingan antara dividen tunai tahunan yang dibagi dengan laba tahunan atau dividen per lembar saham dibagi dengan laba per lembar saham. Rasio tersebut  menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang sahamnya. Semakin tinggi DPR akan menguntungkan pemegang saham tetapi akan memperlemah internal financial perusahaan karena memperkecil laba ditahan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (skripsi dan tesis)


 Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Brigham, E.F. dan Houston, J.F., 2011: 231-233):
1) Peluang Investasi
a) Jumlah peluang investasi yang menguntungkan yang akan menghasilkan sasaran rasio pembayaran dividen yang rendah.
b) Kemungkinan mempercepat atau menunda proyek.
Kemampuan untuk mempercepat atau menunda proyek akan memungkinkan perusahaan lebih patuh pada Kebijakan dividen yang stabil.
 2) Sumber-Sumber Modal Alternatif
Sumber modal alternatif terdiri dari biaya penjualan saham baru, kemampuan untuk mensubtitusi utang dengan ekuitas, dan  pengendalian. Sumber-sumber modal alternatif akan memungkinkan perusahaan lebih patuh pada kebijakan dividen yang stabil.
Faktor lain yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah sebagai berikut:
1) Kepemilikan Manajerial Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada kepemilikan saham dengan tujuan untuk menyetarakan kepentingannya dengan pemegang saham. Keterlibatannya dalam kepemilikan manajerial akan membuat aset yang dimilikinya tidakdapat terdiversifikasi secara optimal sehingga preferensi manajer berubah dari tax preference theory menjadi bird in the hand theory (Schooley dan Berney dalam Kartika Nuringsih, 2005: 108).
2) Kepemilikan Institusional Pengawasan yang efektif yang dilakukan investor institusional terhadap manajemen perusahaan akan memaksa manajer mendistribusikan arus kas sebagai dividen. Selain itu, dividen sering kali dijadikan insentif atas tindakan pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh institusional akan mendorong perusahaan membayarkan dividen yang lebih tinggi (Shleifer, Andrei dan Vishny Robert W, 1986: 478).
 3) Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama manajer dalam menentukan besaran kebijakan dividen. Bagi perusahaan, dividen merupakan kas keluar sehingga semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Van Horne, James C dan Wachowicz, John M., 2007: 282).
4) Kebutuhan Pendanaan Perusahaan Perusahaan terlebih dahulu akan menentukan kebutuhan pendanaan termasuk untuk membiayai kesempatan investasi yang layak diterima sebelum menentukan besarnya dividen yang akan dibagi. Jika laba perusahaan masih tersisa setelah pemenuhan kebutuhan pendanaan tersebut selanjutnya akan dibagikan dalam bentuk dividen. Dengan demikian, semakin besar kebutuhan pendanaan perusahaan akan berdampak pada semakin rendahnya dividen yang akan dibagi (Van Horne, James C dan Wachowicz, John M., 2007: 282).

tiga kategori agency cost (skripsi dan tesis)

Jensen dan Meckling (1976: 310-311) menyatakan bahwa terdapat tiga kategori agency cost, yaitu:
 1) Biaya pemantauan (monitoring cost), yaitu biaya yang dikeluarkan dengan tujuan untuk mengawasi aktivitas yang dilakukan oleh manajer sehingga dapat membatasi penyimpangan yang akan dilakukan oleh pihak manajemen.
 2) Biaya kompensasi insentif (bonding cost) yakni pengeluranpengeluran untuk pengendalian prinsipal terhadap agen biaya agar kesempatan yang diberikan kepada manajemen untuk membelanjakan sumber daya tidak akan merugikan pemilik.
 3) Biaya kerugian residual (residual cost), yaitu biaya yang timbul akibat kondisi di mana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham. Pengorbanan karena hilangnya/berkurangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena dibatasinya kewenangan atau adanya perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

Teori Keagenan (Agency Theory) (skrispi dan tesis)


 Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Teori agensi menyebut agen sebagai manajemen yang mengelola perusahaan sedangkan prinsipal adalah pemegang saham. Agen diasumsikan tidak hanya tertarik dengan kompensasi keuangan namun juga segala sesuatu yang yang terlibat dalam hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik, maupun jam kerja yang fleksibel. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari apa yang mereka investasikan di perusahaan (Anthony dan Govindarajan, 2005: 269-270). Adanya kepentingan pribadi agen membuat prinsipal tidak menyukainya dikarenakan pengeluaran tersebut akan mengurangi kos perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima.  Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) yang melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama mereka. Prinsipal akan mendelegasikan beberapa wewenang pengambilan keputusan kepada agen (Jensen, M.C. dan Meckling, W.H., 1976: 309). Secara umum, pemilik perusahaan ingin memaksimalkan nilai saham. Akan tetapi ketika manajemen memiliki sebagian besar saham perusahaan yang dikelola tersebut, manajemen pasti akan memilih strategi yang menghasilkan apresiasi saham. Ketika manajer tidak sebagai rekan ataupun pemilik, manajer akan lebih memilih strategi yang mengingkatkan kompensasi pribadi mereka sendiri sedangkan kepentingan pemilik akan diabaikan. Biaya masalah keagenan dan biaya dari tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan masalah keagenan disebut sebagai biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenen ditemukan ketika terdapat perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, atasan dengan bawahan, bahkan antarmanajer (Pearce II, J.A. dan Robinson, Jr., R.B., 2008: 47).
Masalah keagenan dapat terjadi karena akibat dari adanya masalah bahaya moral dan seleksi yang salah. Masalah bahaya moral dapat terjadi karena prinsipal yang hanya memiliki akses yang kecil untuk memperoleh informasi kinerja perusahaan dan tidak dapat mengawasi seluruh keputusan dan tindakan yang diambil agen maka seringkali agen bebas mengejar kepentingannya sendiri. Akibatnya,   agen merancang strategi yang memberikan manfaat terbesar baginya dengan cara menempatkan kesejahteraan organisasi sebagai prioritas sekunder (Pearce II, J.A. dan Robinson, Jr., R.B, 2008: 48). Problem keagenan terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham ingin manajer bekerja dengan tujuan memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Agen dapat bertindak tidak memaksimalkan kemakmuran pemegang saham namun untuk kemakmurannya sendiri. Jika kondisi tersebut terjadi maka muncullah agency conflict. Untuk meyakinkan agar manajer bekerja dengan tujuan kemakmuran pemegang saham maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost. Agency cost tersebut meliputi pengeluaran untuk mengawasi kegiatan-kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, dan opportunity cost yang timbul akibat adanya kondisi di mana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Anthony dan Govindarajan, 2005: 269).

Teori Pecking Order (skripsi dan tesis)

Teori pecking order adalah kondisi dimana perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan yang profitable memiliki dorongan untuk membayar dividen relatif rendah dalam rangka memiliki dana internal lebih banyak untuk membiayai proyek investasinya (Desy Natalia, 2008: 16).

Residual Dividend Policy (skripsi dan tesis)


 Kebijakan ini menyatakan bahwa perusahaan membayarkan dividen hanya jika terdapat kelebihan dana atas laba perusahaan yang digunakan untuk membiayai proyek yang telah direncanakan. Dasar dari kebijakan ini adalah bahwa investor lebih menyukai perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan return yang lebih tinggi daripada return rata-rata yang dapat dihasilkan investor dari investasi lain dengan risiko yang sebanding (Dini Rosdini, 2009: 4)

Teori“Clientele Effect” (skripsi dan tesis)


eori ini menyatakan bahwa clientele (kelompok) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda pula terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada waktu dekat akan lebih menyukai tingkat DPR yang tinggi begitu pula sebaliknya

Teori Signaling Hypothesis (skripsi dan tesis)


Investor lebih menyukai dividen daripada capital gains dapat dibuktikan dengan adanya fakta empiris bahwa jika ada kenaikan dividen maka akan diikuti dengan kenaikan harga saham dan begitupula sebaliknya. Akan tetapi, di sisi lain MM berpendapat bahwa adanya kenaikan dividen yang lebih dari biasanya adalah suatu “sinyal” untuk para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu peningkatan penghasilan di masa mendatang dan begitu pula sebaliknya

Teori Perbedaan Pajak (skripsi dan tesis)


Menurut Litzenberger dan Ramaswamy, adanya pajak yang dikenakan pada dividen dan capital gains membuat investor lebih menyukai capital gains daripada dividen agar mereka dapat menunda pembayaran pajak. Oleh sebab itu, investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield yang tinggi dengan capital gains yang rendah.

Teori Bird In The Hand (skripsi dan tesis)


 Menurut Gordon dan Lintner, biaya modal sendiri akan naik jika Dividend Payout Ratio (DPR) rendah. Investor lebih menyukai untuk menerima dividen dibanding capital gains. Hal tersebut 28 dikarenakan dividen merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan sedangkan capital gains merupakan faktor yang dikendalikan oleh pasar melalui mekanisme penentuan harga saham (Ratih Fitria Sari, 2010: 35). MM menganggap bahwa argumen yang dikemukakan Gordon dan Lintner adalah suatu kesalahan. MM berpendapat bahwa pada akhirnya investor akan memilih untuk kembali menginvestasikan dividen yang mereka dapat pada perusahaan yang sama atau pada perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama

Dividen tidak Relevan dari Modigliani dan Miller (MM) (skripsi dan tesis)


Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio/DPR (sebagai proksi dari kebijakan dividen) namun ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Pernyataan MM tersebut didasarkan pada asumsi penting yang lemah seperti pasar modal sempurna di mana semua investor adalah rasional, jika perusahaan menerbitkan saham baru maka tidak ada biaya emisi saham baru, tidak ada pajak, dan kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.

Macam-macam Dividen (skripsi dan tesis)


Kebijakan dividen juga mengatur mengenai jenis dividen apa yang akan dibagikan. Menurut Stice, E.K., Stice, J.D. dan Skousen, K.F. (2009: 142-148), berikut adalah jenis dividen yang dapat dibagikan kepada pemilik saham:
1) Dividen Tunai Dividen jenis ini adalah dividen yang paling sering dipilih oleh manajemen perusahaan. Bagi perusahaan, dividen jenis tunai ini akan mengurangi saldo akun laba ditahan sedangkan bagi investor, dividen tunai tersebut akan menghasilkan kas dan dicatat sebagai penghasilan dividen.
 2) Dividen Properti Dividen jenis ini merupakan distribusi kepada pemegang saham yang terutang dalam bentuk aset selain kas. Yang biasanya dibagikan adalah aset dalam bentuk efek dari perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Dividen jenis ini dilakukan dalam perusahaan tertutup.
3) Dividen Saham Perusahaan dapat membagikan tambahan saham dari perusahaan itu sendiri kepada pemegang saham sebagai dividen saham. Dividen tidak berarti sama dengan mentransfer kas ataupun aset lain kepada para pemegang saham.
 4) Dividen Likuidasi Dividen jenis ini merupakan suatu pembagian yang mencerminkan suatu pengembalian kepada para pemegang saham atas sebagian dari modal yang telah disetor. Dividen ini merupakan pengembalian atas investasi yang dicatat dengan cara mengurangi agio saham

Pengertian Kebijakan Dividen (skripsi dan tesis)


Kebijakan dividen merupakan keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada laba yang akan ditahan untuk kemudian diinvestasikan kembali dalam perusahaan (Brigham, E.F. dan Houston, J.F, 2011: 27). Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Aspek utama dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba untuk ditahan perusahaan (Van Horne, James C dan Wachowicz, John M., 2007: 270). Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan keputusan untuk menentukan seberapa besar laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham daripada laba yang akan ditahan.Setiap keputusan dalam menentukan kebijakan dividen akan berdampak pada tingkat, penetapan waktu, serta arus kas perusahaan dan akhirnya akan berpengaruh pada harga saham perusahaan. Hal tersebut mendorong manajemen untuk membuat suatu keputusan yang dapat memaksimalkan harga saham. Kebijakan tersebut sangat penting bagi perusahaan karena pembayaran dividen dimungkinkan akan berpengaruh pada nilai perusahaan dan laba ditahan yang biasanya merupakan sumber dana internal yang terbesar dan terpenting bagi pertumbuhan perusahaan. Dalam kebijakan dividen terdapat trade off dan pilihan yang tidak mudah antara membagikan laba sebagai dividen dan diinvestasikan kembali sebagai laba ditahan. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang sehingga berdampak negatif terhadap saham perusahaan. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan memberikan sinyal negatif terhadap prospek perusahaan sehingga peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Aharony dan Swary dalam Gany Ibrahim Fenandar, 2012: 19).

Pengertian Dividen (skripsi dan tesis)

PSAK (2009: 23.3) mendefinisikan dividen sebagai berikut: “Dividen merupakan distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu.” Dividen merupakan distribusi oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya yang didasarkan pada laba perusahaan. Pemegang saham memiliki hak untuk bagian yang proporsional dari setiap dividen di mana saham dalam suatu kelas tertentu akan menerima dividen yang sama (Harrison Jr. W.T. et al, 2011: 23). Dividen akan dibagikan dalam jumlah yang sama untuk setiap lembar sahamnya dan besarnya tergantung pada sisa keuntungan setelah dikurangi dengan potonganpotongan yang telah ditentukan dalam akta pendirian dan juga tergantung dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Soemarso S.R, 2005: 182). Berdasarkan berbagai pengertian dividen di atas dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan distribusi laba kepada pemegang saham yang ditentukan dalam akta pendirian dan tergantung dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.   Manajemen memiliki dua alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih setelah pajak perusahaan. Dua alternatif tersebut adalah dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen dan diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan sebagai laba ditahan (Lukas Setia Atmaja, 2008: 285). Dengan demikian, manajemen harus membuat suatu kebijakan yang menyangkut penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham dengan menentukan besarnya earning after tax (EAT) yang dibagikan sebagai dividen dan besarnya EAT yang ditahan

Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang (skripsi dan tesis)

Brigham dan Houston (2013) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi cenderung menggunakan hutang yang relatif kecil. Karena mereka membiayai operasional perusahaan dengan laba ditahan, seperti dalam pecking order theory yang menyatakan bahwa urutan pembiayaan dimulai dengan laba ditahan sebagai urutan pertama, kemudian hutang dan yang terakhir penerbitan saham baru. Disamping itu perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung memiliki kemampuan yang baik pula dalam membayarkandividen, sehingga akan tercipta sinyal positif bagi perusahaan. Manajemen memiliki kekuatan dalam pengelolaan dana perusahaan tanpa harus mempertimbangkan sumber dana eksternal, karena perusahaan memiliki banyak free cash flow untuk membiayai proyek perusahaan. Profitabilitas berhubungan negatif dengan tingkat hutang. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka akan semakin rendah tingkat hutang perusahaan dan sebaliknya

Pengaruh Pertumbuhan perusahaan terhadap Kebijakan Hutang (skripsi dan tesis)


Pertumbuhan perusahaan yang tinggi cenderung mendorong perusahaan untuk melakukan peningkatan aktiva. Di saat sumber dana internal perusahaan tidak mencukupi, sumber dana eksternal menjadi pilihan untuk diambil. Di sisi lain, perusahaan dihadapkan pula pada pilihan sumber dana eksternal antara hutang dan penerbitan saham baru. Namun perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena biayanya lebih murah dibanding dengan biaya emisi penerbitan saham baru. Selain itu beban bunga hutang dapat mengurangi pajak perusahaan. Sesuai dengan pecking order theory dalam urutan pemenuhan struktur modal dimulai dengan laba ditahan, hutang, dan yang terakhir adalah saham baru. Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan, maka akan semakin tinggi pula penggunaan tingkat hutang

Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang (skripsi dan tesis)


 Kebijakan dividen merupakan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham dan laba tersebut dapat dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan, 2001). Perusahaan cenderung menginginkan prospek yang baik dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan proporsi laba ditahan sebagai pembiayaannya. Namun di sisi lain perusahaan juga menginginkan pembayaran dividen yang stabil kepada para pemegang saham. Seperti dalam signalling hypothesis theory yang menyatakan bahwa pengumuman dividen akan menyertakan muatan sinyal mengenai laba di masa yang akan datang, sehingga dapat memengaruhi investor dalam menanamkan modalnya. Pembayaran dividen yang stabil akan memberikan sinyal positif dan prospek yang cerah terhadap perusahaan dimasa yang akan datang, yang pada akhirnya akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dividen yang dibayarkan akan menyebabkan semakin rendah jumlah free cash flow yang dimiliki. Dua kepentingan tersebut menjadi kepentingan yang berlawanan, sehingga manajer berusaha memikirkan sumber dana eksternal yaitu hutang dalam pemenuhan dua kepentingan tersebut.

Pengaruh Kepemilikan institusional terhadap Kebijakan Hutang (skripsi dan tesis)


Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Dengan adanya kepemilikan saham secara institusional dapat memberikan peranan pengawasan (monitoring) yang optimal di dalam setiap keputusan perusahaan. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah dengan memberikan bahan pertimbangan bagi manajer dalam pengambilan keputusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka cenderung dapat mengintervensi keputusan dalam rapat seperti keputusan investasi, merger, termasuk keputusan dalam kebijakan hutang dan lain sebagainya. Semakin besar kepemilikan oleh institusional maka akan semakin besar kekuatan suara dalam upaya peningkatan nilai perusahaan dan kemakmuran pemegang saham. Wewenang yang dimiliki oleh institusional lebih besar dibanding kelompok lain, sehingga mereka cenderung menginginkan proyek yang besar, berisiko, dan menghasilkan laba yang tinggi. Upaya pembiayaan proyek yang berisiko tersebut seringkali dibiayai dengan sumber dana eksternal yaitu hutang

Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang (skripsi dan tesis)


Kepemilikan Manajerial (managerial ownership/insider) didefinisikan sebagai pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen perusahaan baik sebagai manajer maupun sebagai pemegang saham. Kepentingan antara pemegang saham dan manajer seringkali bertentangan, sehingga memunculkan konflik keagenan atau disebut agency conflict. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajer cenderung lebih berhati- 31 hati dalam bertindak untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajer cenderung berhati-hati dalam penggunaan hutang sebab mereka juga akan menanggung risiko atas hutang tersebut. Manajer tak menginginkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Kesulitan keuangan (financial distress) itu tak hanya akan berdampak pada perusahaan tetapi pada pemegang saham yang tak lain adalah dirinya sendiri, sehingga mereka akan berusaha mengurangi tingkat debt serendah mungkin.

Profitabilitas (skripsi dan tesis)


 Menurut Sartono (1997) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas dapat pula dijadikan sebagai 26 tolok ukur tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi cenderung menggunakan sumber dana internal yakni laba ditahan untuk membiayai operasional perusahaan. Seperti dalam pecking order theory tentang hierarki pendanaan dimulai dari laba ditahan, hutang dan yang terakhir adalah saham baru. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara profitabilitas dan kebijakan hutang adalah negatif, dimana semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin rendah tingkat hutang yang digunakan dan begitu pula sebaliknya

Pertumbuhan Perusahaan (skripsi dan tesis)


 Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Pertumbuhan perusahaan adalah suatu kemampuan perusahaan untuk dapat meningkatkan size. Menurut Brigham dan Gapenski (1996) perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung akan membutuhkan dana dari sumber eksternal. Dengan pertumbuhan yang tinggi, perusahaan akan cenderung melakukan peningkatan aktiva. Sumber pendanaan eksternal yang dipilih adalah sumber pendanaan dengan biaya yang paling murah. Oleh karena itu, perusahaan cenderung lebih mempertimbangkan untuk menerbitkan surat hutang daripada mengeluarkan saham baru karena biaya emisi saham baru lebih besar daripada biaya hutang itu sendiri.

Signalling Hypothesis Theory (skripsi dan tesis)


 Modigliani dan Miller mengemukakan bahwa kenaikan di atas jumlah yang diharapkan merupakan suatu sinyal bagi para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba yang baik di masa depan. Terjadinya penurunan maupun kenaikan dividen akan menjadi sebuah sinyal untuk dapat meramalkan laba di masa yang akan datang. Pada umumnya manajer akan memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek dividen di masa akan datang jika dibandingkan dengan para pemegang saham, sehingga pengumuman dividen akan memberikan muatan sinyal mengenai laba di masa yang akan datang

Teori Perbedaan Pajak (skripsi dan tesis)


Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi dan capital gains yield rendah daripada saham dengan dividend yield rendah dan capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan semakin terasa

Teori The Bird in The Hand (skripsi dan tesis)


 Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika dividend payout ratio rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Investor menyukai dividen yang tinggi saat ini karena dividen yang diterima seperti burung ditangan yang risikonya lebih kecil dibandingkan  keuntungan modal yang tidak pasti (Brigham dan Houston, 2013). Menurut Gordon dan Lintner investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan (Ks) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield).

Teori Dividen Tidak Relevan (Modigliani dan Miller, 1961) (skripsi dan tesis)

(Modigliani dan Miller, 1961) Modigliani dan Miller (MM) berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen tidak relevan untuk
diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asums penting yang lemah seperti :
a. Pasar modal sempurna dimana para investor rasional.
b. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan
saham baru.
c. Tidak ada pajak baik perorangan maupun pajak penghasilan
perusahaan.
d. Informasi tentang investasi tersedia untuk setiap individu.
Beberapa ahli menentang pendapat MM tentang dividen tidak relevan dengan menunjukkan adanya biaya emisi saham baru yang akan memengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks (biaya modal sendiri dari laba ditahan). Tetapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke (biaya modal sendiri dari saham biasa baru)

Kebijakan Dividen (skripsi dan tesis)


Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang (Riyanto, 2004). Dividend payout ratio diukur sebagai dividen yang dibayarkan dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Jika perusahaan memotong dividen, maka akan dianggap sebagai sinyal buruk karena dianggap perusahaan membutuhkan dana. Rozelf (1982) menyatakan bahwa dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham akan mengurangi dana yang dikendalikan manajemen. Dana tersebut adalah jumlah free cash flow. Semakin tinggi dividen yang akan dibayarkan maka akan semakin kecil jumlah free cash flow yang dimiliki perusahaan, sehingga manajemen harus memikirkan cara untuk memperoleh sumber pendanaan eksternal yakni hutang.

Kepemilikan Manajerial (skripsi dan tesis)


 Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dalam agency theory hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder, et. al, 2001). Kepemilikan manajerial menggambarkan suatu peran ganda yaitu sebagai manajer dan juga pemegang saham dimana masing-masing memiliki kepentingan. Perbedaan kepentingan antar keduanya seringkali menimbulkan suatu konflik yang disebut konflik keagenan. Konflik keagenan ini dapat diminimalisir dengan cara meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen, kemudian meningkatkan dividend payout ratio yang akan dibagikan. Namun untuk memenuhi keduanya akan membutuhkan sumber pendanaan yang cukup besar. Sumber pendanaan eksternal pun seringkali menjadi alternatif untuk ditempuh. Pada dasarnya principal dan agent memiliki kepentingan yang tidak jauh beda, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masing-masing pihak.
Dengan adanya kepentingan yang hampir sama tersebut, principal dan agent cenderung akan lebih berhati-hati dalam penggunaan hutang mengingat risiko yang  muncul secara tidak langsung akan menjadi risiko principal dan agent. Principal dan agent cenderung memiliki perilaku untuk mengurangi tingkat debt perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, maka akan semakin tinggi pula perilaku manajer untuk berhati-hati terhadap penggunaan hutang. Dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial dan hutang memiliki hubungan timbal balik, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase kepemilikan manajerial akan mengurangi penggunaan hutang perusahaan dan sebaliknya penurunan kepemilikan manajerial akan meningkatkan penggunaan hutang perusahaan

Agency Approach (skripsi dan tesis)


Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency conflict akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100%, sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Hubungan keagenan ini dapat menimbulkan permasalahan pada saat pihak-pihak yang bersangkutan memiliki tujuan yang berbeda, yaitu antara tujuan dari pemegang saham dan tujuan dari manager perusahaan yang pada akhirnya akan menimbulkan agency cost. Biaya agensi menurut Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Berikut adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen dalam memilih menggunakan hutang (Sundjaja et. al, 2007) :
 1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar dan besar bunga yang dibayarkan besarnya tetap.
 2. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan menggunakan hutang.
3. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak yang akan dibayarkan

Signaling Theory (skripsi dan tesis)


Brigham dan Houston (2013) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan untuk memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang baik cenderung menghindari penjualan saham dan lebih pada mengusahakan modal baru dengan cara berhutang. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Apabila  perusahaan menerbitkan saham baru lebih sering dari biasanya, hal ini dapat mendatangkan sinyal negatif yang pada akhirnya dapat menurunkan harga saham perusahaan tersebut.

Pecking Order Theory (POT) (skripsi dan tesis)


Menurut Myers dan Brealey (2001) pecking order theory menyatakan bahwa: ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah”. Pecking Order Theory ini menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, kemudian hutang dan yang terakhir adalah penerbitan saham sebagai pilihan terakhir. Menurut Myers dan Brealey (2001) urutan pemilihan sumber dana dalam pecking order theory adalah sebagai berikut :
 1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2. Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis.
3. Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diproksi menyebabkan manajer selalu menjaga agar dividen per lembar saham tidak berubah meskipun terjadi fluktuasi.
4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu mulai dari penerbitan hutang, convertible bond, dan alternatif paling akhir adalah saham.

Trade off Theory (skripsi dan tesis)


Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham dan Houston, 2013). Trade off teory yang diungkapkan oleh Myers dan Brealey (2001) sebagai berikut : “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat sebagai akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Sesuai teori di atas, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung akan berhutang untuk mengurangi pajak yang akan dibayarkan. Namun pada kenyataannya perusahaan dengan DFL = tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung memiliki tingkat debt yang rendah, sehingga teori ini tidak mampu menjelaskan korelasi negatif yang terjadi antara profitabilitas dengan tingkat debt. Menurut Mamduh (2004) biaya kebangkrutan yang cukup signifikan dapat mencapai 20% nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal :
1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis.
2. Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal.

Biaya Hutang (Cost of Debt) (skripsi dan tesis)


Biaya Hutang (Cost of Debt) adalah biaya sebesar tingkat keuntungan yang diminta investor atau tingkat bunga yang harus dibayarkan perusahaan terhadap modal pinjaman. Komponen biaya hutang adalah perkalian antara bunga yang harus dibayar oleh perusahaan dengan faktor koreksi. Dalam penggunaan sumber pembiayaan perusahaan baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka panjang pada akhirnya akan menimbulkan suatu efek yang biasa disebut dengan leverage. Gibson (1997) menyatakan Ki = Kd (1-T)  bahwa “the use of debt, called leverage, can greatly affect the level and degree of change is the common earning”, yang artinya adalah penggunaan hutang, disebut pengungkit, sangat dapat memengaruhi tingkat derajat dan tingkat perubahaan pendapatan saham. Dalam suatu perusahaan dikenal dua macam leverage, yaitu : a. Leverage Operasi (Operating Leverage)
 Leverage operasi merupakan leverage yang timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang memiliki biaya operasi tetap misalnya biaya penyusutan gedung, peralatan kantor, biaya asuransi, dan biaya lain yang muncul dari penggunaan fasilitas. Degree of Operating Leverage atau DOL adalah persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang disebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan). Sumber : Keown (1999)
b. Leverage Keuangan (Financial Leverage)
 Leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut dapat memperbesar pendapatan per lembar saham. Masalah leverage keuangan baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap. Degree of Financial Leverage atau DFL menunjukkan seberapa jauh perubahan EPS karena perubahan tertentu dari EBIT. DOL =  Semakin besar DFL nya, maka akan semakin besar risiko finansial perusahaan tersebut. Perusahaan yang mempunyai DFL yang tinggi adalah perusahaan yang mempunyai hutang dalam proporsi yang lebih besar (Sartono, 1997)

Pengertian Hutang (skripsi dan tesis)


Menurut SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) hutang didefinisikan sebagai kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomis di masa yang akan datang untuk mentransfer aset atau memberikan jasa ke perusahaan lain di masa yang akan datang sebagai hasil transaksi masa lalu. Menurut Mardiasmo (1997) pengertian hutang adalah sebagai berikut : “Hutang (kewajiban) merupakan pengorbanan ekonomis yang wajib dilakukan oleh perusahaan pada masa yang akan datang dalam bentuk penyerahan aktiva atau pemberian jasa yang disebabkan oleh transaksi pada masa sebelumnya”. Hutang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu : (1) Hutang jangka pendek (short-term debt) (2) Hutang jangka menengah (intermediate-term debt) (3) Hutang jangka panjang (long-term debt) (Riyanto, 2004). Hutang adalah sumber pembiayaan eksternal yang digunakan suatu perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya.
 Permasalahan yang berhubungan dengan hutang seperti yang dijelaskan Jensen (1976) adalah permasalahan biaya agensi yang disebabkan adanya kegiatan peminjaman dana oleh perusahaan dari pihak kreditur. Seperti yang diketahui tujuan perusahaan adalah untuk menyejahterakan pemegang saham, dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut tentu diperlukan berbagai strategi dalam perusahaan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah berkaitan dengan keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan yang baik dapat meningkatkan nilai bagi perusahaan itu sendiri. Semakin besar suatu perusahaan semakin besar pula kebutuhan dananya, sehingga perusahaan seringkali menggunakan sumber dana eksternal atau dengan kata lain berhutang. Dalam berhutang terdapat pula keuntungan-keuntungan yang secara tidak langsung akan didapatkan. Kebijakan berhutang akan menaikkan nilai perusahaan karena beban bunga hutang dapat mengurangi pajak yang dibayarkan. Hutang juga dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh pihak manajemen, sehingga mengurangi investasi yang sia-sia dan tidak optimal. Namun dalam kebijakan hutang hal yang perlu diperhatikan adalah komposisi hutang itu sendiri. Jika komposisi hutang yang dilakukan berlebihan maka yang akan terjadi adalah penurunan nilai perusahaan. Hal yang harus diperhatikan adalah dengan mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga. Bunga tersebut dapat menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang  saham biasa. Jika hal ini dibiarkan terjadi, maka harga saham perusahaan akan menurun dan nilai perusahaan pun akan menurun. Risiko terbesar dalam penggunaan hutang adalah jika perusahaan tak mampu memenuhi kewajiban hutang tersebut sehingga akan berdampak pada likuiditas perusahaan dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebangkrutan.

Nilai Perusahaan (skripsi dan tesis)


Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidawati, 2002). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki. Menurut Diyah dan Erman (2009) “Value is respresented by the market price of the company’s commom stock which in turn, is a function of firm’s investement, financing and dividend decision”. Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral di semua pelaku pasar, harga pasar saham merupakan barometer kinerja perusahaan. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan (Soliha dan Taswan, 2002).
Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Menurut Brigham & Houston (2011) terdapat beberapa pendekatan analisis rasio dalam penilaian market value, terdiri dari pendekatan price earning ratio (PER), price book value ratio (PBVR), market book ratio (MBR), deviden yield ratio, dan deviden payout ratio (DPR). Dalam penelitian ini nilai perusahaan diukur dengan PBV. Rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price book value (PBV), menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV yang tinggi mencerminkan harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku perlembar saham. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih besar pula (Sartono, 2001), secara sederhana menyatakan bahwa price to book value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya.

Struktur Modal (skripsi dan tesis)

Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Merton Miller (selanjutnya disebut MM) menerbitkan apa yang disebut sebagai salah satu artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis. Modigliani dan Miller (1958) membuktikan, dengan sekumpulan asumsi yang sangat membatasi, bahwa nilai sebuah perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modalnya. Atau dengan kata lain, hasil yang diperoleh Modigliani dan Miller (1958) menunjukkan bahwa bagaimana cara sebuah perusahaan akan mendanai operasinya tidak akan berarti apa-apa, sehingga struktur modal adalah suatu hal yang tidak relevan. Akan tetapi, studi Modigliani dan Miller (1958) didasarkan pada beberapa asumsi yang tidak realistik, termasuk hal-hal berikut:
 1) tidak ada biaya pialang,
 2) tidak ada pajak,
3) tidak ada biaya kebangkrutan,
4) investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan,
 5) semua investor memiliki informasi yang sama dengan menajemen tentang peluang-peluang investasi perusahaan dimasa depan
 6) EBIT tidak terpengaruh oleh penggunaan hutang.
Meskipun beberapa asumsi di atas jelas-jelas merupakan suatu hal yang tidak realistis, hasil ketidakrelevanan Modigliani dan Miller (1958) memiliki arti yang sangat penting, dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tersebut tidak relevan, Modigliani dan Miller (1958) juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa yang dibutuhkan agar membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil karya Modigliani dan Miller (1958) menandai awal penelitian struktur modal modern, dengan penelitian selanjutnya berfokus pada melonggarkan asumsi-asumsi Modigliani dan Miller (1958) guna mengembangkan suatu teori struktur modal yang lebih realistis.
Struktur modal perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Pemenuhan kebutuhan dana secara eksternal dipisahkan menjadi 2 yaitu pembiayaan hutang (debt financing) dan pendanaan modal sendiri (equity financing). Pembiayaan hutang diperoleh melalui pinjaman, sedangkan pendanaan modal sendiri berasal dari emisi atau penerbitan saham. Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal pemegang saham. Sedangkan struktur modal perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Jadi, struktur modal suatu perusahaan hanya merupakan sebagian dari struktur keuangannya. Sedangkan struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen, dan saham biasa. Pada dasarnya, keputusan pendanaan (financing) perusahaan berkaitan dengan penentuan sumber-sumber dana yang digunakan untuk membiayai usulan-usulan investasi yang telah diputuskan sebelumnya. Pemenuhan kebutuhan dana tersebut dapat disediakan atau diperoleh dari sumber internal maupun eksternal perusahaan. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhankebutuhan dananya dari sumber internal, maka perusahaan tersebut melakukan pendanaan internal (internal financing) yaitu dalam bentuk laba ditahan. Sebaliknya, jika perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari sumber eksternal, maka perusahaan tersebut melakukan pendanaan eksternal (external financing). Pemenuhan kebutuhan dana secara eksternal dipisahkan menjadi dua yaitu pembiayaan hutang (debt financing) dan pendanaan modal sendiri (equity financing). Pembiayaan hutang diperoleh melalui pinjaman, sedangkan pendanaan modal sendiri berasal dari emisi atau penerbitan saham. Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal diukur dengan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) sedangkan total shareholder s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). (Robert, 1997).

Kepemilikan Institusional (skripsi dan tesis)


 Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang  saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer.
Menurut Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
 1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi.
 2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Penelitian oleh Suranta dan Merdistuti (2003) yang menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubstitusi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Hedging (skripsi dan tesis)

Nilai tukar merupakan nilai mata uang yang dapat diubah kedalam mata uang lainnya. Didalam dunia bisnis risiko fluktuasi nilai tukar mata uang asing tidak dapat dihindari. Risiko tersebut dapat menghambat kegiatan opersional suatu perusahaan. Dalam hal ini pengukuran yang dilakukan adalah dengan menggunakan nilai tukar rupiah terhadap USD, karena mata uang USD merupakan mata uang yang lazim digunakan dalam melakukan transaksi diluar negeri. Perusahaan dapat meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar dengan keputusan hedging dengan instrumen derivatif. Apabila tingkat risiko fluktuasi nilai tukar semakin tinggi maka keputusan hedging dengan menggunakan instrumen derivatif yang dilakukan perusahaan juga semakin tinggi (Zulfiana,2014)

Pengaruh Leverage terhadap Hedging (skripsi dan tesis)


 Penggunaan hutang merupakan suatu cara bagi suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerjanya. Suatu perusahaan ketersediaan dana sangatlah penting untuk menjalankan operasionalnya. Namun apabila tingkat hutang terhadap modal semakin tinggi, maka hal ini akan menyebabkan perusahaan akan menghadapi risiko yang tinggi. Risiko yang dihadapi tersebut berupa tingkat pengembalian bunga yang lebih tinggi, adanya risiko gagal bayar dan meningkatkan biaya hal ini akan menyebabkan profit suatu perusahaan akan turun, bahkan memungkinkan terjadi kebangkrutan. Sehingga perusahaan perlu melakukan tindakan dalam mengatasi risiko yang semakin besar yaitu dengan melakukan hedging. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Guniarti, 2014) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi, memiliki risiko fluktuasi nilai mata uang asing akan meningkat, sehingga perusahaan perlu melakukan hedging, untuk meminimalisir risiko tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rashid,2010), (Putro, 2012), dan (Damanik & Muharam,2015) bahwa semakin tinggi tingkat hutang terhadap aset, maka semakin tinggi keputusan hedging yang dilakukan perusahaan

Pengaruh Likuiditas terhadap Hedging (skripsi dan tesis)

Likuiditas merupakan suatu pengukuran untuk mengetahui seberapa cepat suatu aset perusahaan dapat diubah menjadi kas (Damanik,2015). Dalam suatu perusahaan dalam bidang keuangan salah satunya adalah bank, dapat dilihat tingkat likuiditasnya melalui loan to deposit ratio (LDR). Apabila tingkat LDR dalam suatu bank tinggi maka hal ini menujukkan bahwa bank tersebut tidak likuid. Namun apabila suatu bank memiliki tingkat LDR rendah maka bank tersebut tergolong likuid. Menurut (Rashid,2010) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan maka semakin tinggi keputusan hedging yang dilakukan perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tai et al,2014)

Instrumen Derivatif (skripsi dan tesis)


Aktivitas hedging dengan menggunakan instrumen derivatif merupakan suatu persetujuan yang telah disepakati antara kedua belah pihak atas penyerahaan dan penerimaan suatu barang berupa komoditas ataupun sekuritas pada tanggal tertentu pada harga yang telah disepakati dimasa yang akan datang. Sebagai kesepakatan pribadi antara dua pihak, forward contract diatur secara khusus untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak, oleh karena itu sifatnya disebut private (bergantung pada pribadi kedua belah pihak). Tujuan dari kontrak ini adalah untuk melindungi kedua belah pihak dari fluktuasi nilai asset yang mungkin terjadi selama kurun waktu tertentu, yaitu sejak kontrak ditandatangani hingga penyerahan atau pembayaran yang dilakukan. Jenis-jenis instrumen derivatif:
 a. Kontrak opsi (option)
 Merupakan perjanjian kedua belah pihak yang melakukan penjualan dan pembelian yang memberikan hak berdasarkan pada suatu kesepakatan untuk membeli atau menjual diharga yang telah ditentukan dan disepakati. Sebelum jatuh tempo pembeli tidak memiliki hak untuk mengeksekusi kontrak. Pihak pembeli dapat mengeksekusi apabila pihak pembeli bersedia membayar kepada broker atas opsi. Sedangkan disisi penjual harus bersedia untuk melakukan pembelian atau penjualan berdasarkan kontrak. Jenis opsi tersebut ada dua macam sebagai berikut:
 Opsi jual Suatu penawaran atau pilihan untuk melakukan penjualan atas asset pada harga dan waktu tertentu.
  Opsi beli Suatu penawaran atau pilihan untuk melakukan pembelian terhadap suatu aset pada harga dan waktu tertentu.
b. Kontrak Future
Merupkan perjanjian antara kedua belah pihak yaitu pembeli dan penjual untuk penyerahan komoditas, mata uang asing pada harga dan tanggal yang telah disetujui dimasa yang akan datang. Menurut (Horne dan Wachowizh,2012:567) menyatakan bahwa kontrak future merupakan kontrak untuk menyerahkan komoditas, mata uang asing, atau instrumen keuangan dengan harga yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini kontrak forward dengan kontrak future memiliki kesamaan yaitu kedua belah pihak dapat menentukan harga komoditas, nilai tukar dan suku bunga, namun perbedaan antara kedua kontrak tersebut adalah kontrak future tidak terjadi penyerahaan fisik sehingga tidak adanya efek variabilitas dalam kontrak tersebut. Dalam rangka meminimalisir adanya risiko ketidakpastian diharapkan perusahaan untuk melakukan hedging. Sebelum tanggal jatuh tempo dapat melakukan eksekusi pada kontak future ini.
 c. Kontrak Swap
Merupakan suatu peluang dalam pembelian secara tunai dengan tujuan menjual kembali secara berjangka atau sebaliknya dengan menggunakan transaksi pertukaran valuta asing. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan kepastian kurs supaya risiko akibat selisih kurs dapat diminimalisir. d. Kontrak Forward
 Merupakan suatu persetujuan antar dua belah pihak dalam rangka untuk melakukan transaksi pembelian atau penjualan atas sejumlah aset pada tanggal dan waktu yang telah disepakati atau bisa dibilang harga ditentukan saat ini, maka dari itu penyerahaan barang dan waktu penjualan berbeda.

Lindung Nilai (Hedging) (skripsi dan tesis)


Menurut (Fahmi,2016:14) hedging merupakan menukar mata uang asing di masa depan dengan mata uang lokal untuk melindungi uang tersebut dari perubahaan nilai tukar. Menurut (Guniarty,2014) mengatakan bahwa hedging merupakan tindakan dalam rangka melindungi perusahaan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang diakibatkan adanya fluktuasi mata uang asing. Pemerintah membuat kebijakan melalui Bank Indonesia dalam peraturan No.15/8/PBI/2013 bahwa hedging diartikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk meminimalisir adanya risiko yang akan terjadi yang disebabkan oleh fluktuasi harga di pasar keuangan. Hedging digunakan sebagai upaya dalam suatu keuangan untuk menjamin bahwa adanya fluktuasi kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi kegiatan valas dalam membayar, ataupun menerima, karena hedging memiliki prinsip dasar yaitu melakukan komitmen dalam menyeimbangkan nilai valuta asing. Hal ini dilakukan dengan mengupayakan suatu pendapatan yang diterima dalam bentuk valas sehingga perusahaan dapat menutupi biaya dengan pendapatan dengan demikian eksposure dapat dihindari (Sulistyo,2015). Lindung nilai harus dilakukan dengan merancang skema yang baik dan harus tepat dalam menentukan lawan transaksi hedging. Karena apabila salah dalam menetapkan skema lindung nilai maka hal ini akan berakibat pada masalah likuiditas pada suatu perusahaan. Oleh karena itu proses dari hedging ini memerlukan skill khusus dan memiliki latar belakang yang berbeda sehingga akan memberikan pandangan yang berbeda yang mempertimbangkan semua hal yang akan terjadi, dengan demikian keputusan lindung nilai lebih akurat.

Eksposur ekonomi (skripsi dan tesis)

 Merupakan perubahaan nilai tukar yang mengakibatkan adanya perubahaan pada nilai suatu perusahaan. Eksposur ini juga digunakan sebagai cara untuk memproyeksikan adanya perubahan nilai perusahaan yang diakibatkan adanya perubahaan cash flow operasi karena adanya fluktuasi kurs. Apabila suatu perusahaan tingkat eksposur operasi tinggi maka hal ini akan menyebabkan meningkatnya likuiditas, hal yang mendorong perusahaan untuk melakukan hedging, untuk mengantisipasi risiko eksposure operasi tersebut

Eksposur transaksi (skripsi dan tesis)


Merupakan risiko fluktuasi nilai kurs yang yang menyebabkan adanya masalah yanga akan datang pada kerugian atau keuntungan suatu perusahaan pada saat transaksi selesai dengan mata uang asing. Didominasi transaksi seperti pembelian, penjualan atau penerimaan dana yang dilakukan dengan menggunakan mata uang asing. Hal ini dapat dijadikan sebagai ukuran atas nilai transaksi yang berubah yang disebabkan adanya kurs valas yang berbeda pada saat terjadinya transaksi sampai pada saat peyelesaian transaksi tersebut

Eksposur translasi (skripsi dan tesis)


Merupakam gambaran untuk mengetahui seberapa besar fluktuasi mata uang asing dapat mempengaruhi laporan keuangan konsolidasi dan neraca dalam suatu perusahaan yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar. Menurut (Fahmi,2016:85) bahwa eksposur tranlasi dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan untuk mengkonversikan aktiva dan pasiva perusahaan dalam bentuk valas kedalam bentuk mata uang domestik negara yang bersangkutan. Adanya selisih kurs yang mengakibatkan adanya kerugian atau keuntungan pada saat menyajikan laporan konsolidasi dari anak perusahaan yang berada di negara yang berbeda kedalam mata uang lokal yang digunakan oleh perusahaan induk. Hal ini bertujuan untuk menkonsolidasi dan pelaporan.

Eksposur Valuta Asing (skripsi dan tesis)


Eksposur merupakan munculnya risiko akibat adanya fluktuasi mata uang asing yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan, terutama pada saat dikonversikan dengan mata uang domestik. Menurut (Larasati,2017) eksposur merupakan suatu situasi dimana perusahaan tidak dapat menghindari pengaruh dari fluktuasi nilai valuta asing. Menurut (Fahmi,2011) di era globalisasi saat ini aktivitas keuangan tidak lagi mengenal batas (borderless) sehingga memungkinkan berbagai pihak terlibat dalam kondisi yang menguntungkan dan merugikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa eksposur valuta asing adalah risiko yang dihadapi perusahaan yang usahanya didominasi oleh mata uang asing. Salah satunya perbankan merupakan pihak yang paling signifikan menerima pengaruh atau dampak risiko dari adanya fluktuasi mata uang asing.

Pengertian dari manajemen risiko (skripsi dan tesis)

Pengertian dari manajemen risiko merupakan suatu cara yang digunakan untuk pengukuran dan mengendalikan risiko akibat adanya kegiatan usaha dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan. Tujuan agar risiko kerugian yang dihadapi nantinya dapat diminimalisir. Sedangkan risiko itu sendiri merupakan sesuatu yang mungkin terjadi yang tidak dapat diduga/ tidak diinginkan dimasa yang akan datang (Mulyawan,2015:30). Sehingga dapat disimpulkan bahwa risiko merupakan hal yang selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya suatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diinginkan. Sedangkan manajemen risiko merupakan suatu ilmu yang menjelaskan mengenai bagaimana suatu organisasi mampu menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahaan yang adala dalam suatu perusahaan secara sistematis. Namun risiko itu sendiri dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu dengan menekan risiko dengan melakukan aktivitas lindung nilai (hedging) atau dapat mentransfer risiko tersebut kepada pihak ketiga dengan menggunakan instrumen derivatif.

Pengertian Lindung Nilai (Hedging) (skripsi dan tesis)


Terdapat banyak definisi lindung nilai atau hedging menurut para peneliti kontemporer. Namun mayoritas peneliti menyatakan bahwa lindung nilai adalah metode untuk mengelola dan mengurangi risiko. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, hedging dapat disebut sebagai salah satu pendekatan manajemen risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan membatasi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat ketidakstabilan harga komoditas, nilai mata uang atau surat berharga. Lindung nilai atau hedging adalah strategi yang digunakan untuk melindungi nilai dari aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan dari kerugian yang terjadi akibat risiko-risiko yang ada. Prinsip dasar hedging adalah menutupi kerugian yang timbul pada posisi aset awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedging, hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan sejumlah aset instrumen hedging. Lindung nilai (hedging) merupakan tindakan trading praktis dengan melakukan pembelian off set terhadap penjualan kontrak futures market, dengan tujuan mengantisipasi kerugian sebagai konsekuensi dari fluktuasi harga. Hedging tidak hanya memenuhi kontrak dengan lancar, tetapi juga dapat memperoleh profit tambahan dari kombinasi perdagangan di spot market terhadap futures market.
Dengan demikian, melalui mekanisme hedging, resiko fluktuasi harga dapat diminimalisir. Pada harga yang disepakati melalui kontrak antara penjual (seller) dengan pembeli (buyer), hedging dapat dilakukan dengan penyerahan komoditas di kemudian hari. Metode ini dikenal dengan forward contract. (Nordin et al, 2014). Lindung nilai yang sempurna adalah dengan mengeleminasi semua risiko, Namun perfect hedging merupakan hal yang sangat jarang sekali terjadi. Penggunaan kontrak derivatif diharapkan dapat mendekatkan pada kondisi lindung nilai yang sesempurna mungkin sehingga nantinya diharapkan imbal hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan imbal hasil yang telah diperkirakan (expected return) (J. C. Hull, 2003). Individu atau perusahaan yang melakukan hedging pada perdagangan berjangka, disebut: “hedger”. Hedger mempunyai usaha pokok pada pasar fisik (cash market), sedangkan aktivitas mereka pada perdagangan berjangka (futures market) untuk memperkecil risiko dari fluktuasi harga yang tidak menguntungkan. Dengan melakukan kegiatan tersebut, keuntungan yang ditargetkan dapat direalisir, atau kalaupun menyimpang, penyimpangannya tidak terlalu jauh. Oleh karena itu proses dari hedging ini memerlukan skill khusus. Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang memiliki usaha dan sering bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar. Jika perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga mengambang, mereka pasti akan terpengaruh oeh suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar yang fluktuatif. Kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang kerap melakukan ekspor dan impor. Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah. Lindung Nilai (Hedging) Perspektif Islam . . . . Vol. 11, No.2, Desember 2017 : 351-372 355 Aktivitas lindung nilai (hedging) dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen derivatif. Derivatif merupakan kontrak perjanjian antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah barang (baik komoditas maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang dengan harga yang telah disepakati pada saat ini. Dalam pengertian yang lebih khusus, derivatif merupakan kontrak finansial antara 2 atau lebih pihak-pihak guna memenuhi janji untuk membeli atau menjual komoditas atau aset yang dijadikan sebagai obyek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan kesepakatan bersama antara pihak penjual dan pihak pembeli (www.idx.co.id). Adapun nilai di masa mendatang dari obyek yang diperdagangkan tersebut sangat dipengaruhi oleh instrumen induknya yang ada di spot market. Instrumen derivatif dapat dibagi menjadi empat alternatif yaitu option, forward, futuress, dan swap, dengan komponen dasar instrumen derivatif adalah saham, suku bunga, obligasi, nilai tukar, komoditas, dan indeks (Faisal Saleh, 20012).
Kontrak opsi adalah kontrak antara dua belah pihak yaitu penjual dan pembeli, yang memberikan pembeli hak, tapi bukan kewajiban, untuk membeli atau menjual sesuatu pada kemudian hari dengan harga yang ditentukan saat ini. Pembeli opsi membayar penjual sejumlah uang yang disebut price atau premium, penjual opsi siap untuk menjual atau membeli sesuai dengan kontrak jika pembeli ingin menggunakan kontrak tersebut. Opsi terdiri dari 2 jenis, yaitu opsi beli (call options) dan opsi jual (put options). Kontrak forward adalah konrak antara dua pihak yaitu penjual dan pembeli untuk membeli atau menjual sesuatu pada hari kemudian pada harga yang ditentukan saat ini. Kontrak forward terdengar sama dengan opsi, akan tetapi kontrak forward untuk kedua belah pihak memiliki kewajiban untuk perjanjian yang sudah disepakati, berbeda dengan opsi yang hanya memiliki hak untuk melakukan perjanjian tersebut. Kontrak futures adalah kontrak antara dua pihak pembeli dan penjual untuk menjual atau membeli sesuatu di kemudian hari dengan harga yang telah ditentukan saat ini. Kontrak futures hampir sama dengan kontrak forward, yang membedakannya adalah kontrak futures dilakukan di bursa terorganisir yang biasa disebut futuress market. Sedangkan Kontrak swap adalah suatu perjanjian antara dua pihak untuk menukarkan pembayaran suku bunga selama jatuh tempo tertentu pada suatu jumlah notional yang disepakati. Notional menunjukan angsuran pokok pinjaman yan secara teoritis mendasari transaksi swap.

Kebijakan Hedging dan Manajemen Risiko (skripsi dan tesis)


 Hedging merupakan tindakan perusahaan dalam rangka pengalihan risiko nilai tukar yang dihadapi perusahaan. Risiko nilai tukar merupakan potensi penyimpangan pada hasil atau eksposur yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar. Biasanya risiko nilai tukar dikaitkan dengan potensi penyimpangan pada transaksi atau arus kas, laba akuntansi, dan penyimpangan nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham. Kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan merupakan bagian dari pengelolaan risiko yang akan mempengaruhi strategi dan kondisi perusahaan. Pengelolaan risiko mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini didorong oleh beberapa faktor yaitu, kompleksitas risiko, kondisi eksternal dan ketersediaan produk pengelola risiko. Terkait dengan risiko nilai tukar, kompleksitasnya terkait pada akibat berantai yang ditimbulkan. Misalnya dampak terhadap peningkatan biaya bahan baku per unit produk sehingga akibat berikutnya adalah kenaikan harga jual produk. Sedangkan untuk kondisi eksternal terkait dengan risiko pasar yang semakin besar bila faktor-faktor ekonomi berfluktuasi dengan besar.

Current Ratio(CR) (skripsi dan tesis)


Merupakan rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar yang dimiliki perusahaan. Rasio ini mengukur aktiva yang dimiliki perusahaan dalam hutang lancarnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bartram et al (1996), 17 perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan baik dimulai dari yang sifatnya ringan sampai kesulitan keuangan yang sifatnya parah. Sedangkan menurut Weston et al(1999) bahwa Current Ratio digunakan untuk mengukur penyelesaian jangka pendek. Sejauh mana tagihan kreditur jangka pendek dapat dipenuhi oleh aktiva yang diharapkan dapat dikonversi ke kas dalam jangka waktu yang kira-kira sama dengan jatuh tempo tagihan.

Export Ratio (ER) (skripsi dan tesis)


Ekspor merupakan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan diluar negeri. Dari tingkat ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kita dapat melihat tingkat keterlibatan bisnis internasional yang dilakukan oleh suatu perusahan. Dari laba yang dihasilkan melalui transaksi luar negeri tersebut maka apabila didenominasi dalam mata uang negara yang bersangkutan (dalam hal ini adalah Rupiah), maka jika dihubungkan dengan fluktuasi kurs maka akan terjadi perubahan. Perubahan akan bernilai positif jika mata uang negara asal mengalami depresiasi, sebaliknya apabila mata uang negara asal perusahaan mengalami apresiasi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Jorion (1990), diacu oleh He dan Lilian (1998), menunjukkan bahwa depresiasi US$ berhubungan positif dengan ekspor

Dummy Economic Exposure (DEE) (skripsi dan tesis)

 Pada penelitian ini metode Sensitivity Of Stock Price To Exchange Rate menurut Madura (2006) dapat digunakan untuk merefleksikan economic exposure. Selain menggunakan arus kas, ada juga beberapa perusahaan dan analisis-analisis yang menggunakan harga sahamnya sebagai proxy untuk nilai perusahaan yang merupakan cerminan aliran kas dimasa mendatang, dan besarnya economic exposure dilihat dari sensitivitas harga saham perusahaan terhadap perubahan kurs
Dimana besarnya economic exposure yang dihadapi oleh perusahaan ditunjukkan oleh besarnya koefisien regresi β1i. Tahap selanjutnya adalah mengelompokkan perusahaan menjadi dua kelompok, yakni perusahaan yang signifikan terkena eksposur ekonomi dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi yang dilihat dari koefisien regresi. Perusahaan yang signifikan mengalami eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 1 (satu) dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 0 (nol)

Indikator Economic Exposure (skripsi dan tesis)

Eksposur ekonomi menunjukkan dampak fluktuasi kurs terhadap arus kas perusahaan di masa depan (Madura 2006). Arus kas perusahaan dapat dipengaruhi oleh perubahan kurs dalam berbagai cara yang tidak langsung terkait dengan transaksi internasional. Karenanya, perusahaan tidak dapat hanya melakukan lindung nilai atas utang atau piutang dalam valuta asing tetapi juga harus berusaha untuk menentukan bagaimana arus kas perusahaan akan dipengaruhi oleh kemungkinan perubahan kurs. Eksposur ekonomi memiliki tiga variabel indikator yaitu Dummy Economic Eksposure (DEE) , Export Ratio (ER) dan Current Ratio (CR)

Foreign Exchange Exposure (skripsi dan tesis)


 Foreign exchange exposure dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan yang timbul akibat fluktuasi kurs mata uang. Risiko valuta ini memberikan pengaruh pada arus kas perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh pada nilai perusahaan. Menurut Eiteman et al (2003), foreign exchange exposure dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu :
1). Transaction exposure;
2). Operating exposure ;
3). Accounting exposure.
Transaction exposure mengukur perubahan pada nilai transaksi yang disebabkan oleh perbedaan kurs valas pada saat transaksi disepakati sampai saat transaksi diselesaikan, jadi exposure ini berhubungan dengan transaksi-transaksi yang sudah ada tetapi belum jatuh tempo. Accounting Exposure, disebut juga translation exposure, yaitu mengukur seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi suatu perusahaan MNC dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas. Exposure ini muncul karena kegiatan pembuatan laporan keuangan oleh anak perusahaan (subsidiary) yang dikonsolidasikan oleh perusahaan induk. Economic Exposure , mengelompokkan economic exposure dan transaction exposure menjadi satu exposure yang disebut economic exposure. Economic exposure pada dasarnya menunjukkan dampak fluktuasi kurs valuta terhadap arus kas perusahaan yang merupakan cerminan nilai perusahaan.

Motif Hedging (skripsi dan tesis)


Tufano (1996), menguraikan teori-teori motif hedging oleh perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan pada paradigma maksimisasi kekayaan pemegang saham (shareholders wealth maximization), dan (2) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan pada paradigma maksimisasi utilitas manajer (managers utility maximization). Teori-teori motif hedging yang termasuk dalam paradigma pertama adalah :
(1) hipotesis insentif atau penghematan pajak,
 (2) hipotesis pengurangan biayabiaya transaksi yang berkaitan dengan risiko kepailitan,
 (3) hipotesis peningkatan debt capacity yang juga meningkatkan debt-tax shield dan
(4) hipotesis pengurangan permasalahan under-investment dan asset substitution sehubungan dengan agency problem antara pemegang saham dan kreditur.
Sedangkan teoriteori motif hedging yang termasuk di dalam kelompok paradigma managers utility maximization adalah :
(1) hipotesis perilaku risk aversion dari manajer yang kekayaannya tidak well-diversified, dan
(2) hipotesis signaling reputasi, kemampuan dan kompetensi manajer.
Meskipun penelitian-penelitian empiris memberikan hasil yang beragam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan hedging perusahaan lebih dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimumkan kekayaaan pemegang saham (shareholder wealth maximization) daripada memaksimumkan utilitas manajer. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk menganalisis apakah perusahaan yang melakukan hedging memiliki nilai pemegang saham yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan hedging. Hal ini sangat krusial di dalam membuktikan relevansi nilai dari kebijakan hedging perusahaan. Allayanis dan Weston (2001) adalah satu-satunya peneliti yang melakukan investigasi secara empiris mengenai pengaruh kebijakan hedging perusahaan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan data yang diperoleh dari 720 perusahaan besar non-finansial di Amerika Serikat selama periode 1990-1995, Allayanis dan Weston (2001) menemukan bukti bahwa kebijakan hedging meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menggunakan berbagai variabel kontrol diperoleh estimasi bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki eksposur valuta asing dan menggunakan derivatif valuta asing adalah sekitar 4,87 persen lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur yang sama sekali tidak menggunakan derivatif valuta asing.

Manfaat dan Kegunaan Hedging (skripsi dan tesis)


Manfaat utama dari hedging adalah untuk melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar seperti yang dikatakan oleh Shapiro (2007): “The basic value of hedging, therefore is to protect a company unexpected exchange rate change.” Dengan melakukan hedging, maka suatu perusahaan akan dapat menetapkan secara pasti jumlah hutang yang harus dibayar maupun jumlah tagihan yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan melakukan hedging, berarti perusahaan tidak akan dipengaruhi lagi oleh fluktuasi nilai tukar yang terjadi di pasar, sehingga dengan demikian perusahaan akan dapat menetapkan secara lebih akurat anggaran perusahaan yang selanjutnya bermanfaat dalam penetapan strategi dan kebijakan perusahaan. Namun di lain pihak, dengan melakukan hedging, perusahaan tidak bisa lagi mengharapkan keuntungan yang mungkin akan terjadi bila nilai tukar berfluktuasi ke arah yang menguntungkan bagi perusahaan, misalnya bagi perusahaan yang memiliki hutang dalam mata uang asing akan memperoleh  keuntungan bila nilai tukar mata uang domestik menguat pada saat hutang jatuh tempo.
 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat hedging yang menguntungkan adalah, perusahaan dapat mengubah kondisi ketidakpastian yang dihadapi menjadi kondisi yang lebih pasti, karena dengan melakukan hedging maka risiko fluktuasi mata uang telah dialihkan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah pihak yang menjual hedging (kontrak). Hedging merupakan suatu perlindungan terhadap gerakan yang berlawanan dari nilai tukar. Hedging, dengan demikian adalah suatu bentuk jaminan yang membantu untuk mengurangi risiko kerugian.Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang beroperasi dan sering bertransaksi menggunakan suku bunga atau nilai tukar. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar, khususnya bagi perusahaan yang kerap melakukan ekspor dan impor.

Sejarah dan Konsep Hedging (skripsi dan tesis)


 Istilah hedging atau lindung nilai umumnya lebih dikenal dalam rangka transaksi yang terkait dengan perbankan. Sebenarnya, hedging ini juga banyak dipakai pada transaksi perdagangan komoditas. Dalam sejarahnya selanjutnya, CBOT (Chicago Board of Trade) yang dibentuk tahun 1848 oleh para pengusaha pertanian di Amerika digunakan sebagai solusi atas fluktuasi harga komoditas biji-bijian (grains). Saat itu diperkenalkan transaksi forward contract yang kemudian berkembang menjadi futures contract (kontrak berjangka). Hal ini merupakan salah satu cikal bakal sistem hedging mulai berkembang. Lalu pada tahun 1949, Alfred Winslow Jones, seorang akademisi dan jurnalis, menulis sebuah artikel di Fortune tentang model baru dalam peramalan keuangan. Karena terpikat atas subjek tulisannya tersebut maka ia mencoba melakukan model tersebut dengan mendirikan AW Jones. Dasar investasi pendekatan Jones adalah dengan menjual saham pendek lainnya untuk melindungi saham panjang terhadap risiko pasar yang timbul. Yang kemudian timbul istilah dana hedging. Sejak era Jones tersebut maka banyak berdiri entitas-entitas baru yang bergerak di bidang pengelolaan dana hedging. Tetapi pada era tersebut yang menjadi komoditas hedging adalah pasar saham. Pada era 1990-an baru lah berkembang hedging pada valuta asing. Fenomena yang terkenal adalah hal yang dilakukan oleh George Soros yang terkenal dengan quantum fund. Spekulasi yang dilakukan oleh Soros pada tahun 1992 pada mata uang Inggris yaitu Poundsterling telah menyebabkan guncangan hebat bagi ekonomi Inggris. Sehingga memaksa Inggris untuk menarik diri sementara dari mekanisme nilai kurs demi menstabilkan mata uangnya dengan biaya yang sangat besar tentunya. Pada tahun 1998, Soros dituding sebagai biang keladi terjadinya krisis di asia dan menghancurkan tiang ekonomi negara asia yang dibangun dalam puluhan tahun.
Saat ini hedging tidak hanya memberikan efek negatif bagi perekonomian, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian. Antara lain dilakukan untuk menjaga ekonomi suatu negara dengan menjaga harga suatu komoditas yang merupakan kebutuhan yang vital bagi keberlangsungan ekonomi suatu negara. Misalnya perdagangan minyak bumi dan proyek-proyek pembangunan serta juga komoditas pertanian yang merupakan kebutuhan utama hampir bagi setiap negara. Dalam hal ini kita bisa melihat negara Jepang. Jepang sebagai salah satu negara termaju di Asia merupakan negara dengan mobilitas transaksi internasional yang tinggi. Tidak hanya dalam bidang industri dan teknologi, bidang pertanian Jepang telah berkembang dengan pesat. Perkembangan dengan baik ini telah mendorong futures market komoditas sebagai media untuk melakukan hedging komoditas berkembang dengan pesat. Hedging dilakukan bukan hanya melakukan lindung nilai dengan mata uang saja tetapi juga dilakukan dengan melindungi nilai suatu komoditas dengan komoditas lain yang pergerakan harganya relatif stabil dalam periode waktu tertentu. Alternatif hedging yang dilakukan di Jepang ini diharapkan mempunyai nilai lebih dibandingkan hedging valuta asing karena setiap negara dapat meng-hedge menggunakan komoditas yang banyak diproduksi di negara asalnya sendiri dimana dengan sendirinya pergerakan nilai komoditas tersebut dapat dikendalikan

Pengertian Hedging (skripsi dan tesis)


Dengan adanya risiko fluktuasi nilai tukar, manajemen perusahaan yang memiliki transaksi internasional berusaha untuk menghindari maupun mengurangi kerugian dari fluktuasi nilai tukar tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan pihak manajemen salah satunya dengan menggunakan teknik lindung nilai atau disebut hedging. Hedging berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “hedge” yang berarti pagar. Kata hedging ini telah menjadi bagian dari perbendaharaan kata dalam manajemen keuangan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pembatasan dan pengendalian risiko keuangan.
Menurut Madura (2006) hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure nilai tukar. Exposure terhadap fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Shapiro (2007) menjabarkan bahwa hedging adalah : “Hedging a particular currency exposure means establishing an offsetting currency position such that whatever is lost or gained on the original currency exposure is exactly offset by a corresponding foreign exchange gain or lost on the currency hedge.” Artinya hedging atas suatu risiko mata uang berarti membuat suatu posisi mata uang yang berlawanan sedemikian rupa sehingga kerugian atau keuntungan dari risiko mata uang yang semula dihapuskan oleh keuntungan dan kerugian dari mata uang yang di-hedge tersebut. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari hedging adalah melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat pergolakan nilai tukar atau suku bunga. Dengan hedging berarti perusahaan mengambil posisi yang menghindari perusahaan dari akibat fluktuasi nilai aset tertentu. Menurut Madura (2006), kebijakan lindung nilai berbeda tergantung dari tingkat penghindaran risiko tiap manajemen. Suatu Multinational Corporation 8 (MNC) dapat memilih melakukan lindung nilai sebagian besar eksposurnya, tidak melakukan lindung nilai, atau melakukan lindung nilai secara selektif.

Analisis pengujian model regresi logistik (skripsi dan tesis)

Analisis pengujian model regresi logistik (Kuncoro; 2001, Field; 2009, dan Ghozali; 2011):
 1. Menilai keseluruhan model (overall fit model)
Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah : H0 = model yang dihipotesiskan fit dengan data HA = model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Statistik yang digunakan berdasarkan fungsi log-likelihood yang berbasis dengan probabilitas yang terkait dengan hasil prediksi dan aktual yang dihipotesakan mengggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2logL, lalu kemudian dibandingkan antara nilai -2logL pada awal (block number = 0) dimana model hanya memasukan konstanta dengan -2logL setelah mode memasukan variabel bebas (block number = 1). Apabila nilai -2logL block number = 0 > nilai -2logL block number = 1 maka menunjukan model regresi yang baik. Nilai yang besar dari statistik log-likelihood menunjukan model statistik yang buruk, karena semakin besar nilai dari log-likelihood, semakin pengamatn tidak dapat dijelaskan.
 2. Cox and Snell’s R Square
Merupakan ukuran yang mirip dengan ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) . Memiliki persamaan seperti berikut : 𝑅𝑁 2 = 1 − 𝑒 ⌊− 2 𝑛 (𝐿𝐿(𝑛𝑒𝑤))−(𝐿𝐿(𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒))⌋ (3.7)
 3. Nagelkerke’s R Square
Merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox and Snell’s R Square dengan nilai maksimumnya. Nilai nagelkerke’s R 2 dapat diinterprestasikan seperti nilai R 2 pada multiple regression.
4. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dilakukan untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit test statistics sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika lebih besar daripada 0,05, maka hipotesis diterima. 5. Menguji koefisien regresi Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk menguji seberapa jauh variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikatnya. Dalam regresi logistik menggunakan wald statistic yang memiliki distribusi khusus yaitu chi-square distribution. Untuk menentukan penolakan dan penerimaan H0 dapat ditentukan dengan wald statistic dan nilai probabilitas (sig), dengan cara nilai wald statistic dibandingkan dengan chi-square sedangkan nilai probilitas (sig) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α) 10% dengan kriteria:
a. H0 diterima apabila wald statistic < chi-square dan nilai probabilitas (sig) > tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti HA ditolak atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat ditolak.
 b. H0 ditolak apabila wald statistic > chi-square dan nilai probabilitas (sig) < tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti HA diterima atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat diterima

Kelebihan Analisis Regresi Logistik (skripsi dan tesis)

Kuncoro (2001) mengatakan bahwa regresi logistik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teknik analisis lain yaitu: 1. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas dan heteroskedastisitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model sehingga tidak diperlukan uji asumsi klasik walaupun variabel independen berjumlah lebih dari satu. 2. Variabel independen dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinu, distrik, dan dikotomis. 3. Regresi logistik tidak membutuhkan keterbatasan dari variabel independennya. 4. Regresi logistik tidak mengharuskan variabel bebasnya dalam bentuk interval.

Analisis Regresi Logistik (skripsi dan tesis)


 Regresi logistik digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat atau dependen variable dapat diprediksi dengan variabel bebasnya atau independent variable. Logistic Regression umumnya dipakai jika asumsi multivariate normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2011). Analisis regresi logistik tidak memerlukan asusmsi normalitas pada data pada variabel bebabasnya