Friday, January 31, 2020

Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)


 Pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Tiga Hal Perilaku Inovatif (John Adair, 1996), yaitu:  Generating Ideas Individu/kelompok dlm menghasilkan gagasan utk mengembangkan produk, proses, pelayanan yg ada sebelumnya atau menciptakan sesuatu yg baru.  Harvesting Ideas Masih meliputi kelompok yg sama dlm mengumpulkan, menyaring & mengevaluasi gagasan.  Developing and Implementing These Idea Masih melibatkan kelompok dlm mengembangkan & meningkatkan gagasan sampai pada diberikannya tanggapan yg berasal dari orang lain.
 Karakter Individu yang memiliki karakter inovatif (George JM dan Zhou J, 2001), diantaranya: a. Mencari tahu teknologi baru, proses, teknik, ide-ide baru b. Menghasilkan ide-ide kreatif c. Memajukan dan memperjuangkan ide-ide ke org lain d. Meneliti & menyediakan sumber daya yang diperlukan utk mewujudkan ideide baru   e. Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang utk mewujudkan ide baru tersebut. f. Kreatif Tahap-tahap perilaku inovatif (Scott SG & Bruce RA, 1994) adalah sebagai berikut: 1. Perilaku inovasi dimulai dari pengenalan masalah dan penghimpunan ide atau solusi, dpt berupa sesuatu yg baru atau merupakan adaptasi dari situasi yg lain. 2. Berusaha mencari dukungan untuk ide tersebut dan mencoba membangun kerjasama antar pendukung ide. 3. Menyelesaikan ide tersebut dengan membuat modul atau prototipe inovasi dalam wujud nyata yg dpt dirasakan atau disentuh dan mengubahnya ke arah penggunaan yg produktif atau terlembagakan

Sifat Perubahan Dalam Inovasi Utami (skripsi dan tesis)


 Munandar (2006) mengemukakan bahwa ada enam sifat perubahan dalam sebuah inovasi, yaitu: 1. Penggantian (substitusi) 2. Perubahan (alternation) 3. Penambahan (addition) 4. Penyusunan kembali (restructuring) 5. Penghapusan (elimination) 6. Penguatan (reinforcement)

Jenis-jenis Inovasi (skripsi dan tesis)


Jenis-jenis Inovasi berdasarkan kecepatan perubahan inovasi menurut Scot & Bruece (dalam De Jong dan Den Hartog, 2008): 1. Inovasi radikal Inovasi radikal dilakukan dalam skala besar, dilakukan oleh para ahli dibidangnya dan biasanya dikelola oleh departemen penelitian dan pengembangan.Inovasi radikal ini sering kali dilakukan di bidang manufaktur dan lembaga jasa keuangan. 2. Inovasi inkremental Inovasi inkremental merupakan proses penyesuaian dan mengimplementasikan perbaikan yang berskala kecil, dilakukan oleh semua pihak yang terkait, hadir setiap kali dan tidak terstruktur serta bersumber dari kemampuan untuk memberikan hasil desain yang sesuai bagi pengguna layanan mereka. Inovasi inkremental terlihat pada sektor akuntansi, administrasi, teknik, komputer, manajemen. perdagangan retail, pelayanan pribadi, hotel dan restaurant. Inovasi yang sesuai dengan perilaku inovatif adalah inovasi inkremental. Dalam hal ini, yang melakukan inovasi bukan hanya para ahli saja tetapi semua karyawan yang terlibat dalam proses inovasi tersebut. Oleh karenanya sistem pemberdayaan karyawan sangat diperlukan dalam perilaku inovatif ini.
Inovasi inkremental terlihat pada sektor kerja, yaitu sebagai berikut: a. Knowledge-intensive service Meliputi pengembangan ekonomi, administrasi, R&D service, teknik, komputer, dan manajemen. Sumber utama inovasi adalah kemampuan untuk memberikan hasil desain yang sesuai untuk pengguna layanan merek. Inovasi terjadi setiap saat dan tidak terstruktur. b. Supplier-dominated services Meliputi perdagangan retail, pelayanan pribadi (seperti potong rambut), hotel dan restoran. Berdasarkan fungsi (Brazeal & Herbert, 1997), ada 2 inovasi : a. Inovasi teknologi (produk, pelayanan atau proses produksi) b. Inovasi administrasi (organisasional, struktural, dan sosial)

Ciri-ciri Inovasi (skripsi dan tesis)


Menurut Munandar (2006) terdapat empat ciri-ciri dalam suatu inovasi, diantaranya adalah: 1. Memiliki kekhasan / khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan. 2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan, dalam arti suatu inovasi harus memiliki karakteristik sebagai sebuah karya dan buah pemikiran yang memiliki kadar Orsinalitas dan kebaruan. 3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana, dalam arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang yang tidak tergesagesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu. 4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi yang dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut

Inovasi (skripsi dan tesis)


Istilah inovasi dalam organisasi pertama kali diperkenalkan oleh Schumpeter pada tahun 1934. Inovasi dipandang sebagai kreasi dan implementasi ‘kombinasi baru’. Istilah kombinasi baru ini dapat merujuk pada produk, jasa,  proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Dalam inovasi dapat diciptakan nilai tambah, baik pada organisasi, pemegang saham, maupun masyarakat luas. Oleh karenanya sebagian besar definisi dari inovasi meliputi pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru menurut De Jong & Den Hartog, (2003). Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2009) Inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang. Everett M. Rogers (1983), mendefisisikan bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Stephen Robbins (1994), mendefinisikan, inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, Robbins lebih memfokuskan pada tiga hal utama yaitu : 1. Gagasan baru yaitu suatu olah pikir dalam mengamati suatu fenomena yang sedang terjadi, termasuk dalam bidang pendidikan, gagasan baru ini dapat berupa penemuan dari suatu gagasan pemikiran, Ide, sistem sampai pada kemungkinan gagasan yang mengkristal. 2. Produk dan jasa yaitu hasil langkah lanjutan dari adanya gagasan baru yang ditindak lanjuti dengan berbagai aktivitas, kajian, penelitian dan percobaan sehingga melahirkan konsep yang lebih konkret dalam bentuk produk dan  jasa yang siap dikembangkan dan dimplementasikan termasuk hasil inovasi dibidang pendidikan. 3. Upaya perbaikan yaitu usaha sistematis untuk melakukan penyempurnaan dan melakukan perbaikan (improvement) yang terus menerus sehingga buah inovasi itu dapat dirasakan manfaatnya

Dimensi Kreativitas (skripsi dan tesis)


Dimensi kreativitas terbagi menjadi 4 jenis yaitu dimensi Person, Proccess, Press, Product yang biasa dikenal dengan Four P’s Creativity. Adapun pengertiannya sebagai berikut: a. Definisi kreativitas dalam dimensi Person Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.  b. Kreativitas dalam dimensi Process Definisi pada dimensi proses adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).
Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut : Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu: 1) Tahap Persiapan Tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami. 2) Inkubasi Tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada 24 kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya. 3) Tahap Iluminasi Tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata “now, I see”, itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”. 4) Tahap Verifikasi Tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas (skripsi dan tesis)


 Menurut Rogers (dalam Munandar 2009), faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya: a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik) Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan.
 Menurut Rogers (dalam Munandar 2009), kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya: 1) Keterbukaan terhadap pengalaman Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan. 2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation) Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain. 3) Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep-konsep. Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.  b. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik) Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu.
Rogers menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya: 1) Keamanan psikologis Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu: a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. b) Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam. 20 c) Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya. 2) Kebebasan psikologis Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiranpikiran atau perasaan-perasaannya. Munandar (2009) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan ketrampilan. Faktor kepribadian terdiri dari ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu: a. Jenis kelamin Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas. b. Status sosial ekonomi Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas. c. Urutan kelahiran Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta. d. Ukuran keluarga Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.
 e. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan. f. Inteligensi Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Ciri-Ciri Perilaku Kreatif (skripsi dan tesis)


Guilford (dalam Munandar 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas dapat diuraikan sebagai berikut: a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking) Kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas. b. Keluwesan berpikir (flexibility) Kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbedabeda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru. c. Elaborasi (elaboration) Kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. d. Originalitas (originality) Kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
Ciri-ciri perilaku kreatif yang dikemukakan oleh Torrence (dalam Utami Munandar, 2009) adalah: 1. Berani dalam pendirian, berarti ia berani mempertahankan pendiriannya meskipun tidak sama dengan kebanyakan orang. 2. Memiliki sifat ingin tahu 3. Mandiri dalam berpikir dan menilai sesuatu 4. Menjadi orang yang berpikir dengan tugas-tugasnya 5. Bersifat intuitif atau mendasarkan pada gerak hati dalam pemenuhan kebutuhan 6. Orang yang teguh 7. Tidak mudah menerima penilaian dari orang lain, meskipun banyak orang yang menyetujuinya.
Sementara itu dinyatakan oleh Utami Munandar (2009) bahwa karakteristik orang kreatif berdasarkan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Orang yang bebas dalam berpikir 2. Orang yang memiliki daya imajinasi 3. Bersifat ingin tahu 4. Ingin mencari pengalaman baru 5. Mempunyai inisiatif 6. Bebas dalam mengemukakan pendapat 7. Memiliki minat yang luas dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat 8. Memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang cukup besar. 9. Tidak mau menerima pendapat orang lain begitu saja 10. Tidak pernah bosan, dalam arti jarang putus asa dan akan selalu mencoba lagi sampai dapat memecahkan masalahnya.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan ciri-ciri perilaku kreatif antara lain: 1. Berani dalam berpendirian, yaitu individu yang memiliki keberanian untuk menyatakan dan mempertahankan pendapat, yang diyakini kebenarannya meskipun bertentangan dengan sebagian besar orang lain. 2. Tidak pernah berputus asa, yaitu orang yang tidak pernah bosan untuk mencoba dan mencoba lagi, sampai ia dapat menemukan jawaban masalahnya atau dapat memecahkan masalah yang dilakukan.  3. Mempunyai inisiatif, yaitu orang yang selalu tampil di depan dalam menghadapi persoalan dan tidak pernah ragu untuk memulai sesuatu dimana orang lain ragu melakukannya serta selalu menjadi pencetus dalam pemecahan masalah. 4. Menyukai pengalaman baru, yaitu orang yang suka mencari pengalaman untuk menambah wawasan dan pengetahuan serat menyukai tantangan yang menguji kemampuan. 5. Mempunyai daya cipta, yaitu orang yang mempunyai ide -ide serta mampu mewujudkan dalam perilaku dan mampu menciptakan hal-hal dan suasana baru dalam interaksinya dengan lingkungan. 6. Mempunyai minat luas, yaitu orang yang tertarik dalam berbagai hal dan berusaha menguasainya sebisa mungkin. 7. Memiliki rasa percaya diri, yaitu orang yang memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya bekerja sendiri, bersikap optimis dan dinamis.

Kreativitas (skripsi dan tesis)


Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Maslow, dalam Munandar, 2009). Lebih lanjut Munandar menjelaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsure-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Adapun David Campbell mengemukakan kreativitas sebagai salah satu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1) Baru atau novel, yang diartikan sebagai inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan. 2) Berguna atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik. 3) Dapat dimengerti atau understandable, yang diartikan hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, atau sebaliknya peristiwa-peristiwa  yang terjadi begitu saja, tak dapat dimengerti, tak dapat diramalkan dan tak dapat diulangi

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Perilaku Kerja Inovatif (skripsi dan tesis)


 Hubungan antara kepemimpinan transformasional dan perilaku kerja yang inovatif perlu diperiksa lebih lanjut ke arah kausal, yaitu bagaimana kepemimpinan transformasional dapat membentuk perilaku kerja yang inovatif dan memimpin karyawan untuk menjadi lebih inovatif (Reuvers et al., 2008). Hubungan juga perlu dieksplorasi dalam perspektif yang lebih luas karena tidak ada dalam isolasi. Berbagai faktor kontekstual sangat penting dan mempengaruhi cara pemimpin transformasional mengarah karyawan menjadi lebih inovatif (Reuvers et al., 2008). Hasil penelitian Imran dan Anis-ul-Haque (2011), Khan et al. (2012), dan Syaumi (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif, artinya semakin baik sifat pemimpin yang dirasakan oleh karyawan maka semakin tinggi perilaku inovatif dalam bekerja dari karyawan tersebut, namun hasil penelitian Noor dan Dzulkifli (2013) menyatakan kepemimpinan tidak memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku inovatif, artinya kepemimpinan tidak memiliki dampak terhadap perilaku inovatif

Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Perilaku Kerja Inovatif (skripsi dan tesis)


 Iklim organisasi yang baik akan mendukung kinerja dan produktivitas kerja para karyawan. Secara ideal ini akan menuntut adanya hasil kerja yang berkualitas, komunikasi yang baik, kerjasama tim, kerjasama antar departemen, kesiapan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan baru, dukungan bagi cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal dan adanya kecendrungan yang kuat secara konsisten mengevaluasi dan memodifikasi praktek-praktek dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Patterson et al (2005) menyatakan iklim menunjukkan persepsi karyawan tentang kebijakan organisasi, praktik, dan prosedur, dan selanjutnya pola 16 interaksi atau perilaku yang mendukung kreativitas, inovasi, keselamatan, atau layanan di organisasi. Hasil penelitian Hutahaean (2005), Sari dan Ulfa (2013), dan Noor dan Dzulkifli (2013) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif, artinya semakin baik iklim organisasi yang dirasakan oleh karyawan maka semakin tinggi perilaku inovatif dalam bekerja dari karyawan tersebut

Self Efficacy (skripsi dan tesis)


Bandura (1996) mendefinisikan bahwa self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam  menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Schultz (2005) mendefinisikan self efficacy sebagai perasaan terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan dalam mengatasi kehidupan. Baron dan Byrne (dalam Ghufron dan Rini, 2010) mendefinisikan self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan mengatasi hambatan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan dan kepercayaan individu dalam melaksanakan tugas yang diberikan dan dapat mencapai keinginan yang diharapkan

Kepemimpinan Transformasional (skripsi dan tesis)


Munawaroh (2011) menyatakan bahwa keberadaan pemimpin memegang peranan penting dalam suatu organisasi. Peran seorang pemimpin adalah sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negosiator (spokes person), dan sebagai pembina (coach). Peran penting seorang pimpinan atau manajer adalah bagaimana karyawan yang “khas“ tersebut mampu dikelola dengan baik, melalui manajemen SDM agar mampu memberikan kontribusi bagi berjalan roda organisasi publik dan bisnis, sesuai dengan visi, misi, strategi dan nilai-nilai yang dianut organisasi tersebut (Karundeng, 2013). Pradana, dkk (2013) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan usaha atau cara seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan unsur-unsur falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap karyawan. Bernard M. Bass (dalam Hanafi, 1997:382) mengemukakan kepemimpinan transformasional adalah suatu kepemimpinan di mana pemimpin memotivasi bawahannya untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan semula dengan meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai pentingnya pekerjaan. Burns (dalam Heru, 2004) mendefinisikan kepemimpinan transformasional adalah suatu proses, yaitu pemimpin dan pengikutnya saling merangsang diri satu sama lain untuk penciptaan level yang tinggi dari moralitas dan motivasi yang dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi mereka. Menurut Harits (2005:823) menyatakan kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang menggerakkan kebutuhan-kebutuhan tingkatan yang lebih tinggi kepada pengikutnya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sikap dari seorang pemimpin yang mampu membuat bawahannya mengikuti perintahnya dan bahkan melakukan kegiatan di luar dari tugas yang diberikan

Iklim Organisasi (skripsi dan tesis)


Hardjana (2006) menyatakan iklim organisasi adalah konsep utama dari hubungan manusia untuk memahami perilaku manusia di bawah pengaruh lingkungan yang berbeda. Menurut Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian suatu set karakteristik atau sifat organisasi. Stinger (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi iklim ada  seperti udara dalam suatu ruangan mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi (Davis, 1996). Sugianto dan Sutanto (2013) berpendapat iklim organisasi memiliki pengaruh yang luas, karena juga berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas organisasi, kemampuan organisasi berinovasi, kepuasan kerja, dan suasana apa saja yang dapat dinikmati oleh anggota organisasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa iklim organisasi adalah suatu pola lingkungan internal dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seluruh anggota organisasi yang berdampak terhadap perilaku anggota organisasi dalam menjalankan kewajibannya.

Tujuan Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)


Tujuan utama Perilaku Inovatif adalah: 1. meningkatkan kualitas 2. menciptakan pasar baru 3. memperluas jangkauan produk 4. mengurangi biaya tenaga kerja 5. meningkatkan proses produksi 6. mengurangi bahan baku 7. mengurangi kerusakan lingkungan   8. mengganti produk atau pelayanan 9. mengurangi konsumsi energi 10. menyesuaikan diri dengan undang-undang

Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Inovatif (skrpsi dan tesis)


Riyanti (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif, yaitu :
 a. Entrepreneurial traits.
 Entrepreneurial traits yaitu sifat-sifat yang dimiliki wirausaha. Sukardi (1991) menyatakan ada sembilan sifat utama yang merupakan karakteristikkarakteristik dari wirausaha, yaitu instrumental, prestatif, fleksibel dalam berteman, bekerja keras, percaya diri, berani mengambil resiko, kontrol diri, inovatif, dan autonomous. Penelitian Sukardi menemukan bahwa terdapat hubungan antara sembilan trait wirausaha Indonesia dengan sifat inovatif dan keberhasilan usaha.
 b. Entrepreneurial personality.
Entrepreneurial personality yaitu kepribadian wirausaha, yang terdiri dari : (1) personal achiever, (2) super salesperson, (3) real manager, dan (4) expert idea generator (Miner, 1996). Riyanti (2003) menyebutkan bahwa tipe kepribadian  personal achiever merupakan tipe kepribadian Miner yang paling menonjol dalam perilaku inovatif.
C. Adversity personality
 Adversity intelligence merupakan Perilaku seseorang dalam menghadapi hambatan atau rintangan dalam hidup (Stoltz, 2000). Empat komponen adversity intelligence yaitu control, owner ship and originality, reach dan endurance. Adversity intelligence dapat memprediksi ketahanan seseorang dalam menghadapi hambatan dan rintangan.
Sementara Etikariena & Muluk (2014) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor tersebut adalah:
 a. Faktor Internal terdiri dari:
1. Tipe Kepribadian Menurut Janssen, Van den Ven dan West adalah orang yang memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang di buat. 2. Gaya Individu Dalam memecahkan masalah Karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang baru. Berdasarkan pandangan ahli tersebut peneliti melihat bahwa factor internal yaitu faktor yang timbul didalam diri, kepribadian, individu sehingga memimbulkan ide dan gagasan untuk digunakan dalam memecahkan masalah terhadap apa yang dihadapinya.
 b. Faktor Eksternal terdiri dari: 1. Kepemimpinan Banyak bawahan yang kurang dapat menjaga hubungannya dengan pemimpinnya, dan hal tersebut dapat membuat perilaku inovatif sesorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan pemimpinnya, cenderung memunculkan perilaku inovatif pada karyawan. Harapan yang tinggi dari pemimpin agar karyawannya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012). 2. Dukungan untuk berInovatif. Dukungan dari orang-orang disekitar individu sangat membantu bagi karyawan tersebut dalam menciptakan suatu perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi karyawan tersebut (Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012). 1. Tuntutan dalam pekerjaan. Tuntutan dari perusahaan cenderung meningkatkan semangat para karyawannya untuk berperilaku inovatif. Tuntutan tersebut menjadi dorongan bagi karyawan tersebut (Koesmono, 2007). Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif (Shalley & Gilson dalam Etikariena & Muluk, 2014).

Dimensi Perilaku Inovatif (Innovative Behavior) (skripsi dan tesis)


Bryd & Bryman (2003) mengatakan bahwa ada dua dimensi yang mendasari perilaku inovatif yaitu kreativitas dan pengambilan resiko. Demikian halnya dengan pendapat Amabile dkk (de Jong & Kamp, 2003) bahwa semua Inovatif diawali dari ide yang kreatif. Kreativitas adalah Perilaku untuk mengembangkan ide baru yang terdiri dari 3 aspek yaitu keahilan, Perilaku berfikir fleksibel dan imajinatif, dan motivasi internal. De Jong (2007) mengemukakan empat dimensi perilaku inovatif sebagai berikut: 1. Melihat Peluang, proses Inovatif ditentukan oleh kesempatan. Kesempatan akan memicu individu untuk mencari cara untuk meningkatkan pelayanan, proses pengiriman, atau berusaha memikirkan sebuah alternatif baru mengenai proses kerja, produk atau pelayanan. 2. Menemukan Ide, membangkitkan sebuah konsep untuk peningkatan. Menemukan Ide merupakan pengelolaan kembali informasi dan konsep yang telah ada untuk meningkatkan performansi. Individu yang tinggi dalam level ini akan dapat melihat solusi dari sebuah masalah dengan cara pikir yang berbeda. 15 3. Memperjuangkan, melibatkan perilaku untuk mencari dukungan dan membangun koalisi, seperti mengajak dan mempengaruhi karyawan atau manajemen, dan bernegoisasi mengenai suatu solusi. 4. Aplikasi, individu tidak hanya memikirkan ide-ide kreatif terhadap suatu hal tapi juga mengaplikasikan ide tersebut ke dalam tindakan nyata, Ide ide kreatif individu di lindungi oleh undang undang hak cipta. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh ahli maka dalam penelitian ini menggunakan dimensi perilaku inovatif dari De Jong (2007)

Jenis Perilaku Inovatif (Innovative Behavior) (skripsi dan tesis)


 Jenis ini mengacu pada kombinasi tentang Inovatif yang dilakukan suatu perusahaan waktu ke waktu. (Zahra dan Das, 1993 dalam Ciptono, 2006) mengatakan bahwa peniliannya belum mempertimbangkan Inovatif dalam aplikasi bisnis lain yang berhubungan, seperti teknologi informasi dan disain organisatoris inovatif. Penelitian memusat pada produk dan Inovatif proses - suatu fokus yang konsisten dengan hasil suatu survei memproduksi para manajer yang menyimpulkan yang kedua-duanya proses dan Inovatif produk adalah sebagai suatu strategi bisnis perusahaan (Schroeder et al. 1986 Zahra dan Das 1993). Lebih lanjut, yang luas tinjauan ulang literature Anderson et al. (1989) dalam Zahra dan Das (1993) menunjukkan bahwa memproduksi aneka pilihan managerial yang pada umumnya memusat pada produk dan teknologi proses yang enam jenis Inovatif : 1. Product Innovative 2. Solution Innovative 3. Process Innovative 14 4. Management Innovative 5. Supply Chain Innovative 6. Partnership Innovative

Pengertian Perilaku Inovatif (Innovative Behavior) (skripsi dan tesis)


 Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. George dan Zhou (2001: 513-524) menyatakan perilaku inovatif adalah Mencari tahu teknologi baru, proses, teknik dan ide-ide baru, Menghasilkan ide-ide kreatif, Memajukan dan memperjuangkan ide-ide ke orang lain, Meneliti dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan ide-ide baru, Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang untuk mewujudkan ide baru tersebut. Menurut Bryd & Bryman (2003) Dalam proses inovasi, individu mempunyai ide-ide baru, berdasarkan proses berfikir imajinatif dan didukung oleh motivasi internal yang tinggi. Namun demikian sering kali, proses inovasi berhenti dalam tataran menghasilkan ide kreatif saja dan hal ini tidak dapat dikategorikan dalam perilaku inovatif.
Menurut Zimmerer dkk (2009) Inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang. Ted Levitt (dalam Zimmerer, 2009) menyatakan bahwa inovasi mengerjakan hal-hal baru dan kreatif adalah sifat yang selalu mencari cara-cara baru. Berdasarkan pandangan tersebut peneliti melihat bahwa inovatif adalah mengerjakan dan menciptakan sesuatu hal yang baru tanpa merubah wujud asalnya sedangkan kreatif menemukan dan mengerjakan sessuatu hal yang baru yang sebelumnya belum pernah ada. Perilaku inovatif menurut Price (1997) pada dasarnya merupakan Perilaku individu melakukan perubahan cara kerja dalam bentuk mengadopsi prosedur, praktek dan teknik kerja yang baru dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaanya. Gaynor (2002), mendefinisikan perilaku inovatif sebagai tindakan individu untuk menciptakan dan mengadopsi ide-ide/ pemikiran atau cara-cara baru guna diterapkan dalam pelaksanaan dan penyelesain pekerjaan.
Menurut Kleysen & Street (dalam Penelitian Kresnandito & Fajriyanthi, 2012), Perilaku inovatif adalah mempelajari peluang, memunculkan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan, peninjauan terhadap ide-ide, menunjukkan usahausaha untuk merealisasikan ide dan mengaplikasikan ide tersebut. Menurut De Jong and Kemp (2003) Inovatif dapat diartikan sebagai semua tindakan individu yang diarahkan pada kepentingan organisasi dimana didalamnya dilakukan introduksi dan aplikasi ide-ide baru yang menguntungkan. 13 Sedangkan menurut Scott dkk, dalam Nindyati (2009) perilaku inovatif yaitu sebagai intensi untuk memunculkan, meningkatkan dan menerapkan ide-ide baru dalam tugasnya, kelompok kerjanya atau organisasinya. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku inovatif merupakan seluruh tindakan individu yang mengacu pada pengenalan atau penerapan ide-ide baru yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha

Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif dimediasi dengan iklim organisasi (skripsi dan tesis)

George Litwin dan Robert Stringer dalam (Alavi dan Jahandari, 2005,p.250) mendifinisikan iklim organisasi adalah persepsi orang dalam organisasi dimana ia bekerja dan pandangan atau perasaannya tentang dimensi-dimensi seperti kebebasan struktur organisasi, upah dan gaji, kehatihatian dan ketulusan hati dan dukungan terhadap organisasi. Sementara Ali Alageh Band dalam (Alavi dan Jahandari, 2005,p.250) mendefinisikan iklim organisasi sebagai kualitas internal dari sebuah organisasi yang dialami dan dirasakan oleh anggota organisasi. Penelitian dari (Imran, 2011) menghasilkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap perilaku kerja inovatif dari karyawan. Penelitian dari (Haris, 2013) menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku inovatif dalam bekerja pada karyawan R&D di malaysia, tetapi yang ditemukan adalah bahwa kepemimpinan memiliki hubungan yang sangat mendukung iklim organisasi.

Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap perilaku inovatif (skripsi dan tesis)

Pemimpin transformasional mampu menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan (beliefs), sikap, dan tujuan pribadi masingmasing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan melampaui tujuan yang ditetapk an (Humphreys, 2002; Liu et.al., 2003; Rafferty & Griffin, 2004; Yammarino et.al., 1993). dalam (Candra, 2013). Beberapa studi yang dilakukan (boerner, Eisenbeiss, & Griesser, 2007; Jung, Chow, & Wu, 2003; Lee & Jung, 2006; Reuvers et al, 2008) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif dengan perilaku inovatif. Hasil penelitian dari (Duen, et al., 2006) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara dimensi gaya kepemimpinan dengan kemampuan inovasi. Kebanyakan karyawan yang memiliki inspirasi datang dari gaya kepemimpinan transformasional dan inovasi administratif. Hal tersebut juga menunjukkan gaya inspirasional dari kepemimpinan transformasional akan meningkatkan kemampuan inovatif dari karyawan. 

Alat Ukur Iklim Organisasi (skripsi dan tesis)

 Salah satu alat ukur iklim organisasi adalah yang dikembangkan oleh litwin dan stringer pada tahun 1968. Dikatakan bahwa litwin dan stringer mengembangkan suatu alat ukur iklim organisasi yang dikenal dengan nama litwin and stringer’s Organizational Climate Questionnaire (OCQ). OCQ ini terdiri dari 50 butir pertanyaan yang dikelompokkan pada 9 faktor iklim organisasi Litwin and Stringer's Organizational Climate Questionnaire (1968). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah litwin and stringer’s Organizational Climate Questionnaire (OCQ) yang diadopsi penulis dari kuesioner penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Heyart, 2013). OCQ ini terdiri dari 24 butir pertanyaan yang dikelompokkan pada  faktor iklim organisasi Litwin and Stringer's Organizational Climate Questionnaire (1968).

Dimensi Iklim Organisasi (skripsi dan tesis)


Iklim organisasi secara objektif eksis terjadi di setiap organisasi dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur secara tidak langsung melalui persepsi anggotta organisasi. hal tersebut berarti bahwa peneliti yang menginginkan informasi mengenai iklim organisasi perlu menjaringnya dari anggota organisasi (misalnya menggunakan kuesioner, observasi, atau wawancara) dimensi dan indikator iklim organisasi harus dikembangkan untuk mengukur iklim organisasi. dimensi iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variabel iklim organisasi. studi yang dilakukan oleh pakariklim organisasi menunjukkan paling tidak 160 jenis lingkungan kerja dengan iklim organisasinya masing masing (altman) dalam (Wirawan, 2008).
 Faktor iklim organisasi litwin dan stringer dijelaskan sebagai berikut (Heyart, 2011). 1. struktur, yaitu pandangan anggota terhadap derajat aturan serta prosedur kebijaksanaan yang diberlakukan dalam organisasi yang merupakan batasan-batasan yang diberikan oleh atasan atau organisasi kepada anggotanya 2. tanggung jawab, yaitu tanggung jawab pribadi pada diri anggota organisasi untuk melaksanakan bagian yang menjadi tanggung jawabnya demi tujuan organisasi. anggota organisasi dapat mengambil keputusan dan memecahkan persoalannya tanpa harus menanyakannya kepada atasannya 3. penghargaan, yaitu imbalan atau hadiah untuk pekerjaan yang lebih baik terhadap anggota organisasi 4. pengambilan resiko, yaitu persepsi anggota terhadap kebijaksanaan organisasi tentang seberapa besar anggota organisasi diberi kepercayaan untuk mengambil resiko dalam membuat keputusan yang timbil akibat diberikannya kesempatan untuk menyalurkan ide dan kreatifitas.  5. Kehangatan yaitu perasaan kekeluargaan dalam kelompok kerja dan keadaan kerja yang ramah. 6. Dukungan, yaitu pemberian semangat kerja dalam organisasi, dimana para anggota organisasi saling mempercayai dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaan. 7. Standar yaitu kualitas pelaksanaan dan mutu produksi yang diutamakan organisasi dapat menetapkan tujuan untuk menantang anggota organisasi agar berprestasi. 8. Konflik yaitu faktor mengenai permasalahan perbedaan pendapat antara atasan dan bawahan mengenai permasalahan dalam organisasi. 9. identitas organisasi, yaitu faktor yang menekankan pada persepsi anggota terhadap derajat pentingnya loyalitas kelompok dalam diri anggota organisasi, apakah individu dapat merasakan suatu kebanggaan menjadi anggota organisasi tersebut atau tidak sehingga dapat memperbaiki penampilan kerja individu

Definisi Iklim Organisasi (skripsi dan tesis)


Al Shammari dalam (Haryanti, 2005) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu set dari sifat-sifat terukur (measurable properties) dari lingkungan kerja yang dirasakan atau dilihat secara langsung atau tidak langsung oleh orang hidup yang bekerja dilingkungan tersebut dan diasumsikan mempengaruhi motivasi dan prilaku mereka. Sedangkan Reichers dan Scheneider dalam (Shadur, et.al., 1999) berpendapat bahwa iklim organisasi (organizational climate) mengacu pada persepsi bersama dari kebijakan, praktek, dan prosedur organisasi secara informal dan formal. Jadi dapat dikatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu keadaan atau ciri-ciri atau sifat sifat yang menggambarkan suatu lingkungan psikologis organisasi-organisasi yang dirasakan oleh orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Scheneider dan Reatsch (1988) dalam (Vardi, 2001, p.327) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu konsep atau gagasan multi faktor yang merupakan pencerminan dari fungsi-fungsi kunci organisasi atau tujuan-tujuan organisasi, seperti iklim yang kondusif atau iklim pelayanan
. Sedangkan menurut (Forehand dan Glimer, 1964) dalam (Srivastav, 2006,p.125) iklim organisasi adalah perpaduan dari karaktristik-karaktristik organisasi yang terintegrasi secara konseptual. Karaktristik organisasi dijabarkan dalam keperibadian organisasi dan pengaruhnya terhadap motivasi dan tingkah laku dari anggota dalam suatu organisasi. Iklim organisasi adalah hasil dari interaksi antar struktur organisasi, sistem, budaya, tingkah laku pimpinan dan kebutuhan-kebutuhan psikologis karyawan (Pareke, 1989) dalam (Srivastav, 2006,p.125). Definisi lain dikemukakan oleh Moran & Volkwein (1992,p.20); Koys & DeCotiis (1991); De Witte & De Cock (1986); James & Jones (1974) dalam (McMurray, et al., 2004,p.474) yang mendefinisikan iklim organisasi sebagai sebagai persepsi kolektif anggota organisasi tentang organisasinya dengan 15 memperhatikan dimensi-dimensi seperti otonomi, kepercayaan (trust), kekompakan (cohesiveness), dukungan (support), pengenalan (recognition), inovasi dan kewajaran (fairness). George Litwin dan Robert Stringer dalam (Alavi dan Jahandari, 2005,p.250) mendefinisikan iklim organisasi adalah persepsi orang dalam organisasi dimana ia bekerja dan pandangan atau perasaannya tentang dimensi-dimensi seperti kebebasan struktur organisasi, upah dan gaji, kehati-hatian dan ketulusan hati dan dukungan terhadap organisasi.
 Sementara Ali Alageh Band dalam (Alavi dan Jahandari, 2005,p.250) mendefinisikan iklim organisasi sebagai kualitas internal dari sebuah organisasi yang dialami dan dirasakan oleh anggota organisasi. Banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang iklim organisasi telah bersepakat bahwa iklim organisasi adalah suatu yang bersifat psikologis, multidimensi, fenomena yang kompleks yang mempunyai efek terhadap pembelajaran, kinerja, turnover, keabsenan dan jabatan yang tetap. Menurut (Alavi dan Jahandari, 2005,p.249) bahwa faktor-faktor terpenting yang dapat mempengaruhi iklim organisasi adalah moral, kepemimpinan (leadership), organisasi formal dan informal dan keperibadian (personality). Iklim organisasi dapat memberikan suatu dinamika kehidupan dalam organisasi dan sangat berpengaruh terhadap sumber data manusianya (Shadur, et.al., 1999). Elemen-elemen seperti sikap, nilainilai serta motif-motif yang dimiliki seorang individu mempunyai peranan penting dalam proses konseptual iklim organisasi. Selain itu, iklim organisasi dirasakan sebagai suatu yang bermanfaat bagi kebutuhan individu, misalnya iklim yang memperhatikan kepentingan pegawai, antar pegawai adanya hubungan yang harmonis dan berorientasi pada prestasi, maka dengan demikian dapat diharapkan bahwa tingkat prilaku pegawai atau pegawai yang mengarah pada tujuan kebutuhan dan motivasi pribadi itu tinggi. (Church, 1995) mengemukakan bahwa iklim organisasi 16 (organizational climate) meliputi aspek-aspek seperti: struktur organisasi (organizational structure); tanggung jawab (responsibility) dan imbalan (reward). Iklim organisasi memperhatikan penilaian atau tanggapan karyawan mengenai pentingnya aspek-aspek hubungan kerja dalam membentuk nilai-nilai organisasi Lippit et al.,1985; Ott,1989 dalam Wei dan Morgan,2004,p.378 dalam (Suhanto, 2009). Iklim organisasi telah mempertunjukkan pengaruh yang kuat terhadap tingkah laku individu dan kelompok di dalam organisasi (Abbey, 1983) dalam (Suhanto, 2009). Thomas Moran dan Frederick Volkwein dalam (Alavi dan Jahandari, 2005, p.250) mengklasifikasikan pendekatan-pendekatan iklim organisasi sebagai: 1) struktural, 2) konseptual, 3) interaktif, dan 4) kultural. Sementara Halpin dan Croft dalam (Alavi dan Jahandari, 2005,p.251) menggunakan delapan faktor dalam penelitian tentang iklim organisasi yaitu disinterest, moral, ketulusan hati, penarikan diri, kedekatan dengan supervisor, penekanan pada produksi, pengaruh dan dukungan (support). Sementara George Litwin dan Robert Stringer dalam (Alavi dan Jahandari, 2005, p.251) menggunakan dimensi yaitu struktur, tanggung jawab, upah dan gaji (reward), resiko, iklim yang hangat dan tulus, dukungan standar-standar, konfrontasi dan identitas. Robert Stringer dalam (Wirawan, 2008) mengemukakan bahwa terdapat 5 faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi yaitu : 1. Lingkungan eksternal. 2. Strategi organisasi. 3. Pengaturan organisasi. 4. Kekuatan sejarah. 5. Kepemimpinan.

Alat Ukur Kepemimpinan Transformasional (skripsi dan tesis)


 Kuesioner kepemimpinan multifaktor (Multifactor leadership questionnaire). Kepemimpinan transformasional diukur dengan menggunakan subskala 16-item dari MLQ (MLQ; Bass & Avolio, 1995) dalam (Imran, 2011). MLQ telah banyak digunakan dan dianggap sebagai ukuran yang baik untuk divalidasi pada kepemimpinan transformasional. Semua item yang dinilai pada skala 5 poin mulai dari sangat tidak setuju (1) untuk sangat setuju (5).

Dimensi Kepimpinan Transformasional (skripsi dan tesis)


Menurut (Bass & Avolio, 1990), dalam (Anggraeni dan Sentosa, 2013), ada 4 unsur yang mendasari kepemimpinan transformasional yaitu: 1. Charisma, seorang pemimpin transformasional mendapatkan kharismanya dari pandangan pengikut, pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan bawahannya. 2. Inspiration motivation, seorang pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting serta apa yang dirasakan benar. 3. Intellectual stimulation, pemimpin dituntut untuk dapat membantu bawahannya mampu memikirkan kembali mengenai masalah-masalah lama dengan metode maupun cara baru.  4. Individualized consideration, seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda namun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan
Menurut pendapat (Northouse, 2001) dalam (Anggraeni dan Sentosa, 2013), ada beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yaitu: 1. Berdasarkan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi. 2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi. 3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama. 4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi. 5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan. 6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
. Teori kepemimpinan transformasional (transformational leadership theory) diawali oleh John McGregor Burns dalam bukunya yang berjudul Leadership. Buku ini mendapat Pulitzers Prize dan National Book Award. Dalam buku tersebut ia menggunakan istilah transforming leadership atau mentransformasi kepemimpinan. Menurut (Burns, 1978) dalam (Anggraeni dan Sentosa, 2013) mentransformasi kepemimpinan mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Antara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama yang melukiskan nilai-nilai, motivasi, keinginan, 13 kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka. Pemimpin melihat tujuan itu dan bertindak atas namanya sendiri dan atas nama para pengikutnya. 2. Walaupun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama akan tetapi level motivasi dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda. 3. Kepemimpinan mentransformasi berusaha mengembangkan sistem yang sedang berlangsung dengan mengemukakan visi yang mendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi ini menghubungkan pemimpin dan pengikut dan kemudian menyatukannya. Keduanya saling mengangkat ke level yang lebih tinggi menciptakan moral yang makin lama makin meninggi. Kepemimpinan mentrasnformasi merupakan kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manusia. 4. Kepemimpinan mentransformasi akhirnya mengajarkan kepada para pengikut bagaimana menjadi pemimpin dengan melaksanakan peran aktif dalam perubahan. Keikutsertaan ini membuat pengikut menjadi pemimpin. terlaksananya nilai-nilai akhir yang meliputi kebebasan, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan dalam masyarakat.

Definisi Kemimpinan Transformasional (skripsi dan tesis)


Jika kepemimpinan transaksional mendasarkan diri pada prinsip pertukaran maka kepemimpinan transformasional (transformational leadership) mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower development). Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan dan potensi masingmasing bawahan untuk menjalankan suatu tugas, sekaligus melihat kemungkinan untuk memperluas tanggung jawab dan kewenangan bawahan di masa mendatang. Sebaliknya, pemimpin transaksional memusatkan pada pencapaian tujuan atau sasaran, namun tidak berupaya mengembangkan tanggung jawab dan wewenang bawahan demi kemajuan bawahan. Perbedaan tersebut menyebabkan konsep kepemimpinan transaksional dan transformasional diposisikan pada satu kontinum dimana keduanya berada pada ujung yang berbeda (Dvir et.al., 2002) dalam (Candra, 2013). Perubahan organisasi menjadi lebih menonjol dalam teori kepemimpinan, terutama dalam hubungan hubungan antara pimpinan dan bawahan memiliki peran yang besar dalam pemikiran ahli teori kepemimpinan.. (Shamir, 2001;560) dalam (Hinds, 2005) "Dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormaan terhadap 11 pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan tindakan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka. (Maulizar, 2012).
 (Bass, 1999), mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam Teorinya (Burns, 1997) dalam (Pareke, 2004), juga menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses yang padanya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan sosial, atau kebencian. (Robbins, 2003), mendefinisikan pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma

Alat Ukur Perilaku Inovatif Karyawan (skripsi dan tesis)


Alat ukur yang digunakan dalam mengukur perilaku inovatif adalah kuesioner yang diadaptasi oleh penulis. Kuesioner yang digunakan adalah innovative behavior questionnaire short version yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh (Oukes, 10 2010) yang mengadaptasi kuesioner lengkap yang dirumuskan oleh (Jong, 2007) sebagai sumber inspirasi. Skala multi item untuk mengukur perilaku inovatif kerja karyawan menggunakan 17 item yang akan menggunakan skala likert dari 1 sampai dengan 5 (mulai dari “Sangat Setuju” sampai dengan “Sangat Tidak Setuju”) Penelitian ini menggunakan innovative behavior questionnaire short version sebagai alat penelitian, maka dimensi perilaku inovatif karyawan yang digunakan adalah 1. mendelegasikan 2. dukungan untuk inovasi 3. penyediaan sumber daya 4. pengakuan 5. konsultasi

Dimensi Perilaku Inovatif Karyawan (skripsi dan tesis)


Untuk mengoperasionalisasi perilaku inovatif berdasarkan penelitian yang dilakukan (Scott dan Bruce, 1994) dan (janssen, 2000) dalam (Jong, 2007) dengan menghubungkan perilaku inovatif dengan fase dalam proses inovasi. Maka Jong mengusulkan bahwa perilaku inovatif berasal dari 13 dimensi yaitu 1. pemodelan peran Inovatif, 2. stimulasi Intelektual 3. stimulasi penyebaran pengetahuan 4. memberi pantangan 5. konsultasi 6. mendelegasikan 7. dukungan untuk inovasi 8. organisasi 9. umpan balik 10. pengakuan 11. penghargaan 12. penyediaan sumber daya 13. pemantauan tugas.
 Inkeles et al dalam (Purba, 2009) mengemukakan secara detail tentang ciri-ciri manusia yang berperilaku inovatif berdasarkan penelitiannya yang mengemukakan ada 11 aspek yang menjadi tanda manusia yang berperilaku inovatif modern, yaitu: 1) bersikap terbuka terhadap inovasi, 2) mempunyai persepsi positif terhadap potensi inovasi, 3) menghargai kreatifitas inovasi seseorang, 4) selalu siap menghadapi perubahan sosial, 5) berpandangan yang luas, 6) memiliki dorongan ingin tahu yang kuat, 7) berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan datang dari pada masa yang lampau, 8) berorientasi dan percaya pada perencanaan, 9) lebih percaya pada hasil perhitungan manusia dan pemikiran manusia dari pada takdir atau pembawaan, 10) menghargai keterampilan manusia seutuhnya, 11) menyadari sepenuhnya dampak keputusan yang dibuatnya

Definisi Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)


Perilaku inovatif sangat berkaitan dengan inovasi. Inovasi dan perilaku inovatif merupakan perubahan sosial. Perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan tersebut. Inovasi menekankan pada ciri adanya sesuatu yang diamati sebagai hal yang baru bagi individu atau masyarakat. Sedangkan, perilaku inovatif menekankan pada adanya sikap kreatif agar terjadi proses perubahan sikap dari tradisional ke modern, atau dari sikap yang belum maju ke sikap yang sudah maju. Seseorang yang mempunyai perilaku inovatif adalah orang yang sikap kesehariannya adalah selalu berfikir kritis, berusaha agar selalu terjadi perubahan di lingkungannya yang sifatnya menuju pembaharuan dari tradisional ke modern, atau dari sikap yangbelum maju ke sikap yang sudah maju dan diupayakan agar perubahan itu memiliki kegunaan atau nilai tambah tertentu. Orang yang berperilaku inovatif akan selalu berupaya agar melakukan upaya pemecahan masalah dengan cara yang berbeda-beda dengan biasanya tetapi lebih efektif dan efisien. Menurut (Inkeles, et.al.) dalam (Purba, 2009) mengartikan proses modernisasi dikaitkankan dengan perilaku inovatif sebagai proses perubahan kehidupan masyarakat, ditekankan bahwa perubahan kehidupan akibat perilaku inovatif modernisasi ini diikuti oleh perubahan sikap, sifat atau gaya hidup individu-individu dalam masyarakat. George dan Zhou (2001: 513-524) menyatakan tentang karakter dari individu yang memiliki perilaku inovatif adalah: 1) Mencari tahu teknologi baru, proses, teknik dan ide-ide baru, 2) Menghasilkan ideide kreatif, 3) Memajukan dan memperjuangkan ide-ide ke orang lain, 4) Meneliti dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk 9 mewujudkan ide-ide baru, 5) Mengembangkan rencana dan jadwal yang matang untuk mewujudkan ide baru tersebut, dan 6) Kreatif

Iklim Organisasi (skripsi dan tesis)

 Hardjana (2006) menyatakan iklim organisasi adalah konsep utama dari hubungan manusia untuk memahami perilaku manusia di bawah pengaruh lingkungan yang berbeda. Menurut Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian suatu set karakteristik atau sifat organisasi. Stinger (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi iklim ada  seperti udara dalam suatu ruangan mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi (Davis, 1996). Sugianto dan Sutanto (2013) berpendapat iklim organisasi memiliki pengaruh yang luas, karena juga berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas organisasi, kemampuan organisasi berinovasi, kepuasan kerja, dan suasana apa saja yang dapat dinikmati oleh anggota organisasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa iklim organisasi adalah suatu pola lingkungan internal dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seluruh anggota organisasi yang berdampak terhadap perilaku anggota organisasi dalam menjalankan kewajibannya

Perilaku Kerja Inovatif (skripsi dan tesis)

 Sajiwo (2014) mengungkapkan inovasi adalah suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan hal baru berbentuk produk, jasa, proses bisnis, cara baru, kebijakan, dan lain sebagainya. Purba (2009) mengemukakan bahwa perilaku inovatif menekankan pada adanya sikap kreatif agar terjadi proses perubahan sikap dari tradisional ke modern, atau dari sikap yang belum maju ke sikap yang sudah maju. Yuan dan Woodman (2010) menyatakan bahwa perilaku kerja yang inovatif adalah keinginan anggota organisasi untuk memperkenalkan, mengajukan serta mengaplikasikan ide-ide, produk, proses, serta prosedur baru ke dalam pekerjaannya, unit kerja atau bahkan organisasi tempat bekerja. Jansen (2000) menyatakan bahwa perilaku kerja inovatif biasanya terlihat untuk mencakup serangkaian luas perilaku yang berkaitan dengan generasi ide, menciptakan dukungan bagi mereka, dan membantu pelaksanaannya. Farr dan Ford (1990) mendefinisikan perilaku kerja inovatif sebagai perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai inisiasi dan pengenalan disengaja (dalam peran kerja, kelompok atau organisasi) dan ide yang berguna, proses, produk atau prosedur. 
 Kleysen dan Street (dalam Kresnandito dan Fajrianthi, 2012) mendefinisikan perilaku inovatif sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa perilaku kerja inovatif adalah perilaku individu atau anggota organisasi yang memperkenalkan ide-ide yang dibuatnya kepada sebuah kelompok atau organisasi tempat mereka bekerja

Thursday, January 30, 2020

Aspek-aspek Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)

 Janssen (2000) memaparkan tiga dimensi untuk pengukuran perilaku inovatif di tempat kerja yaitu : a. Menciptakan Ide (Idea Generation) Karyawan mampu mengenali masalah yang terjadi dalam organisasi kemudian menciptakan ide atau solusi baru yang berguna pada bidang apapun. Ide atau solusi tersebut dapat bersifat asli maupun dimodifikasi dari produk dan proses kerja yang sudah ada sebelumnya. Contohnya ketika muncul masalah di dalam organisasi, karyawan mampu untuk menemukan ide-ide sebagai pemecahan masalah. b. Berbagi Ide (Idea Promotion) Karyawan berbagi ide atau solusi baru yang telah diciptakan kepada rekan-rekan kerja, sehingga ide tersebut dapat diterima. Selain itu, terjadi pula pengumpulan dukungan agar ide tersebut memiliki kekuatan untuk diimplementasikan dan direalisasikan dalam organisasi. Contohnya ketika karyawan sudah menemukan ide sebagai sebuah pemecahan masalah, maka selanjutnya karyawan berbagi ide tersebut untuk mendapatkan dukungan yang nantinya dapat di terapkan di organisasi. c. Realisasi Ide (Idea Realization) Karyawan memproduksi sebuah prototipe atau model dari ide yang dimiliki menjadi produk dan proses kerja yang nyata agar dapat diaplikasikan dalam lingkup pekerjaan, kelompok, atau organisasi secara 14 keseluruhan sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja organisasi. Contohnya ketika karyawan sudah mendapatkan dukungan dari rekan kerja untuk ide yang diciptakan, maka selanjutnya penerapan atau aplikasi ide tersebut kedalam sebuah organisasi sebagai sebuah pemecahan masalah. Berdasarkan aspek-aspek perilaku kerja inovatif, maka dapat disimpulkan bahwa aspek menciptakan ide (idea generation), berbagi ide (idea promotion), dan realisasi ide (idea realization) adalah dasar dari munculnya perilaku kerja inovatif.

Pengertian Perilaku Inovatif

 Secara etimologis inovatif adalah usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya dalam menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Sedangkan menurut De Jong, dkk (2008) perilaku inovatif atau Innovative Work Behaviour (IWB) adalah perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai tahap pengenalan atau berusaha mengenalkan ide-ide, proses, produk atau prosedur yang baru dan berguna di dalam pekerjaan, kelompok atau organisasi. Perilaku kerja inovatif didefinisikan sebagai pembuatan, pengenalan, dan penerapan ide atau gagasan baru dalam pekerjaan, kelompok, atau organisasi untuk meningkatkan kinerja peran individu, kelompok, atau organisasi tersebut (Janssen, 2000). Perilaku inovatif juga didefinisikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan untuk menciptakan dan mengambil ide-ide, pemikiran, atau caracara baru untuk di terapkan dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan (Gaynor, 2002). McGruirk, Lenihan dan Hart (2015) mendefinisikan perilaku kerja inovatif sebagai penciptaan model bisnis, teknik manajemen, strategi dan struktur organisasi diluar dari yang sudah ada. Perilaku inovatif mengacu pada kemampuan untuk menciptakan sebuah ide yang original, menggunakan hasil kerja sebagai sebuah ide yang berpotensi dan menerapkan ide-ide baru kedalam praktek kerja (Birdi, Leach, & Magadley, 2016)
 Pendapat lain dikemukakan oleh (Klesen & Street, 2001) yang mendefinisikan perilaku inovatif sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan menguntungkan pada seluruh organisasi. Sesuatu yang baru meliputi pengembangan ide produk baru atau teknologi-teknologi, perubahan dalam prosedur administratif yang bertujuan untk meningkatkan relasi kerja atau penerapan dari ide-ide baru atau teknologi-teknologi untuk proses kerja yang secara signifikan meningkatkanefisiensi dan efektifitas mereka (Klesen & Street, 2001). Perilaku inovatif karyawan mengacu pada sebuah kemampuan individu untuk menciptakan sebuah ide-ide dan sudut pandang baru, yang diubaha menjadi inovasi (Dysvik, Kuvaas & Buch, 2014). Kualitas yang mendasar dari sebuah inovasi yang dilakukan karyawan adalah bagaimana seseorang dapat mencari tahu masalah dalam proses belajar, menghasilkan ide-ide dengan kreatifitas, kemudian mencari dukungan dan pengakuan yang sah, lalu menerapkannya kedalam prakter kerja (Zhao & Shao, 2011). Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja inovatif adalah tindakan individu yang mampu menciptakan ide-ide baru, produk, pemecahan masalah dan teknologiteknologi. Hal yang paling penting dari sebuah perilaku kerja inovatif adalah bagaimana karyawan dapat mencari ide-ide kreatif, kemudian mencari dukungan dan diakhiri dengan penerapan pada praktek kerja

Manfaat Team Building (skripsi dan tesis)

 Ada kecenderungan setiap individu lebih menyukai tim yang efektif dalam bekerja karena lebih banyak manfaatnya. Mengutip pendapat dari Robert B. Maddux (2001), dalam bukunya Team building yang mengatakan bahwa Tim yang efektif memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Dengan adanya tim, maka sasaran yang realistis ditentukan dan dapat dicapai secara optimal. 2. Anggota tim dan impinan Tim memiliki komitmen untuk saling mendukung satu sama lain agar berhasil. 3. Anggota tim memahami prioritas anggota lainnya, dan dapat saling membantu satu-sama lain. 41 4. Komunikasi bersifat terbuka, diskusi cara kerja baru atau memperbaiki kinerja lebih berjalan dengan baik, karena anggota tim terdorong untuk lebih memikirkan permasalahannya. 5. Pemecahan masalah lebih efektif karena kemampuan tim lebih memadai. 6. Umpan balik kinerja lebih memadai karena anggota tim mengetahui apa yang diharapkan dan dapat membandingkan kinerja mereka terhadap sasaran tim. 7. Konflik diterima sebagai hal yang wajar dan dianggap sebagai kesempatan untuk menyelesaikan masalah. Melalui diskusi bersama anggota tim lainnya, konflik bisa diselesaikan secara maksimal. 8. Keseimbangan tercapainya produktifitas tim dengan pemenuhan kebutuhan pribadi. 9. Tim dihargai atas hasil yang sangat baik dan setiap anggota dipuji atas kontribusi pribadinya. 10. Anggota kelompok termotifasi untuk mengeluarkan ide-idenya dan mengujinya serta menularkan dan mengembangkan potensi dirinya secara maksimal. 11. Anggota kelompok menyadari pentingnya disiplin sebagai kebiasaan kerja dan menyesuaikan perilakunya untuk mencapai standar kelompok. 12. Anggota kelompok lebih berprestasi dalam bekerja sama dengan tim dan tim lainnya. Beberapa pernyataan tersebut di atas menunjukan bahwa bekerja dengan tim akan lebih banyak mendatangkan keuntungan dan hasil maksimal dibandingkan bekerja secara individu

Aspek- Aspek Team Building (skripsi dan tesis)

 Kazemak (dalam Stott dan Walker, 1995),menyatakan bahwa ada beberapa aspek yang digunakan untuk membangun tim yang efektif yaitu, sebagai berikut: a. Memiliki tujuan yang sama; teamwork yang efektif memiliki tujuan dan semua anggota tim tahu benar tujuan yang hendak dicapai organisasi. b. Antusiasme yang tinggi; antusiasme tinggi bisa dibangkitkan jika kondisi kerja juga menyenangkan. Anggota tim tidak merasa takut menyatakan pendapat, mereka juga diberi kesempatan untuk menunjukkan keahlian mereka dengan menjadi diri sendiri sehingga kontribusi yang mereka berikan juga bisa optimal. c. Peran dan tanggung jawab yang jelas; setiap anggota tim harus mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing yang jelas. d. Komunikasi yang efektif; dalam proses meraih tujuan harus ada komunikasi yang efektif antar anggota tim. e. Resolusi konflik; dalam mencapai tujuan mungkin saja ada konflik, jangan didiamkan ataupun dihindari tapi perlu segera dikendalikan. f. Shared Power; tiap anggota tim perlu diberikan kesempatan untuk menjadi “pemimpin”, menunjukkan kekuasaannya di bidang yang menjadi keahlian dan tanggung jawab mereka masing-masing sehingga mereka merasa ikut bertanggung jawab untuk kesuksesan tercapainya tujuan bersama. 37 g. Keahlian; tim yang terdiri dari anggota-anggota dengan berbagai keahlian yang saling menunjang akan lebih mudah bekerjasama mencapai tujuan. Berbagai keahlian yang berbeda tersebut dapat saling menunjang sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih cepat diselesaikan. h. Evaluasi; bagaimana sebuah tim bias mengetahui sudah sedekat apa mereka dari tujuan, jika mereka tidak menyediakan waktu sejenak untuk melakukan evaluasi? Evaluasi yang dilakukan secara periodic selama proses pencapaian tujuan masih berlangsung bias membantu mendeteksi lebih dini penyimpangan yang terjadi, sehingga bias segera diperbaiki. Evaluasi juga bisa dilakukan tidak sekadar untuk koreksi, tetapi untuk mencari cara yang lebih baik. Evaluasi bisa dilakukan dalam berbagai cara: observasi, riset pelanggan, riset karyawan, interview, evaluasi diri, evaluasi keluhan pelanggan yang masuk, atau sekedar polling pendapat pada saat meeting. Menurut Johnson dan Johnson (2000) dan Robbins (2003), untuk menyesuaikan tujuan dan masalah spesifik yang dihadapi tim, aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan dalam team building adalah menekankan pada aktivitasaktivitas tertentu saja atau keseluruhan dari aktivitas berikut: a. Penyusunan sasaran yang ditujukan untuk mengatasi perbedaan persepsi tujuan tim, mengevaluasi efektivitas tim dalam menyusun prioritas dan mencapai sasaran, mengidentifikasi area yang berpotensi menjadi masalah. b. Membangun hubungan interpersonal antar anggota tim. Dalam Logan dan Stokes (2004), kompetensi yang dibutuhkan adalah empati, komunikasi efektif, kesadaran sosial, membangun hubungan, kepemimpinan dan kolaborasi. 38 c. Analisis peran yang bertujuan untuk mengklarifikasi dan mengidentifikasi peran setiap anggota tim, memikirkan kembali mengenai pekerjaan mereka yang sesungguhnya, dan tugas spesifik yang mereka harapkan untuk dikerjakan. d. Analisis proses tim dilakukan dengan menganalisis proses kunci yang terjadi dalam tim untuk mengidentifikasikan cara kerja dan bagaimana proses ini dapat diperbaiki untuk membuat tim lebih efektif. e. Kemampuan beradaptasi dengan kondisi dan tuntutan yang berubah. Menurut Logan dan Stokes (2004), kompetensi yang dibutuhkan antara lain adalah fleksibilitas dan kemampuan tim dalam memecahkan masalah secara terstruktur atau dengan mengikuti format berpikir kritis. Walaupun memiliki tujuan dan cara yang beragam, Buller (1986, dalam Spector, 2000) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik dari team building, yaitu: a. Team building merupakan aktivitas terencana yang terdiri dari satu atau lebih latihan atau pengalaman yang dirancang untuk mencapai sasaran tertentu. b. Team building biasanya difasilitasi oleh konsultan atau trainer yang berkualitas, dan akan sulit bagi tim untuk melaksanakannya jika trainer adalah bagian dari pengalaman. c. Team building biasanya melibatkan tim dimana anggota timnya memiliki keterlibatan dalam pekerjaan masing-masing. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik dimensi tim kerja yang efektif yaitu antara lain: adanya tujuan yang sama, antusiasme yang tinggi, peran dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang 39 efektif, resolusi konflik, shared power, keahlian, dan evaluasi.Team building juga sebagai aktifitas analisis peran yang bertujuan untuk mengklarifikasi dan mengidentifikasi peran setiap anggota tim, memikirkan kembali mengenai pekerjaan mereka yang sesungguhnya, dan tugas spesifik yang mereka harapkan untuk dikerjakan. Para ahli dibidang team building lebih memilih menggunakan metode yang bersifat aktif yaitu pembelajaran eksperimental. Teknik ini cocok diterapkan pada training yang memiliki tujuan untuk meningkatkan perilaku dan afeksi individu (Kreitner dan Kinicki, 2008). Sesuai dengan tujuan intervensi dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan perilaku inovatif maka peneliti memilih menerapkan tekhnik pembelajaran eksperimental.
Menurut Silberman (2006), teknik pelatihan pembelajaran eksperimental memiliki pendekatan yaitu bermain peran, permainan dan simulasi, observasi, mental imajeri, tugas menulis dan action learning. Rancangan pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini lebih menekankan pada metode permainan dan simulasi supaya peserta dapat merasakan langsung manfaat dari kegiatan yang dilakukan jika diterapkan di tempat kerja dan mendapatkan pemahaman melalui pengalaman secara langsung. Suatu permainan menurut Newstorm dan Scanell (dalam Ratnasari Deasi, 2013) merupakan salah satu metode yang dapat mencegah kebosanan karena permainan meliputi variasi aktifitas yang beragam, latihan yang dapat membuat team building training menjadi lebih menyenangkan, dapat membangkitkan semangat diantara anggota tim serta dapat menunjukkan emosi dan perasaan anggota tim. Menurut Silberman (2006) salah satu keuntungan dari metode permainan dan simulasi adalah partisipan didorong untuk berhadapan langsung dengan sikap  dan nilai-nilai yang dianut oleh dirinya. Selain itu metode permainan dapat membantu partisipan untuk fokus pada cara-cara mereka bertindak di lingkungan mereka sendiri dan bagaimana mereka berinteraksi dengan individu yang baru mereka kenal. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa team building adalah aktivitas dalam proses membangun suatu tim yang handal seperti kerjasama yang baik antara masing-masing anggota tim untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yakni peningkatan operasi kerja tim. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan pelatihan team building adalah suatu metode pelatihan yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kesolidan atau kohesivitas tim dengan membentuk dan mendukung sinergi tim untuk mampu bekerja secara mandiri dalam mencapai tujuan timnya

Pengertian Pelatihan Team Building (skripsi dan tesis)

Pelatihan adalah usaha terencana dari organisasi untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan atas kompetensi yang terkait dengan pekerjaan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan atau perilaku yang penting bagi kinerja (Noe, 2010). Pelatihan bertujuan agar karyawan menguasai pengetahuan dan keterampilan, serta dapat menerapkan hal tersebut dalam kegiatan sehari-hari. Pelatihan juga dapat dijadikan cara untuk mencapai keunggulan kompetitif bagi perusahaan (Noe, 2010). Pelaksanaan di dalam organisasi mengacu pada teori belajar orang dewasa (andragogy) karena peserta pelatihannya adalah para karyawan. Noe (2010) mengemukakan bahwa dalam teori pembelajaran orang dewasa yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles terdapat lima asumsi yang perlu diperhatikan, antara lain : Pertama, orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui alasan mengapa ia harus mempelajari sesuatu hal. Kedua, orang dewasa memiliki kebutuhan yang muncul dari dirinya sendiri. Ketiga, orang dewasa akan lebih sering mengaitkan pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan ke dalam situasi belajar. Keempat, orang dewasa merasakan pengalaman belajar dengan menggunakan pendekatan yag fokus pada masalah. 35 Terakhir, orang dewasa termotivasi untuk belajar karena adanya motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Team Building adalah aktivitas kelompok yang memiliki interaksi tinggi untuk meningkatkan produktivitas karyawan dalam menuntaskan tugas-tugas terutama yang memiliki interdependensi dengan orang lain melalui serangkaian aktivitas yang dirancang secara hati-hati untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Robbins, 2003; Spector, 2000; Johnson & Johnson, 2000). Levi (2001) menyatakan bahwa team building adalah sebuah tipe intervensi dalam pengembangan organisasi yang memusatkan pada peningkatan operasi kerja tim. 
Reic (2010) menunjukkan team building merupakan proses membangun suatu tim yang handal seperti kerjasama yang baik antara masingmasing anggota tim, dan juga merupakan pelatihan yang dapat membantu menciptakan kohesivitas dan kepercayaan diantara anggota tim sehingga akan terbentuk suatu jalinan komunikasi yang baik pula. Pelatihan tersebut dilakukan melalui pendekatan sinergi masing-masing anggota tim secara keseluruhan yang pada akhirnya membentuk dan mendukung sinergi tim untuk mampu bekerja secara mandiri dalam mencapai tujuan timnya. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008), pelatihan team building adalah sebuah proses pembelajaran dengan pendekatan eksperimental yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi internal kelompok seperti kerjasama diantara sesama anggota tim, meningkatkan kualitas komunikasi dan mengurangi konflik disfungsional. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa team building merupakan suatu aktivitas kelompok yang bertujuan untuk membangun suatu 36 tim yang handal dalam hal kerjasama yang baik antara sesama anggota tim, dan juga dapat membantu kepercayaan diantara anggota tim sehingga akan terbentuk suatu jalinan komunikasi yang baik pula.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)

 Terdapat faktor-faktor yang diperkirakan dapat meningkatkan munculnya perilaku inovatif karyawan. Nijenhuis (2015) mengemukakan beberapa faktor eksternal maupun faktor internal yaitu : a. Faktor Eksternal 1) Competitive pressures. Semakin tingginya tekanan untuk berkompetisi mampu mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik dan memiliki efek positif untuk munculnya perilaku inovatif. 2) Social – Political pressures. Organisasi yang memiliki dukungan dari pemerintah harus terus memberi hasil kerja yang memuaskan jika tetap ingin mendapat dukungan. Sehingga pemimpin dan karyawan harus memuncul perilaku inovasi agar tetap memberi hasil kerja yang terus berkembang dan lebih baik. 
b. Faktor Internal 1) Interaksi dengan atasan (Kepemimpinan),karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan atasan mereka lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku inovatif kerja dan mampu memberi keyakinan bahwa perilaku inovatif mereka akan menghasilkan keuntungan kinerja. Hubungan yang berkualitas sering ditandai dengan saling percaya dan menghormati.2) Interaksi dengan grup rekan kerja (Team Work), karyawan yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja lebih mungkin memudahkan mereka mengimplementasikan ide baru mereka juga meningkatkan idea generation di dalam sebuah grup rekan kerja mereka. Dan hal ini memudahkan perilaku inovatif kerja untuk berkembang.
 Pendapat lain tentang faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif menurut pendapat Etikariena & Muluk (2014) ; yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor tersebut adalah: 
a. Faktor Internal 1. Tipe Kepribadian. Menurut Janssen, Van den Ven dan West adalah orang yang memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang di buat. 2. Gaya individu dalam memecahkan masalah,karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang baru. 
b. Faktor Eksternal 1. Kepemimpinan, banyak bawahan yang kutrang dapat menjaga hubungannya dengan pemimpinnya, dan hal tersebut dapat membuat perilaku inovatif sesorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan pemimpinnya, cenderung memunculkan perilaku inovatif pada karyawan. Harapan yang tinggi dari pemimpin agar karyawannya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, Dalam Ratnasari Deasi, 2013). 2. Dukungan untuk berinovasi, dukungan dari orang-orang disekitar individu sangat membantu bagi karyawan tersebut dalam menciptakan suatu perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi karyawan tersebut . (Scott & Bruce,Dalam Ratnasari Deasi, 2013). 3. Tuntutan dalam pekerjaan, tuntutan dari perusahaan cenderung meningkatkan semangat para karyawannya untuk berperilaku inovatif. Tuntutan tersebut menjadi dorongan bagi karyawan tersebut. Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif. Etikariena & Muluk,( 2014). 4. Iklim psikologis, iklim psikologis menunjukkan kepada bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan. Etikariena & Muluk,( 2014). Lebih jelas lagi West dan Farr (1989) membagi sejumlah faktor yang mendukung dan memfasilitasi perilaku inovatif ke dalam level individu, kelompok, dan organisasi. 
Kemudian, beberapa peneliti seperti Anderson, De Dreu, & Nijstad (2004) dan Hammond Farr, Neff, Schwall, & Zhao (2011) melakukan studi literatur pada sejumlah faktor multilevel yang memfasilitasi inovasi. Berikut penjelasan faktor-faktor yang memfasilitas inovasi pada ketiga level, yaitu: 27 1. Level Individu Studi metaanalisis yang dilakukan oleh Hammond et al. (2011) dan Anderson, De Dreu, & Nijstad (2004) menunjukkan sejumlah faktor yang memfasilitasi inovasi pada level individu. Faktor-faktor ini dibagi kedalam lima kelompok, antara lain: a. Kepribadian. Diketahui bahwa kepribadian kreatif berhubungan dengan perilaku inovatif. Selain itu, berdasarkan trait kepribadian the Big Five Factors, keterbukaan (openness) terhadap pengalaman dikaitkan dengan perilaku inovatif. Individu yang derajat openness yang tinggi memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, mandiri, dan sensitivitas terhadap karya senin (McCrae, dalam Hammond et al., 2011). Terlebih individu dengan openness yang tinggi cenderung lebih berpikir secara divergent. Selain itu, aspek kepribadian, seperti tolerance of ambiguity, percaya diri, tidak konvensional, originality, authoritarianism, mandiri (independence), dan proaktif, turut mempengaruhi inovasi pada level individu (Anderson et al., 2004). b. Demografis Pada aspek demografis, seperti pendidikan dan lamanya masa kerja, merefleksikan penguasaan pengetahuan terhadap tugas-tugas melalu pendidikan formal, pelatihan, atau pengalaman kerja (Oldham & Cummings, dalam Hammond et al., 2011). Individu yang memperoleh pengetahuan dan pengalaman, lebih akan membangun dan mengintegrasikan gagasan, fakta, dan peluangpeluang sehingga 28 menghasilkan ide yang kreatif terhadap permasalahan (Amabile, dalam Hammond et al., 2011). c. Kemampuan Dari hasil kajian studi yang dilakukan oleh Anderson, De Dreu, & Nijstad (2004), ditemukan beberapa faktor kemampuan yang memfasilitasi perilaku inovasi, yaitu intelegensi di atas rata-rata, taskspecific knowledge, gaya berpikir divergent, dan ideational fluency. d. Motivasi Motivasi, baik yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik, memiliki hubungan positif dengan perilaku inovasi. Motivasi intrinsik merujuk pada motivasi yang berasal dari engagement individu terhadap tugas, sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari faktor di luar tugas, seperti rewards dan kompensasi. Hammond et al., (2011). Selain itu, selfefficacy, baik keyakinan diri individu terhadap kompetensi pekerjaan maupun kompetensi kreativitas, juga mempengaruhi motivasi individu untuk terlibat dalam inovasi. Selain itu, tekad untuk berhasil dan personal initiative juga turut memfasilitasi inovasi (Anderson et al., 2004). e. Karakteristik Pekerjaan Terdapat beberapa karakteristik pekerjaan sebagai prediktor inovasi, di antaranya kompleksitas pekerjaan, otonomi, time pressure, dan role requirement. Kompleksitas pekerjaan yang tidak bersifat rutinitas dan lebih menantang dapat meningkatkan idea generation. Terdapat hubungan yang postif antara otonomi dan idea generation, 29 pengujian gagasan, serta implementasi inovasi. Dengan memberikan keleluasaan dan kemandirian pada karyawan dalam menyelesaikan tugas, dapat menstimulus individu untuk berinovasi (Axtell, dalam Hammond et al., 2011). 
Selain itu, persepsi terhadap ekspektasi atau persyaratan akan berinovasi juga memiliki korelasi yang positif dengan perilaku individu (Scott & Bruce, dalam Hammond et al., 2011). Anderson et al. (2004) menemukan karakteristik pekerjaan lainnya yang turut mempengaruhi inovasi, yaitu kepuasan kerja, tuntuan pekerjaan, dukungan untuk berinovasi, mentor guidance, dan pemberian pelatihan yang sesuai. 2. Level Tim. Hülsheger, Anderson, dan Salgado (2009) mengklasifikasi variabel level tim sebagai prediktor inovasi berdasarkan model perfoma tim ke dalam input-process-output. a. Variabel Input Tim. Hülsheger, Anderson, dan Salgado (2009) mengidentifikasi komposisi dan struktur tim ke dalam keragaman anggota kelompok (team member diversity), team size, dan tenure. Job-relevant diversity memiliki kolerasi yang positif dengan inovasi. Jobrelevant diversity merujuk pada heterogenitas anggota kelompok sesuai dengan pekerjaan atau tugas yang terkait, seperti function, profesi, pendidikan, tenure, pengetahuan, keterampilalan, dan kemahiran. Keragamaman semacam ini menghasilkan inovasi tim. Selain itu, task and goal interdependence menstimulus interaksi interpersonal, komunikasi, dan kerja sama dalam tim, sehingga mampu memfasilitasi inovasi. Task and goal interdependence adalah sejauhmana anggota kelompok saling bergantung satu sama lain dalam menyelesaikan tugas mereka dan meraih tujuan bersama. Lalu, team size juga memiliki hubungan positif dengan inovasi karena dalam tim yang besar memiliki beragam sudut pandang, keterampilan, dan perspektif. Berbeda halnya dengan team longevity, tim yang sudah terbangun lama cenderung kurang inovatif dari waktu ke waktu. Angggota kelompok cenderung lebih rentan terhadap groupthink, lebih homogen, kurang kritis, dan kurang tertarik terhadap tantangan. Oleh karena itu, semakin lama suatu tim terbangun, semakin berkurang inovasi yang ditampilkan. b. Variabel Proses Tim. West dan rekan (dalam Hülsheger, Anderson, dan Salgado, 2009) menspesifikan tujuh variabel proses yang meningkatkan inovasi tim. Pertama, visi memiliki hubungan positif dengan inovasi. Visi mengukur sejauhmana anggota kelompok memiliki pemahaman yang sama terhadap tujuan-tujuan dan menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap tujuan kelompok. Dengan adanya tujuan tujuan yang jelas membantu anggota kelompok memberikan kontribusinya, memberikan kebermaknaan kerja, serta memotivasi individu untuk meningkatkan performa inovasi.  Kedua, participative safety juga berkorelasi secara postif dengan inovasi. Participative safety ditandai dengan partisipasi dalam membuat keputusan dan intragroup safety. Intragroup safety merujuk pada iklim psikologis yang tidak mengancam dalam tim, dimana adanya trust dan mutual support. Psychological safety memiliki tiga fungsi penting terhadap inovasi tim, yaitu berkontribusi dalam formulasi rencana, memfasilitasi eksekusi rencana, dan meningkatkan team learning. Ketiga, dukungan untuk inovasi memberikan pengaruh yang positif terhadap inovasi. Dukungan untuk inovasi dideskripsikan sebagai ekspektasi, penerimaan, dan dukungan pelaksanaan dalam memperkenalkan cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan. Keempat, task orientation berhubungan secara postif terhadap inovasi. Task orientation, yang biasa disebut climate for excellence, dideskripsikan sebagai fokus bersama terhadap kualitas perfoma pekerjaan yang excellent sesuai dengan visi. Kelima, kohesi pun turut mempengaruhi inovasi. Kohesi merujuk pada komitmen anggota kelompok terhadap pekerjaan tim dan hasrat mereka untuk menjaga keanggotaan kelompoknya (Lott & Lott, dalam Hülsheger, Anderson, dan Salgado, 2009). Para peneliti inovasi menganggap bahwa kohesi merupakan prasyarat penting untuk menampilkan perilaku inovatif (West & Farr, 1989; Woodman et al., 1993). Anggota kelompok yang memiliki belongingness yang kuat dan 32 merasa saling attach dengan sesama anggota kelompok, cenderung lebih koperatif, saling berinteraksi, dan bertukar ide. Keenam, komunikasi, baik bersifat internal dan eksternal diyakini memiliki hubungan postif dengan inovasi. Komunikasi ekternal yang dimaksud ialah menjalin relasi interpersonal dengan orang-orang diluar tim atau organisasinya. Hal ini membantu tim dalam memperoleh pengetahuan dan perspektif baru. Melalui komunikasi, terjadi sharing informasi dan ide, dimana hal tersebut merupakan sumber inovasi. Selain itu, komunikasi berperan dalam implementasi ide-ide baru, dimana adanya mutual monitoring dan umpan balik. Terakhir, task conflict dianggap memilki hubungan yang postif dengan inovasi, sebaliknya relationship conflict berhubungan negatif dengan inovasi. Task-related disagreement dapat memicu anggota kelompok untuk bertukar informasi, melalui eksplorasi opini yang saling bertentangan, sehingga membantu proses generation gagasan-gagasan baru dan solusi serta membantu dalam pemecahan masalah. Sebaliknya, konflik relasi dapat menyebabkan reaksi psikologis yang negatif, seperti ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan frustrasi, sehingga mengalihkan fokus anggota kelompok untuk berinovasi. 3. Level Organisasi Hasil konten analisis yang dilakukan oleh Anderson, De Dreu, dan Nijstad (2004) terhadap berbagai penelitian inovasi, menghasilkan klasifikasi fasilitator inovasi pada level organisasi ke dalam struktur, 33 strategi, sumber daya, dan budaya organisasi. Pertama, struktur organisasi yang cenderung specialization, dimana memiliki beragam specialist, pembedaan functional, dan professionalism diasosiasikan secara positif dengan inovasi organisasi. Disisi lain, organisasi yang centralization dan formalization, cenderung kurang berinovasi. Kedua, strategi organisasi dengan prospector type diyakini mendukung berkembangnya inovasi dalam organisasi. Ketiga, semakin besar jumlah karyawan dalam suatu organisasi, cenderung lebih berinovasi. Di sisi lain, semakin luasnya market share (pangsa pasar), justru menurunkan inovasi dalam organisasi. Keempat, sumber daya (resources), baik dari segi annual turnover dan ketersediaan sumber daya, turut mempengaruhi inovasi dalam organisasi. Terakhir, budaya organisasi yang mendukung karyawan untuk bereksperimen, yang menoleransi terhadap kegagalan ide, dan yang berani mengambil risiko, mempengaruhi tumbuhnya inovasi dalam organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan dengan rekan kerja, dukungan untuk berinovasi dari anggota tim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif. Untuk dapat membangun hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja yang berada dalam sebuah tim dapat dilakukan melalui pelatihan team building. Team building adalah salah satu aktivitas dalam proses yang dapat meningkatkan perilaku inovatif, kerjasama yang baik antara masing-masing anggota tim untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yakni peningkatan operasi kerja tim. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan pelatihan team building adalah suatu metode pelatihan yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kesolidan atau kohesivitas tim dengan membentuk dan mendukung sinergi tim untuk mampu bekerja secara mandiri dalam mencapai tujuan timnya

Aspek Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)


Perilaku inovatif merupakan proses multi tahapan, dengan aktifitas dan perilaku individu yang berbeda-beda di setiap tahapannya (Scott & Bruce, 1994). Lebih lanjut, Janssen (2000) menambahkan bahwa perilaku inovatif ini merupakan perilaku kompleks yang terdiri dari tiga tahap, yaitu idea generation, idea promotion, idea realization. Berikut akan dijelaskan setiap tahapan dari perilaku inovatif, yaitu : a. Idea Generation Inovasi individu dimulai dengan adanya kesadaran dari individu untuk melihat dan mengenali akan adanya peluang baru dari suatu permasalahan yang muncul (Kanter, dalam Janssen 2000). Janssen (2000) menambahkan bahwa persepsi mengenai permasalahan dalam pekerjaan, merasakan adanya keganjilan, atau munculnya tren merupakan pencetus atau dorongan dalam menghasilkan ide-ide baru. Kemudian dari peluang tersebut, individu akan mulai untuk memproduksi atau membuat suatu ide baru yang bermanfaat dalam berbagai domain pekerjaan. Pendalaman suatu peluang dapat dilakukan dengan mencari cara untuk meningkatkan proses pelayanan atau memikirkan langkah alternatif dalam proses kerja, produk atau layanan (Kanter, dalam Janssen 2000). Inovasi dipacu oleh adanya pengakuan atas suatu peluang baru. Ketika peluang tersebut dihargai, seseorang perlu mengerahkan tenaga untuk memunculkan ide-ide tersebut. Permasalahan utama yang muncul dalam tahapan ini adalah bagaimana membuat individu memusatkan perhatiannya dan bagaimana cara memicu  tindakan individu untuk mengapresiasi dan memusatkan perhatian pada gagasan, kebutuhan dan peluang baru. 
b. Idea Promotion Tahap selanjutnya dari proses inovasi adalah idea promotion. Dalam tahapan ini, individu mencari dukungan untuk ide yang ia bawa serta berusaha untuk membangun sebuah koalisi untuk mendukung ide inovasi tersebut. Scott & Bruce, (1994). Ketika individu telah menghasilkan suatu gagasan, ia harus terlibat dalam aktivitas sosial untuk memperoleh rekan, penyokong dan pendukung ide di sekitarnya (Janssen, 2000). Kanter (1988) juga menjelaskan bahwa individu harus dapat membangun kekuasaan (power) dengan mengajukan gagasan inovasi kepada aliansi yang berpotensi. Hal ini penting dilakukan karena sebagian besar gagasan bersifat tidak pasti, bisa saja memerlukan biaya lebih untuk mengembangkan dan mengimplementasikan inovasi serta memunculkan reaksi penolakan terhadap perubahan. Selain itu, keberhasilan dari suatu inovasi sangat bergantung pada jumlah dan jenis dari kekuatan orangorang yang mendukung ide-ide tersebut. Sebaliknya, kegagalan dari inovasi biasanya disebabkan oleh dukungan yang tidak pasti dan sumber daya yang tidak memadai selama tahapan awal pembangunan ide. Janssen (2000). 
c. Idea Realization Pada tahapan terakhir dari proses inovasi ini, yaitu idea realization, individu melengkapi idenya dengan membuat suatu produk atau prototype atau model dari ide inovasi tersebut yang dapat dialami langsung dan diterapkan dalam suatu pekerjaan, kelompok kerja, ataupun organisasi secara keseluruhan, sehingga nantinya ide tersebut dapat disebarkan, diproduksi secara massal, ataupun digunakan secara produktif Janssen (2000). Tahapan ketiga pada proses inovasi ini melibatkan kerja sama kelompok untuk menyelesaikan ide tersebut dengan mengubahnya menjadi objek konkret dan nyata (secara fisik atau intelektual) yang dapat di transfer kepada orang lain. Inovasi yang sederhana umumnya dapat diimplementasikan oleh individu atau karyawan itu sendiri, sedangkan inovasi yang lebih kompleks biasanya memerlukan kerjasama kelompok yang memiliki anggota dengan berbagai variasi pengetahuan, kompetensi dan peran kerja . Janssen , (2000). Menurut Kleysen & Street (2001), mengklasifikasikan perilaku inovatif memiliki 5 aspek, yaitu : a. Oppurtunity Exploration ; Aspek ini mengacu pada mempelajari atau mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi. b. Generativity ; Aspek ini mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan. c. Formative Investigation ; Aspek ini mengacu pada pemberian perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi, opini, dan melakukan peninjauan terhadap ide-ide tersebut. d. Championing ; Aspek ini mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk merealisasikan ide-ide. e. Application ;Aspek ini mengacu pada mencoba untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif. 
Sedangkan De Jong & Hartog (2007) mengemukakan dan menyederhanakan menjadi empat dimensi perilaku inovatif sebagai berikut: a. Oppurtunity exploration, proses inovasi ditentukan oleh kesempatan. Kesempatan akan memicu individu untuk mencari cara untuk meningkatkan pelayanan, proses pengiriman, atau berusaha memikirkan sebuah alternatif baru mengenai proses kerja, produk atau pelayanan. b. Idea generation, membangkitkan sebuah konsep untuk peningkatan. Idea generation merupakan pengelolaan kembali informasi dan konsep yang telah ada untuk meningkatkan performansi. Individu yang tinggi dalam level ini akan dapat melihat solusi dari sebuah masalah dengan cara pikir yang berbeda. c. Championing, melibatkan perilaku untuk mencari dukungan dan membangun koalisi, seperti mengajak dan mempengaruhi karyawan atau manajemen, dan bernegoisasi mengenai suatu solusi. d. Application, individu tidak hanya memikirkan ide-ide kreatif terhadap suatu hal tapi juga mengevaluasi dan mengaplikasikan ide tersebut ke dalam tindakan nyata Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu yang memiliki perilaku inovatif adalah adanya kesadaran dari individu untuk melihat dan mengenali akan adanya peluang baru dari suatu permasalahan yang muncul, individu mencari dukungan untuk ide yang ia bawa serta berusaha untuk membangun sebuah koalisi untuk mendukung ide inovasi tersebut, serta individu yang mampu melengkapi idenya dengan membuat suatu produk atau prototype atau model dari ide inovasi tersebut yang dapat dialami langsung dan 24 diterapkan dalam suatu pekerjaan, kelompok kerja, ataupun organisasi secara keseluruhan, sehingga nantinya ide tersebut dapat disebarkan, diproduksi secara massal, ataupun digunakan secara produktif

Pengertian Perilaku Inovatif (skripsi dan tesis)

 Perkembangan dari inovasi ini membutuhkan kontribusi dari setiap individu. Dalam perspektif psikologi organisasi, aktifitas-aktifitas tersebut dinamakan innovative work behavioral (perilaku inovatif) (Janssen, 2000). Janssen (2000) mendefinisikan perilaku inovatif sebagai penciptaan, pengenalan dan pengaplikasian gagasan-gagasan baru secara sengaja dalam suatu pekerjaan, kelompok, atau organisasi untuk memperoleh keuntungan dalam kinerja suatu pekerjaan, kelompok atau organisasi. Definisi ini membatasi perilaku inovatif sebagai usaha-usaha yang sengaja dilakukan untuk mendatangkan hasil (outcome) baru yang menguntungkan. Perkembangan dari inovasi ini membutuhkan kontribusi dari setiap individu. Oleh karena itu penting untuk memahami tentang aktivitas individu yang mengarah pada inovasi. Dalam perspektif psikologi organisasi, aktivitas - aktivitas tersebut dinamakan innovative work behavior atau perilaku inovatif (Janssen, 2000). Anderson, De Dreu, dan Nijstad (2004) menjelaskan bahwa Psikologi Organisasi menekankan inovasi pada perspektif individu, termasuk di dalamnya adalah karakteristik individual dan kontekstual yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu inovasi. Penelitian-penelitian mengenai perilaku inovatif ini berusaha untuk menjelaskan mengenai perilaku yang indvidu tunjukkan di lingkungan kerjanya ketika inovasi terjadi 
 Menurut De Jong & Hartog (2007) menyatakan perilaku inovatif kerja adalah perilaku yang meliputi eksplorasi peluang dan ide-ide baru, juga dapat mencakup perilaku mengimplementasikan ide baru, menerapkan pengetahuan baru dan untuk mencapai peningkatan kinerja pribadi atau bisnis. Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreativitas. Kedua hal tersebut memang berkaitan tetapi memiliki konstrak yang berbeda. Perilaku kreatif adalah proses untuk menghasilkan sebuah ide, gagasan, atau pemikiran baru yang berkaitan dengan produk, servis, proses dan prosedur kerja. Sedangkan perilaku inovatif kerja tidak hanya sekedar menghasilkan ide baru tetapi juga melibatkan proses implementasi terhadap ide tersebut khususnya pada seting pekerjaan (De Jong & Hartog, 2010). Messman (2012) mengatakan perilaku inovatif kerja adalah jumlah dari aktivitas kerja fisik dan kognitif yang dilakukan oleh karyawan dalam konteks pekerjaan mereka, baik sendiri maupun berkelompok untuk mencapai satu rangkaian tugas yang dibutuhkan untuk tujuan pengembangan inovasi. Dari sudut pandang pekerja, efektivitas perilaku kerja inovatif berhubungan dengan pengamatan pekerja dalam mengantisipasi permasalahan pekerjaan dan respon rekan kerja terhadap alternatif solusi yang diajukan (De Jong & Hartog 2010). Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku inovatif kerja merupakan perilaku kerja individu yang melalui proses pemunculan ide baru untuk menghasilkan, memperkenalkan dan menerapkan ide baru yang bermanfaat bagi pribadi maupun perusahaan

Pengaruh Perceived Enjoyment terhadap Intention to Use (skripsi dan tesis)

Setiap konsumen dapat mengalami kesenangan secara langsung atau kesenangan dari menggunakan sistem tertentu, dan dapat merasakan keterlibatan secara aktif dalam menggunakan teknologi baru yang akan menjadi menyenangkan dalam diri individu (Davis, 1989; Igbaria, Schiffman, dan Wieckowski, 1994 dalam Liao et at.,2008 ). Intention to Use merupakan aspek manusia yang selalu memberikan perhatian sehingga seseorang bisa merasa senang kepada obyek tersebut yang dapat mendorong tercapai tujuan (Kusumah, 2009). Faktor Perceived Enjoyment ditambahkan dalam TAM menurut Liao et al., (2008) dan (Cheema et al., 2013) penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi kesenangan mempengaruhi minat menggunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Norazah dan Norbayah (2009) membuktikan bahwa faktor-faktor yang ada pada perceived enjoyment berpengaruh signifikan positif terhadap intention to use