Thursday, July 12, 2018

Komponen Sistem Informasi Geografis (skripsi dan tesis)



       Komponen utama SIG dapat dibagi kedalam empat komponen utama, yaitu:
a)    Perangkat Keras
Perangkat keras SIG memiliki pengertian perangkat-perangkat fisik yang digunakan oleh sistem komputer. Perangkat keras SIG berupa digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), harddisk, dan lain-lain.
b)    Perangkat Lunak
Perangkat lunak dari segi SIG merupakan perangkat yang tersusun secara modular. Perangkat lunak aplikasi SIG berupa ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain.
c)    Data dan Informasi Geografi
SIG mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasial dari peta dan masukan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan.
d)    Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian. Organisasi manajemen disebut juga sumberdaya manusia atau brainware, termasuk juga pengguna  (Eddy Prahasta, 2009: 121).
2.    Analisis data Sistem Informasi Geografis
Analisis SIG dapat dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukan. Secara umum terdapat dua fungsi analisis, yakni analisis atribut dan fungsi analisis spasial (Eddy Prahasta, 2001 : 137-139).
a)    Fungsi analisis data atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengolahan basis data (DBMS) dan perluasannya.
1)          Operasi basisdata mencakup:
                                    i.  Membuat basis data baru (create databased).
                                   ii.  Menghapus basis data (drop databased).
                                  iii.  Membuat tabel basis data (create table).
                                 iv.  Menghapus tabel basis data (drop table).
                                  v.  Mengisi dan menyisipkan data (record) ke dalam tabel (insert).
                                 vi.  Mengubah dan mengedit data yang terdapat di dalam tabel basis data (update, edit).
                                vii.  Menghapus data dari tabel (pack)
                               viii.  Membuat indeks untuk setiap tabel basis data
2)          Perluasan operasi basis data
                                    i.  Membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain (export dan import).
                                   ii.  Dapat berkomunikasi dengan basis data yang lain (misalnya dengan menggunakan driver ODBC)
                                  iii.  Dapat menggunakan basis data standard SQL (structured query language).
                                 iv.   Operasi-operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan didalam sistem basis data.
b)    Fungsi analisis spasial antara lain:
1)    Klasifikasi (reclassify)
Fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu.
2)    Jaringan (network)
Fungsi ini me rujuk data spasial titik-titik (point) atau garisgaris (lines) sebagai suatu jaringan yang tak terpisahkan.
3)    Tumpang susun (overlay)
Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya, yaitu dengan cara menumpangsusunkannya.
4)    Buffering
Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik-titik pusatnya. Untuk data spasial garis akan menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon-poligon yang melingkupi garis.
5)    Pengolahan citra digital (digital image processing)
Fungsi ini dimiliki data raster, analisis terdiri dari banyak sub-sub fungsi analisis pengolahan citra digital.

Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG) (skripsi dan tesis)



Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menggabungkan, mengatur, mentransformasi, memanipulasi dan menganalisis data-data geografis. Data geografis yang dimaksud disini adalah data spasial yang ciri-cirinya yaitu: (1) memiliki geometric properties seperti koordinat dan lokasi; (2) terkait dengan aspek ruang seperti persil, kota, kawasan pembangunan; (3) Berhubungan dengan semua yang terdapat di bumi, misalnya data, kejadian, gejala atau obyek; (4). Dipakai untuk maksud-maksud tertentu, misalnya analisis, pemantauan ataupun pengelolaan  (Yosep Yousman, 2004: 7).
 Sistem Informasi Geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok, yaitu sistem, informasi, dan geografis. Berdasarkan ketiga unsur pokok tersebut, maka SIG merupakan salah satu sistem informasi dengan tambahan unsur Geografis (Eddy Prahasta, 2009: 109). BAKOSURTANAL dalam Eko Budiyanto, (2002: 2) menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang berreferensi geografi.
 Sistem informasi geografis memiliki perbedaan pokok dengan system informasi lain. Sistem informasi selain SIG, basis data atributal adalah focus dari pekerjaan sistem, sedangkan SIG mengaitkan data atributal dengan data spasial. SIG member analisis keruangan pada data atribut tersebut.SIG menjelaskan di mana, bagaimana, dan apa yang akan terjadi secara keruangan yang diwujudkan dalam gambaran peta dengan berbagai penjelasan secara deskriptif, tabular, dan grafis. SIG menyajikan data dalam bentuk spasial dan deskriptif.  Berbagai unsur yang dibutuhkan dalam SIG antara lain adalah unsur manusia sebagai ahli, dan sekaligus operator, perangkat keras dan perangkat lunak, serta obyek permasalahan (Eko Budiyanto 2004: 1-2).    
 Sistem informasi geografis duraikan menjadi beberapa subsistem. Subsistem Sistem Informasi Geografi menurut Eddy Prahasta (2009: 118) terdiri dari:
a)    Data input
Subsistem ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber, juga mengkonversi atau mentranformasi format data asli ke dalam format SIG 
b)    Data output
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian data, baik dalam soft copy maupun hard copy dalam bentuk tabel, peta dan grafik.
c)    Data management
     Mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut ke sistem basis data sehingga data spasial tersebut mudah dicari, diupdate, dan diedit.
d)    Data manipulasi dan analisis
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dihasilkan SIG, juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untukmenghasilkan informasi yang diinginkan. Ji

Tata ruang (skripsi dan tesis)



Tata ruang menurut Eko Budiharjo (1995: 21) adalah wujud struktural  dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hierarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Wujud pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.
Perencanaan tata ruang wilayah menurut Robinson Tarigan (2005: 58) adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.
Tujuan penataan ruang menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, sebagai berikut: 1) mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang; 2) memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan 3) mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang. Tujuan penataan ruang adalah menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai subwilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan serasi. Dengan demikian, akan  mempercepat proses tercapainya  kemakmuran dan terjaminnya kelestarian lingkungan hidup. Tata ruang membutuhkan pengendalian dengan kebijakan dan strategi agar menuju sasaran yang diinginkan (Robinson Tarigan, 2005: 59)
Peran tata ruang dalam mitigasi bencana dapat membantu perencanaan fisik sebagai upaya meminimalkan akibat negatif dari bencana yang terjadi. Coburn (1994: 37) berpendapat bahwa banyak terdapat bahaya yang bersifat lokal dengan kemungkinan pengaruhnya yang terbatas pada daerah-daerah tertentu yang sudah diketahui. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat dikurangi jika memungkinkan untuk menghindarkan penggunaan daerah-daerah bahaya untuk tempat-tempat hunian atau sebagai lokasi-lokasi struktur-struktur yang penting. Perencanaan perkotaan perlu memadukan kesadaran akan bahaya-bahaya alam dan mitigasi risiko bencana ke dalam proses-proses normal dari perencanaan pembangunan dari satu kota.

Mitigasi Bencana Gunungapi (skripsi dan tesis)



Tujuan mitigasi bencana gunungapi menurut Oman Abdurahman (2011: 32), yaitu untuk meminimalisir atau meniadakan jatuhnya korban akibat letusan gunungapi. Kegiatan utama mitigasi bencana gunungapi adalah melakukan evaluasi bahaya gunungapi. pemantauan dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bahaya gunungapi. Evaluasi bahaya menghasilkan Peta Daerah Bahaya Gunungapi atau Peta Rawan Bahaya (KRB) Gunungapi. Peta ini menggambarkan kawasan yang berpotensi terkena dampak letusan. Peta tersebut berguna sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menata tataruang wilayah dan menyiapkan evakuasi pada saat masa kritis.  
Upaya mitigasi juga dilakukan melalui identifikasi jenis bahaya dan karakternya. Bahaya gunungapi mempunyai karakter yang tidak dapat diubah. Dengan memahami jenis bahaya dan karakternya, maka dapat dilakukan antisipasi bahayanya. Pemberdayaan masyarakat menjadi sangat vital, terutama pada masyarakat yang belum pernah mengalami peristiwa letusan gunungapi. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas untuk mengurangi kerentanan dengan membutuhkan kesadaran dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bahaya letusan gunungapi menjadi hal yang sangat penting dalam mitigasi bencana.
Pergerakan magma yang mengawali suatu letusan dapat dideteksi oleh peralatan pemantauan. Salah satu unsur dalam kesiapsiagaan, pemantauan gunungapi dilakukan untuk memberikan peringatan dini letusan gunungapi kepada masyarakat. Pemberian peringatan dini dilakukan secara bertahap, karena letusan memperlihatkan gejala awal (precursor) atau tanda-tanda sebelum kejadian. Semakin dekat dengan letusan, maka semakin jelas tanda-tandanya. Tingkatan aktivitas gunungapi secara bertahap dimulai dari Normal, Waspada, Siaga, dan Awas. 




 
  Tabel 4. Penetapan Status Bahaya Gunung Meletus
1
Aktif Normal (level I)
Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dan hasil visual, kegempaan, dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
2
Waspada (level II)
Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya.
3
Siaga (level III)
Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
4
Awas (level IV)
Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan pertama.
Sumber: Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2008)


Prinsip penanggulangan bencana (skripsi dan tesis)



Meliza Rafdiana (2011: 22 - 24) mengatakan bahwa besar kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa, kerusakan, atau biaya-biaya kerugian yang ditimbulkan. Dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan mengidentifikasi:
a)  Bahaya (Hazard) = H
Bahaya merupakanfenomena atau  situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan. Bahaya merupakan potensi penyebab bencana.
b)  Kerentanan (vulnerability) = V
Kerentanan  merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hidup atau merespon potensi bahaya. Kerentanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: kemiskinan, pendidikan, sosial budaya, dan aspek infrastruktur.
c)  Kapasita (Capacity) = C
Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada setiap individu dan lingkungan  yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi, dan pulih dari akibat bencana dengan cepat.
d)  Risiko Bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena merupakan bagian dari dinamika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan menghadapi bencana semakin meningkat.
Prinsip atau konsep yang digunakan dalam penilaian risiko bencana adalah:
Keterangan:
R: Risiko (Risk)
H: Bahaya (Hazard)
V: Kerentanan (Vulnerability)
C: Kapasitas (Capacity)