Sunday, July 21, 2019

Pengaruh Kualitas Auditor Terhadap Audit Delay (skripsi dan tesis0


Kualitas auditor dapat dilihat dari afiliasi Kantor Akuntan Publik (KAP) big4 dan
non-big4. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha dibidang pemberian jasa professional dalam praktek akuntan publik (Rachmawati, 2008).
Pemilihan kantor akuntan publik yang berkompeten kemungkinan dapat membantu waktu penyelesaian audit menjadi lebih segera atau tepat waktu. Penyelesaian waktu audit secara tepat waktu kemungkinan dapat meningkatkan reputasi kantor akuntan publik dan menjaga kepercayaan
klien untuk memakai jasanya kembali untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian besar kecilnya Ukuran Kantor Akuntan Publik kemungkinan dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit laporan keuangan.
Hasil penelitian Ashton, Willingham, dan Elliott (1987) dalam Rahayu (2011)
menemukan bahwa audit delay akan lebih pendek bagi perusahaan yang diaudit oleh KAP  yang tergolong besar. Hasil yang sama juga ditemukan Ahmad dan Kamarudin dalam Yuliana dan Ardiati (2004) yaitu bahwa audit delay pada KAP Big Four akan lebih pendek dibandingkan dengan audit delay pada KAP kecil. Hal ini diasumsikan karena KAP besar memiliki karyawan dalam jumlah yang besar, dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat guna menjaga reputasinya.

Peraturan Pemerintah Indonesia Mengenai Rotasi Wajib Auditor (skripsi dan tesis)


Keraguan mengenai independensi auditor menjadi isu yang banyak
diperbincangkan kalangan profesi akuntan. Isu tersebut berkaitan dengan
pemberian jasa audit oleh auditor. Pemerintah sebagai regulator berusaha mengatasi masalah ini dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang membahas mengenai pergantian KAP secara wajib. Adanya peraturan tersebut diharapkan dapat memfasilitasi kepentingan dari semua pihak baik pihak auditor, pihak perusahaan, dan pihak eksternal.
Di Indonesia, pergantian KAP bersifat voluntary dan mandatory. Pergantian
secara mandatory (wajib dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 423/KMK.06/2002 tentang “Jasa Akuntan Publik”.
Pada tahun 2003 peraturan tersebut diperbaharui dengan Keputusan Menteri
Keungan Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2, yang mengatur bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut oleh seorang Akuntan Publik. Perjalanan sebuah aturan selalu mengikuti perkembangan zaman begitu juga dengan peraturan mengenai pergantian auditor. Peraturan mengenai pergantian auditor tersebut mengalami penyempurnaan dengan dikeluarkannnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 3 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Perubahan yang dilakukan adalah mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut turut ole h seorang Akuntan Publik (pasal 3 ayat 1).
Kemudian Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat menerima kembali penugasan audit umum atas laporan keuangan klien yang sama setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan keuangan klien yang sama (pasal 3 ayat 2 dan ayat 3). Adanya aturan tersebut menyebabkan perusahaan diwajibkan melakukan pergantian Akuntan Publik dan KAP setelah jangka waktu yang ditetapkan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008
tentang “Jasa Akuntan Publik” menjadi landasan yang digunakan dalam penelitian ini karena periode waktu penelitian ini adalah 2010-2014. Peraturan tersebut telah berlaku semenjak 2008 sehingga dimulai dan mengikuti peraturan tersebut periode penelitian ini berlangsung selama 5 (lima) tahun berturut-turut

Opini Auditor (skripsi dan tesis)

Pendapat auditor dalam laporan keuangan auditan sangatlah penting bagi perusahaan maupun pihak-pihak luar yang membutuhkan informasi keuangan perusahaan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Terdapat lima jenis opini yang dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan menurut Mulyadi (2009) yaitu sebagai berikut :
  1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion).
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan terdapat pengecualian yang signifikan 32 mengenai kewajaran dan penerapan Prinsip Akuntansi Berterima Umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi Berterima Umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.
  1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion report with Explanatory Language).
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau telah sesuai standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, tetapi terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (penjelasan lain) laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan.

  1. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion).
Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit apabila lingkup audit dibatasi klien, auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisikondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak disusun dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak ditetapkan secara konsisten.
  1. Pendapat Tidak Wajar (adverse Opinion).
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum sehingga tidak 33 menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien.
  1. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion).
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditor, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:
  1. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit.
  2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Penelitian yang dilakukan Ahmad dan Kamarudin (2003) menyimpulkan bahwa opini audit berpengaruh positif terhadap audit report lag dimana audit report lag akan dialami lebih panjang pada perusahaan yang mendapatkan qualified opinion. Hal ini didasarkan adanya kemungkinan kontra antara auditor dengan manajemen perusahaan yang berpengaruh terhadap penerbitan laporan keuangan.
Adapun proses pemberian pendapat qualified opinion tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama, karena hal ini melibatkan proses negosiasi yang cukup rumit antara auditor dengan manajemen perusahaan. Akan tetapi, Iskandar dan Trisnawati (2010) membuktikan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Hal ini disebabkan pemberian opini audit dilakukan pada tahap terakhir pada proses audit, sehingga pendapat apapun yang diberikan auditor kepada perusahaan tidak mempengaruhi lamanya audit report lag

Ukuran Kantor Akuntan Publik (skripsi dan tesis)

Kantor akuntan publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Menurut Arens, et al. (2008), terdapat empat kategori ukuran kantor akuntan publik (KAP), antara lain KAP Internasional, KAP lokal dan regional, KAP nasional, dan KAP kecil.
Kantor akuntan publik (KAP) internasional dikenal dengan julukan “The Big Four” dimana masing-masing kantor akuntan publik (KAP) internasional memiliki kantor di setiap kota besar di Amerika Serikat dan di banyak kota besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Tabel berikut menunjukkan mitra KAP Internasional Big Four dengan KAP di Indonesia.
Tabel 1.2
Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)

The Big FourMitra Indonesia
Deloitte Touche TohmatsuOsman, Bing, Satrio dan rekan
Ernst and YoungPurwantono, Sarwoko, dan Sandjaja
Kingsfield, Peat, Marwick, Goerdeller (KPMG)Siddharta dan Widjaja
Price Waterhouse Coopers (PWC)Haryanto, Sahari dan rekan
Sumber: Tuanakkotta (2011).

 KAP besar cenderung memiliki karyawan dalam jumlah yang besar, dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat guna menjaga reputasinya (Utami, 2006).
Hal ini diperkuat oleh pendapat Prabandari dan Rustiana (2007) yang menyatakan bahwa KAP Big Four pada umumnya memiliki sumber daya yang lebih besar (kompetensi, keahlian, dan kemampuan auditor, fasilitas, sistem dan prosedur pengauditan yang digunakan, dll) dibandingkan dengan KAP non Big Four, sehingga KAP Big Four akan dapat menyelesaikan pekerjaan audit dengan lebih efektif dan efisien.
Selain itu, KAP Big Four cenderung memperoleh insentif yang lebih tinggi atas pekerjaan yang dilakukannya dibanding dengan KAP non Big Four. Proses pengauditan yang dilakukan KAP Big Four cenderung lebih singkat yang merupakan cara mereka untuk mempertahankan reputasinya. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP yang termasuk Big Four cenderung lebih cepat menyelesaikan tugas audit bila dibandingkan dengan KAP non Big Four.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Walker dan Hay (2006) serta Iskandar dan Trisnawati (2010) menyatakan bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap audit report lag. Sedangkan Prabandari dan Rustiana (2007) menyatakan bahwa audit report lag tidak terbukti dipengaruhi oleh ukuran KAP. Menurut Prabandari dan Rustiana (2007), KAP Big Four lebih cepat menyelesaikan tugas audit, dikarenakan bahwa mereka harus menjaga reputasi. KAP Big Four umumnya memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan KAP non Big Four sehingga mereka dapat menyelesaikan pekerjaan auditnya relatif lebih efektif dan efisien.
Namun demikian, dengan adanya semakin ketatnya persaingan dalam lingkungan KAP, maka KAP non Big Four berusaha untuk mengaudit laporan keuangan klien dengan efektif dan efisien yang ditunjukkan bahwa dalam penelitian mereka selisih audit report lag pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan KAP non Big Four hanya selama 5 hari dengan selisih standar deviasi 3 hari. KAP non Big Four berusaha untuk memberikan jasa audit kepada kliennya dengan kualitas yang sama baiknya dengan KAP Big Four.
Berdasarkan Buku Profil Akuntan Publik dan Kantor AkuntanPublik tahun 2014 yang dipublikasikan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), ukuran KAP dapat dibedakan berdasarkan komposisi jumlah rekan KAP sebagaimana diuraikan berikut ini :
  1. KAP Kecil : KAP Perseorangan
  2. KAP Menengah : KAP Persekutuan dengan 2-5 orang rekan
  3. KAP Besar : KAP Persekutuan dengan 6-10 orang rekan
  4. KAP Sangat Besar : KAP Persekutuan dengan >10 orang rekan, namun tidak termasuk KAP Big Four
  5. KAP Big Four : KAP yang bekerja sama dengan OAA yang merupakan kategori Big Four di dunia.
Sementara berdasarkan Mustofa (2014), ukuran KAP dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. KAP Kecil : KAP Perseorangan
  2. KAP Menengah : KAP Persekutuan dengan 2-10 orang rekan
KAP Besar : KAP Persekutuan dengan >10 orang rekan

Auditor Switching (skripsi dan tesis)


Keraguan mengenai independensi auditor menjadi isu yang banyak diperbincangkan kalangan profesi akuntan. Isu tersebut berkaitan dengan pemberian jasa audit oleh auditor. Pemerintah sebagai regulator berusaha mengatasi masalah ini dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang membahas mengenai pergantian KAP secara wajib. Adanya peraturan tersebut diharapkan dapat memfasilitasi kepentingan dari semua pihak baik pihak auditor, pihak perusahaan, dan pihak eksternal.
Di Indonesia, pergantian KAP bersifat voluntary dan mandatory. Pergantian secara mandatory (wajib dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 423/KMK.06/2002 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Pada tahun 2003 peraturan tersebut diperbaharui dengan Keputusan Menteri Keungan Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2, yang mengatur bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut oleh seorang Akuntan Publik.
Perjalanan sebuah aturan selalu mengikuti perkembangan zaman begitu juga dengan peraturan mengenai pergantian auditor. Peraturan mengenai pergantian auditor tersebut mengalami penyempurnaan dengan dikeluarkannnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 3 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Perubahan yang dilakukan adalah mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut turut ole h seorang Akuntan Publik (pasal 3 ayat 1). Kemudian Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat menerima kembali penugasan audit umum atas laporan keuangan klien yang sama setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan keuangan klien yang sama (pasal 3 ayat  2 dan ayat 3). Adanya aturan tersebut menyebabkan perusahaan diwajibkan melakukan pergantian Akuntan Publik dan KAP setelah jangka waktu yang ditetapkan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik” menjadi landasan yang digunakan dalam penelitian ini karena periode waktu penelitian ini adalah 2010-2014. Peraturan tersebut telah berlaku semenjak 2008 sehingga dimulai dan mengikuti peraturan tersebut periode penelitian ini berlangsung selama 5 (lima) tahun berturut-turut.
Auditor switching  adalah pergantian auditor atau Kantor Akuntan Publik yang dilakukan secara mandatory atau voluntary. Pergantian tersebut dapat disebabkan beberapa faktor baik dari pihak perusahaan atau KAP. Faktor tersebut diantaranya ukuran KAP, ukuran perusahaan klien, pertumbuhan perusahaan klien, financial distress, pergantian manajemen, opini, dan peluang dalam manipulasi income.
Teori keagenan menggambarkan hubungan keagenan sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang menggunakan agent untuk melaksanakan jasa yang menjadi kepentingan principal. Terdapat dua bentuk keagenan, yaitu antara manajer dengan pemegang saham dan hubungan antara manajemen dengan pemberi pinjaman. Berikut adalah gambaran hubungan auditor, perusahaan dan pengguna laporan keuangan diluar perusahaan:
Pergantian auditor secara mandatory tertuang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik bahwa pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik atas informasi keuangan historis keuangan suatu klien untuk tahun yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu untuk Perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan, dana pension, industri di sector pasar modal, Perusahaan asuransi, dan Badan Usaha Milik Negara. Lebih lanjut ditegaskan oleh Undang-Undang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2016 yang memberikan batasan paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dilakukan oleh KAP yang sama dan oleh Akuntan Publik yang sama. Pergantian Akuntan Publik secara voluntary artinya Perusahaan melakukan pergantian Akuntan Publik sendiri sebelum 5 (lima) tahun. Hal ini bisa terjadi karena dua alasan yaitu faktor dari aturan dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut dan Perusahaan itu sendiri.Pergantian auditor yang terjadi karena faktor dari Perusahaan misalnya fee auditor yang terlalu tinggi dan kualitas auditor yang tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan, sedangkan faktor pergantian auditor karena faktor aturan Kementerian keuangan memang karena hal ini sudah diatur terlebih dahulu dalam Undang-Undang ataupun Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
Saat ini pergantian auditor telah diatur dengan peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik yang merupakan peraturan lebih lanjut dari Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Peraturan ini dirasakan akan dapat memberikan keuntungan tersendiri karena auditor dapat mempertahankan klien yang menggunakan jasanya untuk memeriksa laporan keuangan karena peraturan ini tidak mengatur batasan paling lama periode perikatan audit atas laporan keuangan historis dengan KAP yang sama, dengan catatan setiap paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut KAP harus mengganti Akuntan Publik atau Akuntan Publik Terasosiasi yang melakukan audit atas laporan keuangan historis pada perusahaan tersebut

Pengertian Audit Delay (skrispi dan tesis)


Audit Delay didefinisikan sebagai lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit (Halim, 2000). Senada dengan pernyataan Halim, Aryati (2005) menyebutkan Audit Delay sebagai rentang waktu penyelesaian laporan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan keuangan auditor independen atas audit laporan keuangan perusahaan sejak tanggal tutup buku perusahaan, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen.
Audit Delay adalah rentang waktu antara tanggal tutup buku dengan tanggal pelaporan laporan keuangan. Semakin lama rentang Audit Delay, semakin tidak tepat waktu. Ketepatan waktu merupakan salah satu syarat relevansi dan keandalan penyajian laporan keuangan, namun pada penerapan ketepatan waktu pelaporan terdapat banyak kendala. Untuk melihat ketepatan waktu, biasanya suatu penelitian melihat ketepatwaktuan pelaporan (lag). (Margaretta dan Soepriyanto, 2012)
Menurut Dyer dan McHugh, ada tiga kriteria ketepatwaktuan, yaitu: ketepatwaktuan audit (Auditors’ Report Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani; keterlambatan Pelaporan (Reporting Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan auditor ditandatangani sampai tanggal pelaporan oleh BEI; dan keterlambatan total (Total Lag) yaitu interval jumlah hari antara tanggal periode laporan keuangan sampai tanggal laporan dipublikasikan oleh bursa (Margaretta dan Soepriyanto, 2012)
Keterlambatan penyelesaian audit laporan keuangan dapat disebabkan karena perusahaan berusaha untuk mengumpulkan informasi yang banyak untuk menjamin keandalan dari laporan keuangan (IAI, 2007:8). Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP 36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan yang disertai dengan laporan auditor independen harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 90 hari setelah tanggal laporan keuangan. Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa dalam hal penyampaian laporan tahunan dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai keterlambatan penyampaian laporan keuangan tahunan.
Menurut Dyer dan Mchugh dalam Pramesti dan Dananti (2012) membagi keterlambatan atau lag menjadi:
  1. Prelimary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.
  2. Auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
  3. Total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan ke tahunan publikasi oleh pasar

Pengertian Pajak (skripsi dan tesis)


Pengertian pajak beranekaragam tergantung dari sudut kajian bagi
mereka yang merumuskannya, berkaitan dengan defenisi pajak. Menurut Dr.
P. J. A Adriani, ”Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)
yang terhutang oleh WP untuk membayarnya menurut peraturan dengan
tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.”
Menurut Sudarsono, “Pungutan wajib, biasanya berupa utang yang
harus dibayaroleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau
pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan barang, harga beli
barang dan sebagainya.”
Menurut Soemitro, “Pajak adalah iuran rakyat kepada khas negara
berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membiayai penggunaan umum.”
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, “Pajak adalah iuran rakyat
kepada negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan), yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan.”
Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets, “Pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran
pemerintahan”.
Menurut Guritno Mangkoesoebroto, “Pajak adalah suatu pungutan
yang merupakan hak prerogative pemerintah, pungutan tersebut didasarkan
pada Undang-Undang, pemungutannya dapat dipisahkan kepada subjek
pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat di tunjukkan
penggunaannya”.16
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, “pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, pajak adalah “kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat