Saturday, May 30, 2020

Aspek- aspek Internal locus of control (skripsi dan tesis)


Levenson (dalam Chairani dan Dipayanti, 2012) membagi pusat kendali
(locus of control) kedalam tiga aspek yakni:
a. Aspek Internal (I)
Merupakan keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup individu
ditentukan dirinya sendiri.
20
b. Aspek powerfull others (P)
Merupakan keyakinan individu bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh orang lain.
c. Aspek chance (C)
Merupakan keyakinan seeorang bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh keberuntungan, nasib dan kesempatan.
Rotter (dalam Jaya dan Rahmat, 2005) mengklasifikasikan internal locus
of control kedalam tiga aspek, antara lain:
a. Kemampuan
Individu yang memiliki internal locus of control percaya pada kemampuan
yang ia miliki. Kesuksesan dan kegagalan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan yang ia miliki.
b. Minat
Individu yang memiliki internal locus of control memiliki minat yang
lebih besar terhadap kontrol perilaku, peristiwa dan tindakan individu
sendiri.
c. Usaha
Individu yang memiliki internal locus of control bersikap pantang
menyerah dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengontrol
perilakunya.
Kutanis, Mesci, dan Ovdur (dalam Widjaja, 2014) menguraikan
mengenai tujuh aspek yang menentukan tingginya internal locus of control yang ada dalam diri seseorang, antara lain:
1. Kemampuan memilih kegiatan
Yang dijelaskan sebagai kesanggupan menunjukkan kemampuan dan
bukan karena adanya kesempatan untuk berperan.
2. Tanggung jawab atas keputusan
Yaitu bagaimana individu dengan internal locus of control bertanggung
jawab atas keputusannya sendiri dan merasa bahwa nasibnya ditentukan
oleh keputusannya sendiri.
3. Kemampuan mengendalikan perubahan
Ini berarti orang-orang yang memiliki internal locus of control bersikap
aktif menghadapi suatu perubahan.
4. Kemampuan mengendalikan lingkungan
Dengan mencari informasi yang berarti aktif mencari informasi baru dan
menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah yang
kompleks sehingga ia dianggap memiliki kemampuan menyesuaikan diri.
5. Kemampuan coping terhadap stres
Artinya individu dengan internal locus of control memiliki kemampuan
coping yang baik terhadap stres.
6. Kepuasan belajar dengan menunjukkan prestasi
Artinya individu memiliki kepuasan belajar yang tinggi, memiliki
kemampuan belajar yang baik, dan akan cepat berkembang.
7. Motivasi belajar berdasarkan ekspektasi
Artinya individu dengan internal locus of control memiliki rasa percaya
diri dan mempunyai keyakinan pada kemampuannya. Individu percaya
bahwa dengan menunjukkan penampilan yang baik berarti individu akan
menerima reward yang layak dan individu tidak bergantung pada hadiah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan pendapat Levenson
yang menyatakan bahwa aspek-aspek internal locus of control yaitu: internal (I), powerfull others (P), dan chance (C).

Pengertian Interrnal Locus of Control (skripsi dan tesis)


 Greenhaus (dalam Pinasti, 2011) mendefinisikan internal locus of control mengacu pada kecenderungan menempatkan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang di dapat dalam hidup individu apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri. Internal locus of control juga dapat memberikan gambaran terhadap keyakinan individu mengenai sumber penentu perilakunya. Disisi lain individu juga harus memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan yang terjadi di dalam kontrol yang dimilikinya. Rotter (dalam Purnomo, 2010) internal locus of control adalah suatu variabel kepribadian, yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib. Individu harus mempunyai keyakinan yang   kuat terhadap dirinya, karena segala tindakan yang terjadi pada diri individu merupakan tanggung jawab pribadi individu yang bersangkutan. Macdonald (dalam Utami dan Noegroho, 2007) mendifinisikan bahwa internal locus of control yaitu sejauh mana individu merasakan hubungan kontijensi antara tindakan dan hasil yang diperoleh. Tindakan yang dilakukan indiviu akan diukur dengan hasil yang yang didapat, dan harus saling berhubungan. Menurut Nesfvi (dalam Chairani dan Dipayanti, 2012) internal locus of control adalah derajat yang menentukan atribusi individu terhadap keputusan yang dibuat sendiri atau faktor dalam. Individu mempunyai keputusan sendiri dalam menentukan sikap hidupnya. Keputusan individu akan menentukan sejauh mana, dan apa yang akan dilakukan, serta apa yang akan di terima individu dimasa sekarang dan mendatang. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disimpulkan bahwa internal locus of control adalah suatu kecenderungan dalam menempatkan persepsi atas suatu kejadian yang didapat dalam hidupnya, yang harus didasari pada keyakinan dalam berusaha namun tetap mengontrol nasibnya.

Aspek-aspek resiliensi (skripsi dan tesis)


Menurut Connor & Davidson (dalam Rinaldi, 2010), resiliensi terdiri dari
5 aspek diantaranya:
1. Kompetensi personal, standar yang tinggi dan keuletan.
Memperlihatkan bahwa Individu merasa sebagai orang yang mampu
mencapai tujuan dalam situasi kemunduran atau kegagalan.
2. Percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan
kuat/tegar dalam menghadapi stres.
Hal tersebut berhubungan dengan ketenangan, cepat melakukan coping
terhadap stress, berpikir secara hati-hati dan tetap fokus sekalipun sedang
dalam menghadapi masalah.
3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang
aman (secure) dengan orang lain.
Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi atau mampu
beradaptasi jika menghadapai perubahan.
4. Kontrol diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta atau
mendapatkan bantuan dari orang lain.
5. Pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib.
Xiaonan & Zhang (dalam Apriawal, 2012) membagi resiliensi ke dalam
tiga aspek, yaitu:
a. Tenacity, yaitu menggambarkan ketenangan hati, ketetapan waktu, dan
control diri individu saat menghadapi situasi yang sulit serta saat
menghadapi tantangan.
b. Strength, yaitu fokus pada kapasitas individu untuk dapat pulih kembali dan
menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan pengalaman
traumatis masa lalau.
c. Optimism, yaitu merefleksikan kecenderungan individu untuk melihat sisi
positif suatu hal dan percaya terhadap diri sendiri serta lingkungan sosial.
Reivich dan Shatte (dalam Widuri, 2012), memaparkan tujuh
kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut:
a. Regulasi emosi (emotion regulation)
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi
yang menekan. Pengaturan emosi yang baik akan memunculkan sikap
tenang yang bisa membuat individu bisa berpikir dan membuat rencana
untuk menata kehidupannya kedepan menjadi lebih baik.
b. Impulse Control
Pengendalian impuls adalah kemampuan Individu untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.
Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan
kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Individu yang memiliki control
impuls yang rendah akan cenderung berpengaruh terhadap emosi yang bisa
mengendalikan pikiran dan tingkah laku mereka.
c. Optimism
Individu yang resilien adalah individu yang optimis, optimisme adalah
ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang. Individu yang
mempunyai sikap optimis akan merasa mampu untuk bangkit dari situasi
sulit, dan percaya bahwa dia bisa lebih baik di masa yang akan datang.
d. Causal Analysis
Causal analysis merujuk pada kemampuan individu untuk
mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang ia
hadapi. Aspek ini sangat di butuhkan oleh seorang individu, karena
meupakan dasar untuk mengambil tindakan berikutnya. Kemampuan ini
haruslah dimiliki karena selain sebagai dasar, juga sebagai sebuah referensi
diri dalam menentukan apa yang dilakukan kedepan. Individu yang
mempunyai causal analysis yang baik, akan mampu menata ulang rencana
dan siap melangkah lagi dengan rencana yang lebih matang.
e. Empati
Empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca
tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Individu yang
mempunyai sikap empati akan cenderung lebih mudah bersosialisasi, karena
individu lebih peka dalam membaca kondisi orang lain. Dengan kondisi itu
individu bisa mendapatkan dukungan positif dari banyak orang bila ia
berada dalam situasi sulit. Hal itu tentu akan sangat berpengaruh terhadap
resiliensi individu yang bersangkutan.
f. Self-efficacy
Self-efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa individu mampu
memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan resiliensi, karena dengan sikap itu individu
akan merasa mampu bangkit darri situasi yang sulit.
g. Reaching out
Adalah suatu kemampuan untuk bisa mengambil hikmah ataupun hal positif
yang didapat dalam suatu kegagalan. Individu yang mempunyai kemampuan
ini cenderung memandang segala sesutau secara positif, sehingga mampu
mengatasi situasi sulit yang dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menggunakan pendapat Connor
dan Davidson yang menyatakan bahwa aspek-aspek resiliensi yaitu: kompetensi
personal, percaya pada diri sendiri, menerima perubahan secara positif, kontrol diri, dan pengaruh spiritual

Faktor-faktor resiliensi (skripsi dan tesis)


Grotberg (dalam Maulidya dan Eliana, 2013), mengemukakan faktorfaktor resiliensi yang diidentifikasikan berdasarkan sumber-sumber yang
berbeda adalah:
a. I Have
Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber dalam
meningkatkan resiliensi. Sebelum indicidu menyadari akan siapa dirinya (I Am)
atau apa yang bisa dia lakukan (I Can), individu membutuhkan dukungan
eksternal dan sumberdaya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan
keamanan yang meletakkan fondasi, yaitu inti untuk mengembangkan resilience.
Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan
resiliensi. Sumber-sumbernya adalah adalah sebagai berikut:
1. Trusting relationships (mempercayai hubungan)
Kasih sayang dan perhatian sangatlah dibutuhkan oleh individu dalam
menjalankan kehidupannya, hal ini tentu akan sangat membantunya
dalam memberikan respon dan hubungan timbal balik yang lebih baik
dalam melakukan hubungan solsial.
2. Struktur dan aturan di rumah
Orang tua tentu menginginkan kehidupan anaknya lebih baik dan
disiplin. Sehingga orang tua memberikan pengatran jadwal rutinitas
yang dilakukan anaknya. Rutinitas tersebut tentunya diikuti dengan
peraturan yang di buat dengan tujuan anak agar bisa mengikutinya.
Jika tidak diikuti atau dilanggar, maka orang tua akan memberikan
hukuman, tetapi setelah itu harus meminta maaf kepada anak, agar
anak tidak merasa diintimidasi dan juga agar hubungan tetap terus
berjalan baik dalam kehidupan keluarga.
3. Role models
Bermain peran atau menjadikan diri sebagai peran untuk dirinya akan
membuat individu akan merasa lebih bisa mengerti bagaimana
posisinya sebagai orang yang di perankan, dengan kata lain, hal ini
bertujuan untuk melatih individu untuk bisa memahami dan mengerti
eksistensinya dalam berperilaku dan berrhubungan sosial
4. Dorongan agar menjadi otonom
Mendorong anak untuk bisa mandiri dan bisa mengatur sendiri dirinya
dengan baik, agar bisa menjadi pribadi yang mandiri. Hal itu harus
dilakukan agar individu bisa bebas dalam berkembang dan bisa lebih
kreatif dalam menentukan kemana jalan yang benar untuk di tuju dan
mampu membawanya ke dalam hal yang lebih baik. Karena individu
yang bijak adalah individu yang mampu memberikan otonom kepada
orang lain untuk bisa mengeksplor dirinya dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk berkembang.
5. Akses pada kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan layanan
keamanan.
Individu secara pribadi maupun keluarga, dapat mengandalkan layanan
yang konsisten untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi
oleh keluarganya yaitu rumah sakit dan dokter, sekolah dan guru,
layanan sosial, serta polisi dan perlindungan kebakaran atau layanan
sejenisnya.
b. I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri.
Faktor ini meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam diri anak. Ada
beberapa bagian-bagian dari faktor dari I Am yaitu:
1. Perasaan dicintai dan perilaku yang menarik
Individu sadar bahwa orang menyukai dan mengasihi dia. individu
akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan
mencintainya. Individu dapat mengatur sikap dan perilakunya jika
menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan
orang lain.
2. Mencintai, empati, dan altruistik
Individu mengasihi orang lain dan menyatakan kasih sayang tersebut
dengan banyak cara. Dia peduli akan apa yang terjadi pada orang lain
dan menyatakan kepedulian itu melalui tindakan dan kata-kata.
Individu akan merasa tidak nyaman dan menderita karena orang lain
dan ingin melakukan sesuatu untuk berhenti atau berbagi penderitaan
atau kesenangan
3. Bangga pada diri sendiri
Individu mengetahui dirinya adalah seseorang yang penting dan
merasa bangga pada siapakah dirinya dan apa yang bisa dilakukan
untuk mengejar keinginannya. Individu tidak akan membiarkan orang
lain meremehkan atau merendahkannya. Ketika individu mempunyai
masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu
mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.
4. Otonomi dan tanggung jawab
Individu dapat melakukan sesuatu dengan caranya sendiri dan
menerima konsekuensi dari perilakunya tersebut individu merasa
bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut.
Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan
dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.
5. Harapan, keyakinan, dan kepercayaan
Individu percaya bahwa ada harapan baginya dan bahwa ada orangorang dan institusi yang dapat dipercaya. Individu merasakan suatu
perasaan benar dan salah, percaya yang benar akan menang, dan ingin
berperan untuk hal ini. Individu mempunyai rasa percaya diri dan
keyakinan dalam moralitas dan kebaikan, serta dapat menyatakan hal
ini sebagai kepercayaan pada Tuhan atau makhluk rohani yang lebih
tinggi.
c. I Can
“I Can” adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk
mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain,
memecahkan masalah dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan,
pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat
membutuhkannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi faktor I can yaitu:
1. Berkomunikasi
Individu mampu mengekspresikan pemikiran dan perasaan kepada orang
lain dan dapat mendengarkan apa yang dikatakan orang lain serta
merasakan perasaan orang lain.
2. Pemecahan masalah
Individu dapat menilai suatu permasalahan, penyebab munculnya masalah
dan mengetahui bagaimana cara mecahkannya. Individu dapat
mendiskusikan solusi dengan orang lain untuk menemukan solusi yang
diharapkan dengan teliti. Individu mempunyai ketekunan untuk bertahan
dengan suatu masalah hingga masalah tersebut dapat terpecahkan.
3. Mengelola berbagai perasaan dan rangsangan
Individu dapat mengenali perasaannya, memberikan sebutan emosi, dan
menyatakannya dengan kata-kata dan perilaku yang tidak melanggar
perasaan dan hak orang lain atau dirinya sendiri. Individu juga dapat
mengelola rangsangan untuk memukul, melarikan diri, merusak barang,
berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.
4. Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain.
Individu memahami temperamen dirinya sendiri (bagaimana bertingkah,
merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan
juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk
mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi,
membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan
berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi.
5. Mencari hubungan yang dapat dipercaya.
Individu dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman
sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna
mendapatkan rasa percaya diri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor resiliensi
untuk I Am, I Have, dan I Can.

Pengertian Resiliensi (skripsi dan tesis)


 Rutter (dalam Tommy dkk, 2006) berpendapat bahwa resiliensi merupakan proses interaksi antara faktor individual dan lingkungan yang memberikan hasil yang baik ketika menghadapi kesulitan hidup. Wolin dan Wolin (dalam Abidin, 2011) berpendapat bahwa resiliensi sebagai suatu keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidup atau kapasitas individu untuk tetap sehat mental (wellness) dan terus memperbaiki diri (self repair). Menurut reivich & shatte dan Norman (dalam Widuri, 2012), resiliensi merupakan kemampuan individu untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit. Siebert (dalam Aprillia, 2013) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Zautra & Hall (dalam Maulidya dan Eliana, 2013) resiliensi merupakan kemampuan adaptasi positif dalam menghadapi pengalaman sulit atau trauma. Desmita (2015) berpendapat bahwa resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkan  untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kodisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Berdasarkan uraian pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa resiliensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkan untuk mengatasi tantangan dalam hidup, serta kemampuan beradaptasi terhadap diri dan lingkungan, ketika dihadapkan pada masalah dan kondisi sulit yang ada.

Monday, May 18, 2020

Pengertian Pajak (skripsi dan tesis)


Definisi pajak yang dikemukakan oleh  Adriani yang telah diterjemahkan oleh (Waluyo, 2013: 2). Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipakasakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali. yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.

Wednesday, May 13, 2020

Terdapat pengaruh atribut produk terhadap keputusan pembelian (skripsi dan tesis)

 Atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan pembelian. Komponen – komponen yang ada di dalam atribut produk sering merupakan dasar pengambilan keputusan pembelian bagi seorang konsumen (Tjiptono, 2008). Atribut produk sering dapat memuaskan harapan pembeli akan terjaminnya pemenuhan kebutuhan dan keinginannya akan suatu produk (Gitosudarmo dalam Narjono, 2012: 10). Oleh karena itu, atribut produk yang baik akan mempengaruhi keputusan pembelian oleh konsumen.