Monday, June 24, 2024

Dimensi Loyalitas Pelanggan

 


Loyalitas pelanggan adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan
dalam menjaga keberlangsungan usahanya. Pelanggan yang setia adalah mereka
yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai
antusiasme untuk memperkenalan kepada siapapun yang mereka kenal. Sikap
loyal pelanggan merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan dalam membina
hubungan dengan para pelanggannya. Dimensi loyalitas menurut Griffin
(2013:12) terdapat 4 (empat) faktor yang mengarah pada bentuk loyalitas atau
kesetiaan seorang pelanggan terhadap perusahaan. Adapun empat faktor atau
dimensi tersebut yaitu:

  1. Pembelian ulang (repeat buyer) Pelanggan membeli kembali produk yang
    sama yang ditawarkan oleh perusahaan atau bisa diartikan pelanggan
    membeli ulang produk yang sebelumnya dibeli.
  2. Pembelian antar lini produk dan layanan lain (purchasses across product
    and service lines) Pelanggan melakukan pembelian antar lini produk atau
    jasa yang ditawarkan perusahaan.
  3. Merekomendasikan kepada yang lain (referes other) Pelanggan melakukan
    komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada
    orang lain atau lingkungan sekitarnya. Biasanya hal ini perusahaan sering
    melakukan promosi yang bisa membuat pelanggan menjadi senang dan
    percaya.
  4. Menunjukan kekebalan terhadap produk pesaing (demonstrates immunity
    to the full of competitions) Pelanggan bertahan atau setia pada perusahaan,
    pelanggan tidak akan tertarik terhadap penawaran produk atau jasa sejenis
    yang ditawarkan dan dihasilkan oleh pesaing.

Karakteristik Loyalitas Pelanggan

 


Pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Pelanggan
yang loyal memiliki beberapa karakteristik yang dapat menunjukan seberapa besar
pelanggan loyal terhadap suatu produk atau jasa. Seperti yang di ungkapkan oleh
Kotler dan Keller (2016:650) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai
berikut:

  1. Satisfaction : tetap bersama perusahaan selama ekspektasi terpenuhi.
  2. Repeat purchase : kembali ke perusahaan untuk membeli lagi.
  3. Word of Mouth/Buzz : memasang reputasinya untuk memberi tahu orang lain
    mengenai perusahaan.
  4. Evangelism : meyakinkan orang lain untuk membeli produk perusahaan.
  5. Ownership : merasa bertanggung jawab atas kesuksesan perusahaan yang
    berkelanjutan.

Pengertian Loyalitas Pelanggan

 


Keberlangsungan suatu perusahaan bergantung pada kemampuan
perusahaan dalam menjaga pelanggannya agar pelanggan mereka dapat loyal
dengan perusahaan tersebut dan tidak berpindah dengan perusahaan yang lain.
Loyalitas pelanggan secara umum dapat diartikan kesetiaan pelanggan untuk
melakukan pembelian secara berkala atas suatu produk atau jasa tertentu.
Menurut Kotler dalam Inka Janita Sembiring, Suharyono dan Andriani
Kusumawati (2014:4) menyatakan bahwa “loyalitas adalah sebagai komitmen
yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk
atau jasa yang disukai dimasa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran
yang menyebabkan pelanggan beralih.”
Adapun menurut Oliver yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2014:393)
mendefinisikan loyalitas adalah “loyalitas pelanggan (customer loyalty) komitmen
yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk/jasa
yang disukai secara konsisten dimasa mendatang, sehingga menimbulkan
pembelian merek atau rangkaian merek yang sama secara berulang, meskipun
pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi untuk menyebabkan
perilaku beralih merek”
Sedangkan menurut Griffin yang dikutip oleh Sangadji dan Shopiah
(2013:104) menyatakan bahwa “Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku
unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus
menerus terhadap barang atau jasa dari suatu perusahaan yang dipilih. Dengan
pembelian yang dilakukan pelanggan secara terus-menerus dapat memberikan
keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.”

Dimensi Brand Attachement

 


Dimensi Brand Attachment menurut Thomson, MacInnis & C. Whan
(2005) adalah sebagai berikut:

  1. Affection (Perasaan hangat terhadap Merk)
    1) Affectionate (Mengharukan) Sejauhmana tingkat keharuan/kehangatan
    yang dirasakan pelanggan terhadap komunikasi pemasaran perusahaan
    dalam media Iklan, Car Branding, dan lain-lain.
    2) Friendly (Keramah tamahan) Pelanggan merasakan sejauhmana tingkat
    keramahan dan persahabatan dalam interaksi dengan personil jasa
    Jamkrida Jabar perusahaan ini.
    3) Loved (Dicintai) Sejauhmana tingkat kecintaan dan kedalaman kesan yang
    dirasakan pelanggan terhadap memori/pengalaman selama menggunakan
    layanan perusahaan Jamkrida Jabar.
    4) Peaceful (Tentram dan Damai) Pelanggan merasakan tentram dan damai
    berada disekitar/bersama karyawan perusahaan dan disekitar/bersama
    pelanggan lain; seperti layaknya berkumpul bersama keluarga.
  2. Connection (perasaan ikut terlibat/terikat pada Merk)
    1) Attached (melekatkan) Sejauhmana tingkat kesesuaian/kesamaan yang
    dirasakan pelanggan antara konsep diri dengan pesan dalam komunikasi
    pemasaran atau dengan kepribadian personil jasa pada perusahaan.
    2) Bonded (mengikat) Pelanggan akan ikut merasa menyesal dan sedih
    kepada orang lain atau pelanggan lain, jika perusahaan sampai
    memberhentikan/menstop operasional jasanya.
    3) Connected (mempunyai koneksi/hubungan) Pelanggan akan merasakan
    hatinya terluka jika ada orang lain yang mengejek layanan perusahaan
    Jamkrida Jabar, dan sebaliknya merasa hatinya tersanjung jika ada orang
    lain yang memuji-muji layanan perusahaan.
  3. Passion (kecenderungan perasaan positif pada Merk)
    1) Passionate (penuh gairah) Sejauhmana tingkat antusiasme yang dirasakan
    pelanggan, manakala spirit komunikasi pemasaran perusahaan Jamkrida
    Jabar ini dibandingkan dengan spirit pribadi pelanggan.
    2) Delighted (menggembirakan, menyenangkan) Sejauhmana tingkat
    kesenangan yang dirasakan pelanggan, mana kala kontak personil jasa dari
    perusahaan dibandingkan dengan harapan yang ia miliki.
    3) Captivated (memikat dan menawan hati) Sejauhmana tingkat keterpikatan
    perasaan pelanggan manakala komunikasi pemasaran perusahaan dinilai
    dari sudut pandang komunitas/lingkungan pelanggan. Dengan
    menggunakan layanan Jamkrida Jabar perusahaan memberi dampak
    peningkatan cara pandang lingkungan/komunitas terhadap diri pelanggan

Pengertian Brand Attachment

 


Attachment adalah ikatan emosional dan afektif yang dibangun oleh
konsumen sehubungan dengan merek tertentu. Pelanggan cenderung untuk
mempersonifikasikan merek yang disukai dan dengan demikian membangun
afiliasi yang erat dengannya. Brand attachment adalah konstruk penting dalam
menggambarkan kekuatan ikatan yang menghubungkan konsumen dengan suatu
merek karena itu harus mempengaruhi perilaku yang menumbuhkan profitabilitas
merek dan nilai masa pakai konsumen. Secara konseptual, keterikatan merek
mirip dengan keterikatan kepemilikan ketika mempertimbangkan merek sebagai
sumber emosi, identitas diri dan nilai-nilai sejarah pribadi (Santoso dan
Brahmana, 2019).
Attachment adalah kekuatan dari ikatan yang menghubungan suatu merek
dengan diri konsumen (Milikuncer & Shaver, 2007, dalam Park, et all, 2010: 3).
Emotional brand attachment menghubungkan konsumen dengan sebuah brand
yang dapat dilakukan melalui afeksi (affection), koneksi (connection), dan juga
passion. Brand attachment juga dapat dianggap sebagai kekuatan ikatan yang
menghubungkan merek dengan diri. Brand attachment merupakan konstruk yang
mencerminkan ikatan yang menghubungkan konsumen dengan merek tertentu dan
melibatkan perasaan positif terhadap merek. (Chinomona dan Mazriri, 2017)
Brand attachment didefinisikan Lacoeuilhe, (2000) dalam Louis &
Lombart (2010) sebagai variabel psikologis yang mengungkapkan hubungan
afektif terhadap merek yang awet dan tidak dapat diubah dan menyatakan
hubungan kedekatan psikologis terhadap merek itu. Keterikatan merek sebagai
“kekuatan ikatan yang menghubungkan merek dengan diri seseorang” (Park,
Deborah, Priester, Eisingerich, & Jacobucci, 2010)

Dimensi Brand Image

 


Dimensi menurut Kotler dan Keller (2016:195) brand image memiliki tiga
(3) dimensi, sebagai berikut:

  1. Recognition (Pengenalan)
    Mencerminkan dikenalkan sebuah merek oleh konsumen berdasarkan past
    exposure. Recognition berarti konsumen mengingat akan adanya atau
    mengingat keberadaan dari merek tersebut. Recognition ini sejajar dengan
    brand awareness. Brand awareness diukur dari sejauh mana konsumen
    dapat mengingat suatu merek, tingkatannya dimulai dari brand unware,
    brand recognition, brand recall, tof of mind, dan dominat brand.
  2. Reputation (Reputasi)
    Reputasi ini sejajar dengan perceived quality. Sehingga reputasi
    merupakan status yang cukup tinggi bagi sebuah merek karena di mata
    konsumen merek atau brand memiliki suatu track record yang baik.
  3. Affinity (afinitas)
    Affinitas adalah emotional relationship yang timbul antara sebuah merek
    dengan konsumennya. Affinity sejajar dengan asosiasi positif yang
    membuat seorang konsumen menyukai suatu produk atau jasa, pada
    umumnya asosiasi positif merek (terutama yang membentuk citra merek)
    menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dalam loyalitasnya
    pada merek tersebut.
    Dimensi citra merek menurut Tjiptono (2012:9) bahwa dimensi-dimensi
    utama yang mempengaruhi dan membentuk citra sebuah merek tertuang dalam
    berikut ini:
  4. Brand identity
    Dimensi pertama adalah brand identity atau identitas merek. Barang
    identity merupakan identitas fisik yang berkaitan dengan merek atau
    produk tersebut sehingga konsumen mudah mengenali dan
    membedakannya dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna,
    kemasan lokasi, identitas perusahaan yang memayunginya, slogan dan
    lain-lain.
  5. Brand Personality
    Dimensi kedua adalah brand personality atau personalitas merek.
    Personalitas merek adalah karakter khas sebuah merek yang membentuk
    kepribadian tertentu sebagaimana layaknya manusia, sehingga khalayak
    konsumen dengan mudah membedakannya dengan merek lain dalam
    kategori yang sama, misalnya karakter tegas, kaku, berwibawa, ningrat,
    atau murah senyum, hangat, penyayang, berjiwa sosial, atau dinamis,
    kreatif, independent, dan sebagainya.
  6. Brand Association
    Dimensi ketiga adalah brand association atau asosiasi merek. Asosiasi
    merek adalah hal-hal spesifik yang pantas atau selalu dikaitkan dengan
    suatu merek, bias muncul dari penawaram unik suatu produk, aktivitas
    yang berulang dan konsisten misalnya dalam hal sponsorship atau
    kegiatan social responsibility, isu-isu yang sangat berkaitan dengan merek
    tersebut, maupun person.
  7. Brand Attitude & Behavior
    Dimensi keempat adalah brand attitude atau sikap dan perilaku merek.
    Sikap dan perilaku merek adalah sikap atau perilaku komunikasi dan
    interaksi merek dengan konsumen dalam menawarkan benefit-benefit dan
    nilai yang dimilikinya. Kerap sebuah merek menggunakan cara-cara yang
    kurang pantas dan melanggar etika dalam berkomunikasi, pelayanan yang
    buruk sehingga mempengaruhi pandangan public terhadap sikap dan
    perilaku merek tersebut, atau sebaliknya, sikap dan perilaku simpatik,
    jujur, konsisten antara janji dan realitas, pelayanan yang baik dan
    kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas membentuk persepsi
    yang baik pula terhadap sikap dan perilaku komunikasi, aktivitas dan
    atribut yang melekat pada merek saat berhubungan dengan khalayak
    konsumen, termasuk perilaku karyawan dan pemilik merek.
  8. Brand benefit & Competence
    Dimensi kelima adalah brand benefit and competence atau manfaat dan
    keunggulan merek. Manfaat dan keunggulan merek merupakan nilai-nilai
    dan keunggulan khas yang ditawarkan oleh suatu merek pada konsumen
    yang membuat dapat merasakan manfaat karena kebutuhan, keinginan,
    mimpi dan obsesinya terwujudkan oleh apa yang ditawarkan tersebut.
    Nilai dan benefit disini dapat bersifat functional, emotional, symbolic
    maupun social, misalnya merek produk deterjen dengan benefit
    membersihkan pakaian (functional benefit/values), menjadikan pemakai
    pakaian yang dibersihkan jadi percaya diri (emotional benefit/values),
    menjadi symbol gaya hidup masyarakat modern yang bersih (symbolic
    benefit/values) dan memberi inspirasi bagi lingkungan untuk peduli pada
    kebersihan diri, lingkungan dan hati Nurani (socialbenefit/values).
    Manfaat, keunggulan dan kompetensi khas suatu merek akan
    mempengaruhi brand image produk individua tau Lembaga / perusahaan
    tersebut.

Faktor Terbentuknya Brand Image

 


Menurut Keller (dalam Marheni dan Tutut 2014:195), faktor-faktor
pendukung terbentuknya brand image dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Keunggulan asosiasi merek (favor-ability of brand association)
    Hal ini dapat membuat konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang
    diberikan oleh suatu brand dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan
    tersebut.
  2. Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association)
    Hal ini bergantung pada bagaimana informasi masuk dalam ingatan
    konsumen dan bagaimana informasi tersebut dikelola oleh data sensoris di
    otak sebagai bagian dari brand image. Ketika konsumen secara aktif
    memikirkan dan menguraikan arti informasi pada suatu produk atau jasa,
    akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen.
  3. Keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association)
    Sebuah brand haruslah unik dan menarik sehingga produk tersebut
    memiliki ciri khas dan sulit untuk diritu para pesaing. Keunikan suatu
    produk akan memberikan kesan yang cukup membekas terhadap ingatan
    pelanggan akan keunikan brand. Sebuah brand yang memiliki ciri khas
    haruslah dapat melahirkan keinginan pelanggan untuk mengetahui lebih
    jauh dimensi brand yang dimilikinya