Showing posts with label Psikologi. Show all posts
Showing posts with label Psikologi. Show all posts

Wednesday, April 17, 2024

Inovasi

 


Kata inovasi berasal dari bahasa inggris innovation berarti perubahan.
Inovasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan atau pemikiran
manusia untuk menemukan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan input,
proses, dan output, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan
manusia. Inovasi yang berkaitan dengan input diartikan sebagai pola-pola
pemikiran atau ide manusia yang disumbangkan pada temuan baru. Adapun
inovasi yang berkaitan dengan dengan proses banyak berorientasi pada metode,
teknik, ataupun cara bekerja dalam rangka menghasilkan sesuatu yang baru.
Selanjutnya, inovasi yang berkaitan dengan output berdasarkan definisi tersebut
lebih ditujukan pada hasil yang telah dicapai terutama penggunaan pola
pemikiran dan metode atau teknik kerja yang dilakukan. Ketiga elemen dalam
inovasi tersebut sesungguhnya membentuk suatu kesatuan yang utuh. (Makmur
& Rohana, 2012:9)
Menurut Oslo Manual (dalam Zuhal, 2013 :58), inovasi memiliki aspek
yang sangat luas karena dapat berupa barang maupun jasa, proses, metode
pemasaran atau metode organisasi yang baru atau telah mengalami
pembaharuan yang menjadi jalan keluar dari permasalahan yang pernah
dihadapi oleh organisasi.
Selanjutnya Green, Howells & Miles (dalam Zulfa Nurdin, 2016:11)
mendefenisikan inovasi sebagai sesuatu yang baru yaitu dengan memperkenalkan
dan melakukan praktek atau proses baru (barang atau layanan) atau bisa juga
dengan mengadopsi pola baru yang berasal dari organisasi lain. Thomas (dalam
Zulfa Nurdin, 2016:12) mendefinisikan inovasi sebagai peluncuran sesuatu yang
baru. Tujuan diluncurkannya sesuatu yang baru kedalam suatu proses adalah
untuk menimbulkan perubahan besar yang radikal.
Sejalan dengan pendapat diatas Albury dan mulgan (dalam Zulfa Nurdin,
2016:12) mengatakan bahwa sebuah inovasi dapat dikatakan berhasil apabila
penciptaan dan pelaksanaan proses, produk, jasa dan metode yang baru dapat
menghasilkan perbaikan kualitas hasil yang efektif dan efisien.
Adapun inovasi menurut Evert M.Rogers (dalam Suwarno, 2008:9)
adalah sebagai suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan
diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk
diadopsi. Inovasi sendiri secara singkat didefinisikan oleh Ellitan dan Anatan
(2009:36) sebagai perubahan yang dilakukan dalam organisasi yang
didalamnya mencakup kreatifitas dalam menciptakan produk baru, jasa, ide,
atau proses baru.
Sedangkan Fontana (2011:18) menjelaskan inovasi sebagai keberhasilan
ekonomi berkat adanya pengenalan cara baru atau kombinasi baru dari caracara lama dalam mentransformasi input menjadi output (teknologi) yang
menghasilkan perubahan besar atau drastis dalam perbandingan antara nilai
guna yang dipersiapkan oleh konsumen atas manfaat suatu produk (barang/jasa)
dan harga yang ditetapkan oleh produsen.
Selanjutnya Samson dalam Ellitan dan Anatan (2009:3) menerangkan
salah satu alasan mengapa inovasi sangat diperlukan karena cepatnya perubahan
lingkungan bisnis yaitu semakin dinamik dan hostile, sehingga sebuah organisasi
harus bisa mengelola inovasi sebagai penentu keberhasilan organisasi untuk
menjadi competitive.
Ada tiga kunci sukses organisasi untuk melakukan inovasi secara efektif
yang disebutkan oleh Saleh dan Wang (dalam Ellitan dan Anatan, 2009:6) yaitu:
  1. Enterprenueral strategi yaitu berani mengambil resiko, melakukan
    pendekatan bisnis yang proaktif dan komitmen manajemen.
  2. Struktur organisasi yaitu dengan struktur yang lebih fleksibel, adanya
    disiplin interfungsional, dan orientasi pada tim kerja lintas fungsional.
  3. Iklim organisasi, yaitu iklim yang promotif dan terbuka kekuasaan dalam
    organisasi disebarkan tidak terpusat pada jenjang atas dan memberikan
    sistem imbalan yang efektif.
    Borins (dalam Sangkala, 2013:25) menyatakan bahwa dalam literature
    inovasi terdapat perbedaan antara temuan (invention), kreasi ide baru, dan inovasi.
    Dalam literature manajemen juga dikemukakan sejumlah defenisi inovasi dimana
    cara luas berada dalam tema-tema perubahan proses atau teknologi yang
    menciptakan nilai bagi pelanggan atau organisasi. Inovasi yang berbeda tersebut
    lebih kepada semata-mata perubahan.
    Halversen (dalam Sangkala, 2013:26) mendefenisikan inovasi dalam
    pengertian yang agak luas sebagai “perubahan dalam perilaku” Halversen
    menyatakan bahwa tidak ada satupun defenisi yang mampu memberikan
    pemahaman inovasi didalam evolusi yang konstan.
    Osborn & Brown (dalam Emy, 2015:80) menyatakan bahwa inovasi
    merupakan representasi dari ketidakberlanjutan kondisi dimasa lalu.
    Ketidakberlanjutan ini menjadi karakteristik yang membedakan inovasi dari
    perubahan karena perubahan merepresentasikan sebuah pecahan dari konfigurasi
    pelayanan sebelum atau pada saat tersebut dan atau kemampuan profesionalnya.
    Inovasi adalah pengenalan terhadap elemen baru kedalam pelayanan organisasi
    dalam bentuk pengetahuan baru, organisasi baru, manajemen atau keterampilan
    proses yang baru. Perubahan merupakan gambaran perubahan secara bertahap dari
    kondisi yang ada saat ini atau merupakan gambaran keberlanjutan dari masa lalu.
    Pugh (dalam Emy, 2015:84) menilai inovasi adalah sebuah pengenalan
    atas fitur baru dalam organisasi. Inovasi adalah sumber dari perkembangan sosial
    dan ekonomi, serta merupakan produk dan fasilitator dari pertukaran ide yang
    merupakan darah dari pembangunan. Inovasi dicerminkan oleh produk-produk
    dan proses produksi baru, kemajuan teknologi komunikasi, organisasi dan
    layanan baru disektor publik dan sector non-profit.

Pengertian Kepuasan Kerja

 


Menurut Robbins (2017) Kepuasan kerja (job statisfaction) yang
menejelaskan suatu perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan
dari suatu evaluasi pada karakteristik-karakteristiknya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan yang
positif mengenai pekerjaannya, sedangkan seseorang dengan level yang
rendah memiliki perasaan yang negatif. Sutrisno (2009) kepuasan kerja
adalah suatu reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini
adalah merupakan akibat dari dorongan, keinginan, tuntutan dan
harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang dihubungkan
dengan realita-realita yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan
suatu bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan
puas ataupun perasaan tidak puas.
Menurut Hasibuan (2006) kepuasan kerja adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan
oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Sedangkan menurut
Handoko (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction)
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Indikator Budaya Organisasi

 


Budaya organisasi diukur dengan skala yang dikembangkan oleh
Van den Berg dan Wilderom (2004) sebagai berikut :

  1. Otonomi (autonomy)
    Hal ini mencerminkan tingkat kebebasan dan pemberdayaan
    yang diberikan kepada karyawan dalam organisasi. Hal ini
    memainkan peran penting dalam membuat karyawan merasa
    terlibat dan dihargai.
  2. Orientasi eksternal (external orientation)
    Organisasi bersifat responsif terhadap perubahan yang terjadi di
    lingkungannya. Oleh karena itu jarang sekali suatu organisasi
    melakukan perubahan besar tanpa adanya dorongan yang kuat
    dari lingkungannya. Ini menandakan tingkat dan ketepatan
    dengan mana sebuah organisasi merespon perubahan dalam
    lingkungan eksternal. Karyawan menganggap ini sebagai
    dimensi penting yang mencerminkan proactiveness, pandangan
    jauh ke depan, dan ketangkasan organisasi.
  3. Kerjasama antar departemen (interdepartmental co-operation)
    Mengacu pada sejauh mana departemen yang berbeda dalam
    suatu organisasi saling membantu yang bertujuan untuk
    kelancaran orgnisasi. Hal ini meningkatkan rasa aman dan
    memiliki pada diri karyawan dengan organisasi.
  4. Orientasi sumber daya manusia (human resources orientation)
    Berkaitan dengan berbagai kebikan sumber daya manusia yang
    ada dalam organisasi. Dimensi ini merefleksikan filosofi
    bagaimana organisasi memperlakukan para karyawannya. Hal
    ini mendefinisikan kepercayaan dan respect yang dimiliki
    organisasi terhadap karyawannya.
  5. Orientasi peningkatan (improvement orientation)
    Sejauh mana organisasi berusaha untuk berkembang dan
    berinovasi dengan memberikan karyawan fleksibilitas dan
    memberdayakan karyawan untuk berpikir di luar kebiasaan.
    Karyawan dapat berkembang dalam organisasi ketika karyawan
    diijinkan untuk membuat kesalahan, belajar, dan terus menerus
    untuk melakukan perbaikan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

 


Menurut Robbins (2011) ada enam faktor penting yang
mempengaruhi budaya organisasi yaitu:

  1. Observed behavioral regularities
    Cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika
    anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka
    mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual
    tertentu.
  2. Norms
    Standar perilaku yang ada termasuk di dalamnya tentang
    pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan.
  3. Dominant values
    Nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota
    organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi,
    absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi.
  4. Philosophy
    Kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam
    memperlakukan pelanggan dan karyawan
  5. Rules
    Pedoman yang kuat di katakan dengan kemajuan organisasi.
  6. Organization Climate
    Perasaan keseluruhan (anoverall feeling) yang tergambarkan
    dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi
    para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi
    memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain

Pengertian Budaya Organisasi

 


Budaya organisasi merupakan suatu kebiasaan atau tradisi yang
dianut oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru yang harus
mempelajari atau sedikit menerima sebagian dari budaya tersebuat agar
dapat diterima sebagai bagian dari suatu organisasi. Robbins (2017)
budaya organisai adalah mengacu pada system berbagi arti yang
dilakukan oleh para anggota yang membedakan oraganisasi dari
organisasi lainnya. Menurut Luthans (2011) budaya organisasi adalah
nilai-nilai dan keyakinan bersama yang memungkinkan anggota-
anggota untuk memahami peran mereka dalam organisasi dan normanorma organisasi.
Menurut Sedarmayanti (2017) budaya oganisasi adalah sebuah
keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam
organisasi dikemukakan dengan lebih sederhana, budaya adalah cara
kita melakukan sesuatu di sini. Pola nilai, norma, keyakinan, sikap dan
asumsi ini mungkin tidak diungkapkan, tetapi akan membentuk cara
orang berperilaku dan melakukan sesuatu. Budaya organisasi mengacu
kepada abstraksi, seperti nilai dan norma yang meliputi seluruh atau
bagian dari bisnis. Hal ini mungkin tidak di definisikan, didiskusikan
atau bahkan diperhatikan namun budaya dapat memiliki pengaruh
penting pada perilaku seseorang. Menurut Fahmi (2014) budaya
organisasi adalah suatu kebiasaan yang telah berlangsung sejak lama
dan dipakai serta diterapkan dalam kehidupan aktivitas kerja sebagai
salah satu pendorong untuk meningkatkan kualitas kerja para karyawan
dan manajer perusahaan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

 


Dalam Ismael Younis Abu-Jarad (2010) model kinerja organisasi difokuskan
pada faktor organisasi seperti sumber daya manusia kebijakan, budaya organisasi,
dan gaya iklim dan kepemimpinan organisasi. Studi lain oleh Chien (2004)
menemukan bahwa ada lima faktor utama yang menentukan kinerja organisasi, yaitu:

  1. Gaya kepemimpinan dan lingkungan
  2. Budaya organisasi
  3. Desain pekerjaan
  4. Model motif, dan
  5. Kebijakan sumber daya manusia.

Dimensi Kinerja Organisasi

 


Untuk menilai kinerja organisasi diperlukan indikator-indikator yang jelas
dan terarah. Indikator berfungsi sebagai ketetapan dan arahan atas indakan apa yang
harus dilakukan supaya kinerja berjalan efektif dan efisien. Kinerja organisasi yang
baik merupakan tujuan dari setiap organisasi atau perusahaan. Menurut Wirawan
(2009) dimensi-dimensi yang terdapat dalam kinerja organisasi antara lain :

  • Faktor internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang
    merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang.
    Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta bawaan dari lahir dan
    faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat,
    sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang
    diperoleh misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja dan
    motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan
    lingkungan eksternal, faktor internal karyawan ini juga menentukan kinerja mereka.
  • Faktor lingkungan internal organisasi, yaitu dalam melaksanakan tugasnya,
    karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat mereka bekerja. Dukungan
    tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan. Gaya
    kepemimpinan suatu organisasi juga merupakan faktor lingkungan dalam internal
    suatu organisasi.
  • Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor lingkungan eksternal
    organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi yang terjadi di lingkungan organisasi
    yang mempengaruhi kinerja organisasi. Misalnya keadaan ekonomi suatu negara,
    budaya masyarakat dan hal lainnya.

Pengertian Kinerja Organisasi

 


Menurut Stooner dan Freeman (Imran Ali et al. 2010) kinerja organisasi
adalah ukuran seberapa efisien dan efektif seorang manajer yang menunjukan
seberapa baik ia menentukan dan mencapai tujuan yang tepat. Serta menunjukan
seberapa baik organisasi melakukan pekerjaan mereka. Berdasarkan pernyataan di
atas dapat disimpulkan bahwa kinerja tersebut memerlukan pengukuran dan
pengevaluasian untuk menentukan sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan tertentu. Ada dua aspek yang digunakan untuk mengukur kinerja
tersebut yaitu, aspek efisiensi dan efektivitas.
Di sisi lain, kinerja organisasi mengacu pada kemampuan suatu perusahaan
untuk mencapai tujuan seperti keuntungan yang tinggi, kualitas produk, pangsa pasar
yang besar, hasil keuangan yang baik, dan kelangsungan hidup pada waktu yang
telah ditentukan dengan menggunakan strategi yang relevan untuk tindakan (Koontz
dan Donnell, 1993). Kinerja organisasi juga dapat digunakan untuk melihat
bagaimana suatu perusahaan melakukan dalam hal tingkat keuntungan, pangsa pasar
dan kualitas produk dalam kaitannya dengan lainnya perusahaan dalam industri yang
sama. Akibatnya, itu adalah cerminan dari produktivitas anggota suatu perusahaan
diukur dari segi pendapatan, laba, pertumbuhan, pengembangan dan perluasan
organisasi (Obiwuru Timothy C. 2011).
Richard et al. (2009) dalam Korir Jacqueline (2012) mencatat bahwa kinerja
organisasi harus berhubungan dengan faktor-faktor seperti profitabilitas, pengiriman
peningkatan layanan, kepuasan pelanggan, pertumbuhan pangsa pasar, dan
peningkatan produktivitas dan penjualan. Oleh karena itu kinerja organisasi
dipengaruhi oleh banyaknya individu, kelompok, tugas, teknologi, struktural,
manajerial dan faktor lingkungan.
Sedangkan menurut SK menteri keuangan RI No. 740.KMK.00/1989, kinerja
adalah prestasi yang dicapai oleh BUMN dalam satu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan BUMN. Maka kinerja perusahaan merupakan
sejauh mana keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu dalam
periode tertentu.
Secara etimologis kinerja merupakan terjemahan dari performance berasal
dari bahasa Inggris. Kinerja merupakan suatu hasil dari kegiatan atau aktifitas dan
apakah kegiatan yang dilakukan secara intensif membawa tanggung jawab yang
efektif dan efisien. Sebuah perusahaan peduli dengan kinerja organisasi dengan cara
mengakumulasi hasil dari semua kegiatan kerja organisasi dengan
mempertimbangkan apa saja faktor yang mempengaruhi kinerja. Perusahaan
biasanya menginginkan organisasinya bekerja secara grup atau berkelompok untuk
mencapai tingkat tertinggi dalam kinerjanya (Robbins, Coulter 2010: 520).

Dimensi Komitmen Karyawan

 


Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen yang
digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen karyawan kepada
organisasi, yaitu :
a. Dimensi Continuance Commitment
Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen karyawan pada organisasi
karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu. Individu dengan
Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena
alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan
kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu dengan
Continuance Commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi
dibandingkan yang rendah.
b. Dimensi Affective Commitment
Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bekerja pada
organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan antara nilai-nilai personal individu
dan organisasi. Komitmen afektif didasarkan pada Goal Congruence Orientation,
dimana didalamnya terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan
organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap tugas yang
diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki emosional
yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan memiliki
motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi
dibandingkan individu dengan Affective Commitment yang lebih rendah.
c. Dimensi Normative Commitment
Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan individu yang
berkewajiban untuk tetap bekerja pada organisasinya, dan juga menunjukan adanya
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Individu dengan normative
commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya
suatu kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu untuk
bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi oraganisasi.
Perusahaan mengharapkan dengan adanya normative commitment, karyawan
memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti hasil
kinerja, tingkat kehadiran kerja, dan organization citizenship

Pengertian Komitmen Karyawan

 


Komitmen karyawan adalah loyalitas individu kepada organisasi. Individu
dengan komitmen organisasi yang tinggi teridentifikasi kuat dengan organisasi dan
secara bangga mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota organisasi
(Schermerhorn et al. 2012: 63).
Komitmen menurut Jaw dan Liu (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011)
tidak hanya konsep hubungan manusia tetapi juga melibatkan menghasilkan energi
manusia dan mengarahkan pikiran manusia menjadi aktif. Tanpa komitmen,
pelaksanaan ide-ide baru dan inisiatif akan dimusyawarahkan. Sistem sumber daya
manusia dapat memfasilitasi pengembangan atau kompetensi organisasi melalui
memunculkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Komitmen karyawan adalah sejauh mana individu mengidentifikasi dan
terlibat dengan organisasinya sehingga dan atau tidak mau meninggalkannya.
Konsep dari komitmen karyawan adalah peduli dengan sejauh mana orang yang
terlibat dengan organisasi mereka dan tertarik dengan apa yang ada di dalam diri
mereka (Jerald Greenberg 2003: 160)
Sedangkan Walton (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) berpendapat
komitmen sebagai strategi khusus untuk sumber daya manusia yang efek positif akan
dirasakan. Tingginya komitmen karyawan adalah sebuah pendekatan untuk
mengelola karyawan, yang menekankan pada kebutuhan untuk mengembangkan
komitmen organisasi antara karyawan didasarkan pada asumsi bahwa hal itu akan
mengarah pada hasil positif seperti rendahnya absensi, motivasi yang lebih baik dan
menghasilkan kinerja yang unggul. Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa
komitmen karyawan yang tinggi dapat bekerja dengan baik secara sinergis dan
mencerminkan strategi komitmen umum. Meskipun strategi komitmen dapat
dikaitkan dengan semua perusahaan praktik sumber daya manusia, rekrutmen,
seleksi, evaluasi kinerja, menurut Scholl (2003), juga dapat digunakan untuk
mengembangkan hubungan psikologis antara perusahaan dan karyawan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan.
Dalam Pearson (Robbins, Coulter, 2010:405) komitmen karyawan adalah
kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan
dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal yaitu :

  1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
  2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama
    organisasi.
  3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi

Kategori Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, perusahaan bisa
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan
realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengkategorian dapat memotivasi
perusahaan dalam mengembangkan program tanggung jawab sosial perusahaan, dan
dapat pula dijadikan cermin dan garis pedoman untuk menentukan model tanggung
jawab sosial perusahaan yang tepat (Suharto, 2007). Dengan menggunakan dua
pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki
kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa
saja saling bertautan.

  1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran tanggung
    jawab sosial perusahaan:
  • Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran tanggung
    jawab sosial perusahaan yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk
    kategori ini.
  • Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun
    anggaran tanggung jawab sosial perusahaannya rendah. Perusahaan yang termasuk
    kategori ini adalah perusahaan besar, namun pelit.
  • Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran
    tanggung jawab sosial perusahaannya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini
    disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
  • Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran tanggung jawab
    sosial perusahaan yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang tanggung jawab
    sosial perusahaan bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju. 
  •  2. Berdasarkan tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, apakah untuk promosi atau
    pemberdayaan masyarakat:
  • Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan
    tanpa tujuan jelas, bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar
    melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan tanggung
    jawab sosial perusahaan sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
  • Perusahaan Impresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih diutamakan untuk
    promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan
    ”tebar pesona” daripada ”tebar karya”.
  • Perusahaan Agresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih ditujukan untuk
    pemberdayaan daripada promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya
    nyata daripada tebar pesona.
  • Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan
    untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan tanggung jawab
    sosial perusahaan dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satusama lain bagi kemajuan perusahaan.

Dimensi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Dari berbagai definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang ada, Alexander
Dahlsrud dalam “How Corporate Social Responsibility is Defined” (2008)
menjelaskan dan menyimpulkan bahwa definisi tanggung jawab sosial perusahaan itu
secara konsisten mengandung 5 dimensi, yaitu:

  1. Dimensi Lingkungan yang merujuk ke lingkungan hidup dan mengandung katakata seperti “lingkungan yang lebih bersih”, “pengelolaan lingkungan”,
    “environmental stewardship”, “kepedulian lingkungan dalam pengelolaan operasi
    bisnis”, dan lain-lain.
  2. Dimensi Sosial yaitu hubungan antara bisnis dan masyarakat dan tercermin
    melalui frase-frase seperti “berkontribusi terhadap masyarakat yang lebih baik”,
    “mengintegrasi kepentingan sosial dalam operasi bisnis”, “memperhatikan dampak
    terhadap masyarakat”, dan lain-lain.
  3. Dimensi Ekonomis yang menerangkan aspek sosio-ekonomis atau finansial bisnis
    yang diterangkan dengan kata-kata seperti “turut menyumbang pembangunan
    ekonomi”, “mempertahankan keuntungan”, “operasi bisnis”, dan lain-lain.
  4. Dimensi Pemangku Kepentingan (stakeholder) yang tentunya menjelaskan
    hubungan bisnis dengan pemangku kepentingannya dan dijelaskan dengan kata-kata
    seperti “interaksi dengan pemangku kepentingan perusahaan”, “hubungan
    perusahaan dengan karyawan, pemasok, konsumen dan komunitas”, “perlakukan
    terhadap pemangku kepentingan perusahaan”, dan lain-lain.
  5. Dimensi Kesukarelaan (voluntary) sehubungan dengan hal-hal yang tidak diatur
    oleh hukum atau peraturan yang tercermin melalui frase-frase seperti “berdasarkan
    nilai-nilai etika”, “melebihi kewajiban hukum (beyond regulations)”, “voluntary”,
    dan lain-lain.

Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Menurut Suharto (2006: 7-8) sedikitnya ada empat model atau pola tanggung
jawab sosial perusahaan yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia,
yaitu:

  1. Keterlibatan Langsung
    Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan secara langsung
    dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
    masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
    biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate
    secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public
    relation.
  2. Melalui Yayasan atau Organisasi Sosial Perusahaan
    Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah naungan perusahaan atau
    groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di
    perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana
    awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan
    yayasan.
  3. Bermitra dengan Pihak Lain
    Perusahaan menyelenggarakan tanggung jawab sosial perusahaan melalui kerjasama
    dengan lembaga sosial atau organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah,
    universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
    melaksanakan kegiatan sosialnya.
  4. Mendukung atau Bergabung Dalam Suatu Konsorsium
    Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial
    yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya,
    pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah
    pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh
    perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro-aktif mencari mitra
    kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan
    program yang disepakati bersama.

Peranan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Tanggung jawab sosial perusahaan dalam beberapa dekade terakhir telah
banyak dilakukan oleh perusahaan. Khususnya perusahaan besar yang mementingkan
keberlangsungan secara jangka panjang perusahaannya. Bentuk kegiatan tanggung
jawab sosial perusahaan bermacam-macam seperti membentuk community
development, charity event, atau kegiatan lainnya yang bersifat sosial. Menurut
Wibisono (2007) peranan tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut:

  1. Brand Differentiation
    Yaitu pemberian citra yang khas serta baik agar dapat meningkatkan customer
    loyalty dan bersaing secara sehat dalam pasar yang kompetitif.
  2. Human Resources
    Program tanggung jawab sosial perusahaan dapat membantu dalam proses perekrutan
    karyawan baru. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan
    pengalaman tinggi untuk lebih krirtis bertanya apa saja program tanggung jawab
    sosial yang dijalankan. Sedangkan untuk pegawai lama, dapat meningkatkan
    reputasi, persepsi, dan dedikasi dalam bekerja.
  3. Licence to Operate
    Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan dapat mendorong
    pemerintah dan publik memberi izin bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar
    operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat secara luas.
  4. Risk Management
    Manajemen risiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan, reputasi yang telah
    dibangun selama bertahun-tahun dapat runtuh dalam sekejap hanya karena adanya
    KKN, kecelakaan kerja, dan pengerusakan lingkungan. Maka dari itu perlu
    ditanamkannya “do the right thing”

Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based Business for
Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan yang telah mempraktekkan tanggung jawab sosial perusahaan antara lain:

  1. Meningkatkan Brand Image dan Reputasi Perusahaan
    Tanggung jawab sosial perusahaan dapat membuat perusahaan menjadi lebih dikenal
    oleh masyarakat sehingga reputasi perusahaan juga akan meningkat apabila
    perusahaan melaksanakan progaram tersebut dengan sebaik – baiknya
  2. Meningkatkan Penjualan dan Loyalitas Pelanggan
    Apabila program tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dengan baik oleh
    perusahaan maka para pelanggan akan menjadi lebih loyal karena para pelanggan
    tidak hanya mengetahui kualitas tetapi juga tujuan baik perusahaan.
  3. Mengurangi Biaya Operasional
    Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan tidak perlu lagi
    mengeluarkan anggaran untuk biaya promosi, karena produk atau perusahaan pasti
    akan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan demikian biaya operasional
    perusahaan akan menurun.
  4. Meningkatkan Kinerja Keuangan
    Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan laba perusahaan akan
    lebih meningkat karena penjualan juga akan meningkat.

Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

 


Menurut Filho et al. (Gresi Sanje Dahan, 2012) tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) didefinisikan melalui hubungan etis dan transparansi dari
perusahaan dengan semua pemangku kepentingan yang memiliki hubungan serta
dengan penetapan tujuan perusahaan yang sesuai dengan pembangunan
berkelanjutan masyarakat, melestarikan lingkungan dan sumber daya budaya untuk
generasi mendatang, menghormati keragaman dan mempromosikan pengurangan
masalah sosial.
Sementara itu tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan cara bagi
perusahaan untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat juga memberikan
kesempatan untuk menciptakan reputasi keunggulan kompetitif dan positif untuk
dunia bisnis (Smith 2007, Porter dan Kramer 2006).
Menurut Keith Davis (Suharsono, 2012:214) dijelaskan tanggung jawab
sosial perusahaan adalah pengakuan bahwa organisasi menimbulkan pengaruh
signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus dipertimbangkandan
diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan organisasi.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development (Yusuf
Wibisono, 2007:7) secara bebas maksudnya adalah komitmen para pelaku usaha
secara terus menerus bertindak etis, memberikan kontribusi untuk peningkatan
ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup para karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara luas.
Menurut CSR Forum (Wibisono, 2007) tanggung jawab sosial perusahaan
didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta
berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada
karyawan, komunitas dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah
suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan
perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial atau
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu
bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak
tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk
desa atau fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder. Tanggung jawab sosial
perusahaan timbul sejak era dimana kesadaran akan pembangunan perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar keuntungan.

Pengertian Organisasi

 


Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup
berdampingan, membentuk kelompok dengan manusia yang lain. Salah satu alasan
mengapa manusia selalu berkelompok adalah karena kebutuhan manusia yang
semakin kompleks dari waktu ke waktu sehingga manusia membutuhkan kerjasama
dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kondisi seperti ini
menggambarkan kehidupan masyarakat yang bersifat organis, yang artinya bagian
yang satu dengan yang lain saling memenuhi atau melengkapi. Agar kondisi yang
diinginkan terus berjalan sesuai harapan, maka diperlukan pengorganisasian agar
masing-masing dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ini menunjukan bahwa
manusia memiliki sifat mengatur terhadap segala tindakannya (Suharsono, 2012:11).
Selama ini banyak praktek organisasi yang dalam upaya pencapaian
tujuannya lebih banyak didominasi oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu
saja. Padahal organisasi merupakan masalah yang kompleks dan multidispliner. Oleh
karena itu, organisasi dapat dipahami dari berbagai perspektif. Pengertian organisasi
pun berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masing-masing displin ilmu
(ekonomi, bisnis, sosial, politik, dan lain-lain). Bagi seorang ekonom, organisasi
difokuskan pada bagaimana menyediakan barang dan jasa yang cukup bagi
masyarakat. Bagi praktisi bisnis yang sering berhadapan dengan situasi penuh
persaingan, maka organisasi ditempatkan sebagai wadah untuk mencapai tingkat
keuntungan yang memadai.
Ada beberapa pengertian tentang organisasi, menurut beberapa ahli
(Suharsono, 2012:13):
Menurut Ernest Dale organisasi adalah suatu proses perencanaan yang
meliputi penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu struktur atau pola-pola
hubungan kerja dari orang-orang dalam suatu kelompok kerja.
Menurut Cyril Soffer, organisasi merupakan perserikatan orang-orang yang
masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sosial kerja dan pembagian kerja
yang diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan diantara pemegang peranan dan
kemudian digabung dalam beberapa bentuk hasil.
Menurut Kast dan Rosenzweig, organisasi (perusahaan) adalah adanya orangorang yang usahanya harus dikordinasikan, tersusun dari sejumlah subsistem yang
saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja bersama atas dasar pembagian
kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Menurut Gibson, organisasi artinya mengejar tujuan dan sasaran yang dapat
dicapai secara efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara
bersama-sama.

Bentuk-bentuk Konformitas

 


Menurut Myers (2012) bentuk konformitas ada tiga, yaitu :
a. Penerimaan (acceptance) yaitu ketika individu bertindak dan meyakini
sesuai tekanan sosial baik dari individu atau kelompok.
b. Pemenuhan (compliance), yaitu konformitas atas permintaan atau tekanan
sosial tapi individu tidak menyetujuinya.
c. Kepatuhan (obedience), yaitu bertindak sesuai dengan perintah langsung.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

 


Menurut Baron dan Byrne (2005) ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi konformitas, yaitu ;
a. Kohesivitas, adalah derajat ketertarikan yang dirasa individu terhadap
suatu kelompok.
b. Ukuran kelompok, semakin besar jumlah suatu kelompok, maka besar pula
kecenderungan individu untuk melakukan konformitas. c. Norma sosial deskriptif/himbauan, norma yang hanya mengindikasikan
apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu.
d. Norma injungtif/perintah, norma yang menetapkan apa yang harus
dilakukan, tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi
tertentu.

Aspek-aspek Konformitas

 


Menurut Baron dan Byrne (2005) ada dua aspek konformitas, yaitu :
a. Pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi
harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain. Individu
akan cenderung berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku pada suatu
tempat.
b. Pengaruh informasi, yaitu yaitu pengaruh sosial yang didasarkan atas
adanya pengaruh menerima atau