Wednesday, July 24, 2019

Kepuasan Pelanggan (skripsi dan tesis)

 

Kepuasan Pelanggan telah menjadi bahasan mengemuka semenjak tahun 1970an dan berbagai aspek terkait kepuasan pelanggan terus menerus dipelajari. Berbagai penelitian mengeksplorasi aspek psikologis maupun aspek fisik, serta aspek normatif maupun aspek positif dari kepuasan pelanggan. Secara umum definisi kepuasaan pelanggan dikonstruksi dengan mempergunakan model diskonfirmasi yang dicetuskan oleh Surprenant dan Churchill (1982) yakni sebagai harapan pelanggan sebelum membeli atau menggunakan produk dan persepsi relatifnya terhadap kinerja produk tersebut setelah menggunakannya.
Upaya untuk melakukan pengukuran kepuasaan pelanggan pada layanan atau jasa, pertama kali dipelopori oleh Parasuraman dkk (1991) dengan mengukur kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi terhadap kinerja layanan, pengukuran ini bersifat obyektif dan kuantitatif sehingga dapat diandalkan.  Selanjutnya Cronin dan Taylor (1992) kemudian mengusulkan teknik konfirmasi dan diskonfirmasi serta menyatukan kesenjangan kepuasan yang pada mulanya diukur secara terpisah oleh Parasuraman dkk (1991), yakni antara harapan suatu layanan dan persepsi kinerja suatu layanan dijadikan satu ukuran yakni kinerja berdasarkan harapan suatu layanan.
Farris dkk. (2010) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan dapat diukur pada tingkatan individual yang mendetail terkait atribut, dapat pula diukur secara global, agregat ataupun holistik. Spreng dkk. (1996) dalam Chung dan Petrick (2013), membedakan kepuasan terkait atribut tertentu dan kepuasan secara keseluruhan yaitu bahwa kepuasan keseluruhan tidak hanya didapatkan dari pengalaman secara keseluruhan, namun juga aribut individual. Kepuasan terkait atribut adalah kepuasan yang dihasilkan dari pengamatan subyektif pelanggan terhadap kinerja atribut secara individual. Sedangkan kepuasan secara keselruhan adalah kepuasan didapatkan dari pengalaman secara keseluruhan dan bukan hanya kepuasan salah satau atribut individu saja.
Pengukuran kepuasan pelanggan pada awalnya dilakukan dengan mempergunakan wawancara, namun semenjak tahun 1980an metode survei ditemukan lebih unggul dalam mengukur keseluruhan kepuasan. Dalam kuesioner survey tersebut terdapat berbagai macam skala yang dapat dipergunakan dalam sebuah seperti Skala Guttman, Semantic Defferensial, Skala Pemeringkatan, serta Skala Likert.  Saat ini Kepuasaan Pelanggan tidak lagi hanya sebuah metrik pemasaran namun telah menjadi Key Performance Indicator dalam Balance Scorecard yang dipergunakan oleh Manajemen Operasional dan Manajemen stratejik
Jenius BTPN bukanlah merupakan sebuah produk perbankan atau mobile banking biasa, melainkan digital banking dengan pendekatan Life Finance Application Sehingga aspek produk dan layanan produk saling terjalin dan perlu diukur secara khusus. Jun dan Palacios (2016) dalam penelitiannya melakukan pengukuran kepuasan pelanggan mobile banking dengan memisahkan pengukuran ke dalam dua dimensi yakni kualitas aplikasi mobile banking dan kualitas layanan produk. Kualitas aplikasi mobile banking diidentifikasi terdiri dari delapan dimensi yaitu isi, akurasi, kemudahan penggunaan, kecepatan, estetika, keamanan, fitur aplikasi pelayanan, dan kenyamanan penggunaan secara mobile. Sedangkan untuk kualitas layanan produk terdiri dari sembilan dimensi yaitu: keandalan, responsibiiltas, kompetensi, kesopanan, kredibilitas, akses, komunikasi, pemahaman terhadap pelanggan dan perbaikan secara kontinyu.

DART Sebagai Determinan keberhasilan Customer Value Co-Creation (skripsi dan tesis)

 

Dialogue, Access, Risk Assessment, dan Transparency (DART) merupakan determinan Co-Creation yang diusulkan dan diperkenalkan oleh peneliti utama dalam Co-Creation yaitu (Prahalad dan Ramaswamy, 2004a) semenjak saat itu DART telah diteliti dan divalidasi berulang-kali, yang berdasarkan penelusuran

peneliti tidak kurang terdapat lebih dari 130 entri penelitian mengenai upaya validasi DART dengan hasil cukup memuaskan, meskipun selalu ada usulan untuk mencari faktor-faktor lain untuk menjelaskan keberhasilan Co-Creation.
Lebih lanjut, menurut  (Prahalad dan Ramaswamy, 2004b) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan proses pengetahuan organisasi diperlukan adanya interaksi antara konsumen dengan perusahaan sebagai wadah dari penciptaan nilai. Ini juga menggambarkan dibutuhkannya penciptaan bersama melalui blok kunci bangunan yaitu : dialog, akses, penilaian risiko, dan transparansi yang disingkat dengan The Dart yaitu:
  1. Dialog
Dialog atau pembicaraan yang terjadi antara konsumen dan perusahaan harus fokus pada kepentingan keduanya, berarti Perusahaan harus lebih dari sekedar mendengarkan konsumen. Selain itu juga di harapkan adanya rules of engagement dan productive interaction. Dialog berarti sifat interaktif, keterlibatan mendalam, dan kecenderungan untuk bertindak pada kedua belah pihak. Diperlukannya pemahaman empati untuk membangun pengalaman di sekitar apa yang konsumen alami, mengenal konteks emosional, pengalaman sosial dan budaya. Ini pengetahuan dan komunikasi antara dua pemecah masalah yang sama. Dialog menciptakan dan mempertahankan sebuah komunitas yang loyal.




  1. Akses
Akses di mulai dengan adanya informasi dan peralatan, dapat berupa internet. Suatu perusahaan dapat memberikan akses data mengenai desain dan proses kepada konsumen. Fokus tradisional dari perusahaan dan rantai nilai adalah untuk menciptakan dan transfer kepemilikan produk untuk konsumen. Pada saat ini, tujuan konsumen adalah akses menuju pengalaman yang diinginkan, tidak selalu kepemilikan produk. Maka dari itu gagasan dari akses kepemilikan harus dilepaskan.
  1. Penilaian Risiko
Kebebasan untuk bertukar informasi, baik untuk mempekirakan maupun membagi risiko. Saat konsumen dan perusahaan menjadi Co-creator Value, permintaan informasi mengenai potensi risiko akan meningkat, mereka juga dapat lebih mempekirakan risiko yang akan datang. Risiko di sini mengacu pada probabilitas membahayakan konsumen. Manajer secara tradisional mengasumsikan bahwa perusahaan dapat lebih baik menilai dan mengelola risiko. Oleh karena itu, ketika berkomunikasi dengan konsumen, pemasar hampir seluruhnya berfokus pada mengartikulasikan manfaat, sebagian besar mengabaikan risiko.
  1. Transparansi
Transparansi diciptakan untuk menciptakan kepercayaan konsumen dan perusahaan, misalnya mengenai harga, selain itu transparansi juga untuk memfasilitasi apabila adanya potensi gangguan yang datang dalam interaksi. Kini informasi tentang produk, sistem bisnis menjadi lebih mudah di akses, sehingga menciptakan level baru dalam hal transparansi yang menyebabkan keinginan dari konsumen meningkat.

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja (skripsi dan tesis)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007) terdiri dari:
  1. Faktor intrinsik Faktor Personal atau individual, yaitu pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.
  2. Faktor ekstrinsik
  • Faktor kepemimpinan, meliputi aspek mutu manajer dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada karyawan.
  • Faktor tim, meliputi aspek dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
  • Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.
  • Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007) terdiri dari faktor instrinsik (personal/individual) yaitu pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan dan faktor ekstrinsik yaitu kepemimpinan (meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam menberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada karyawan), faktor tim (meliputi dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keerataan anggota tim), faktor sistem (meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi) dan faktor situasional (meliputi tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal).

Indikator Penilaian Kinerja (skripsi dan tesis)

Menurut Mangkunegara (2005), secara spesifik, tujuan penilaian kinerja sebagai berikut:
  1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
  2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, , sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
  3. Memberikan perluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang diembannya sekarang.
  4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
  5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hak yang perlu diubah.
Beberapa indikator kinerja dapat digunakan dalam pernyataan para ahli  berkaitan terhadap penelitian ini antara lain Menurut Riduwan (2002), mengemukakan bahwa indikator yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
  1. Inisiatif mencari langkah yang terbaik
Inisiatif mencari langkah yang terbaik merupakan faktor penting dalam usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan. Untuk memiliki inisiatif dibutuhkan pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki para karyawan dalam usaha untuk meningkatkan hasil yang dicapainya.


  1. Menguasai Job Description.
Faktor kesesuaian antara disiplin ilmu yang dimiliki dengan penempatan pada bidang tugas.
  1. Hasil yang dicapai
Kemampuan untuk mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja seorang karyawan
  1. Tingkat kemampuan kerjasama
Kemampuan bekerjasama dengan karyawan maupun orang lain, karena dalam hal ini sangat berperan dalam menentukan kinerjanya
  1. Ketelitian
Ketelitian yang tinggi yang dimiliki karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat meningkatkan kinerjanya
  1. Tingkat kesesuaian tugas dengan perintah
Adanya kesesuaian antara tugas yang diberikan pimpinan terhadap kemampuan karyawan dapat menentukan kinerja karyawan
  1. Tingkat kualitas hasil kerja
Pekerjaan yang dilakukan dengan kualitas yang tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Penyelesaian tugas yang terandalkan, tolok ukur minimal kualitas kinerja pastilah dicapai.



  1. Tingkat ketepatan penyelesaian kerja
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
  1. Tingkat kuantitas hasil kerja
Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus memiliki kuantitas kerja tinggi dapat memuaskan yang bersangkutan dan perusahaan. Dengan memiliki kuantitas kerja sesuai dengan yang ditargetkan, maka hal itu akan dapat mengevaluasi kinerja karyawan dalam usaha meningkatkan prestasi kerjanya.
Menurut Prawirosentono (2008) kinerja dapat dinilai atau diukur dengan beberapa indikator yaitu:
  1. Efektifitas
Efektifitas yaitu bila tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang direncanakan.
  1. Tanggung jawab
Merupakan bagian yang tak terpisahkan atau sebagai akibat kepemilikan wewenang.
  1. Disiplin
Yaitu taat pada hukum dan aturan yang belaku. Disiplin karyawan adalah ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan dimana dia bekerja.

  1. Inisiatif
Berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk suatu ide yang berkaitan tujuan perusahaan. Sifat inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan perusahaan dan atasan yang baik. Dengan perkataan lain inisiatif karyawan merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja karyawan.

Pengertian Sistem Manajemen Kinerja (skripsi dan tesis)

Menurut Susilo (2012) bahwa pengertian sistem manajemen kinerja merupakan  seluruh aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan, pengperusahaan, pengarahan, dan pengendalian terhadap pencapaian hasil kerja karyawan serta upaya manajemen untuk terus memacu kinerja karyawannya secara optimal. Berdasarkan pendapat Dharma (2004) bahwa sistem manajamen kinerja merupakan proses untuk menetapkan suatu pemahaman bersama tentang apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat memungkinkan sasaran akan dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu”.
Sementara itu,menurut Wibowo (2007) bahwa  sistem manajemen kinerja merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman menegenai pekerjaan yang akan dilakukan. Dengan demikian sistem manajemen kinerja didasarkan kepada suatu asumsi bahwa karyawan mengetahui dan mengerti apa yang diharapkan dari perusahaannya, dan diikutsertakan dalam penentuan sasaran yang akan dicapai maka karyawan akan menunjukkan kinerja mereka untuk mencapai sasaran tersebut.
Khususnya dalam kepolisian berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2011 adalah Peraturan yang mengatur sistem penilaian kinerja pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sistem manajemen kinerja. Peraturan Kapolri ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja personel Polri. Peraturan Kapolri ini adalah merupakan sistem penilaian kinerja yang baru dan menggantikan sistem penilaian kinerja personel Polri yang lama yaitu Daftar Penilaian Anggota Polri (Dapen Polri).
Sistem Manajemen Kinerja Polri (Perkap Nommor 16 tahun 2011) tersebut terdapat perbedaan dengan Dapen. Perbedaan tersebut adalah adanya komunikasi antara pimpinan (yang memberikan penilaian) dengan anggota / bawahan (yang dinilai). Komunikasi tersebut berupa adanya forum dan mekanisme keberatan dari bawahan / anggota yang dinilai terhadap besaran penilaian yang diberikan oleh pejabat penilai. Dalam sistem manajemen kinerja Polri tersebut, terdapat empat prinsip dasar dalam melakukan penilaian, yaitu :
  1. Transparan, yang berarti bahwa pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan secara terbuka, dengan menyepakati lima faktor kinerja yang akan dinilai oleh Pejabat Penilai (PP) dengan Anggota Yang Dinilai (AYD) dan hasil penilaian tersebut disampaikan secara langsung.
  2. Bersih, yang mengandung arti bahwa dalam pelakanaan penilaian kinerja tidak ada cela bagi Pejabat Penilai dan Anggota Yang Dinilai untuk melakukan KKN karena dalam pelaksanaan penilaian juga melibatkan dua rekan Anggota Yang Dinilai yang dipilih secara acak.
  3. Akuntabel, yang berarti bahwa dalam penilaian kinerja dapat dipertanggung jawabkan secara vertikal maupun horizontal.
  4. Objektif, yang berarti bahwa penilaian kinerja dilakukan sesuai dengan fakta kinerja dan hasil yang disepakati sesuai dengan target yang telah disepakati pula

Pengertian Kinerja (skripsi dan tesis)


Mangkunegara (2005) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Brahmasari (2008) juga mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi.
Simamora (2006) berpendapat bahwa kinerja karyawan adalah tingkatan dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugastugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah seberapa baik karyawan dalam mencapai persyaratan sebuah pekerjaan.
Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rifai, 2005). Kinerja karyawan tidak hanya sekedar informasi untuk dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji bagi perusahaan. Akan tetapi bagaimana perusahaan dapat memotivasi karyawan dan mengembangkan satu rencana untuk memperbaiki kemerosotan kinerja dapat dihindari.
Dalam penelitian ini maka pengertian kinerja adalah kinerja karyawan adalah tingkatan dimana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Dengan demikian kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan.

Pengukuran Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)

Heckhausen sebagaimana dikutip Simamora (2006) mengemukakan beberapa ciri orang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi yakni :
  1. Berorientasi pada keberhasilan, dan lebih percaya pada diri sendiri dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan.
  2. Bersikap mengarah pada tujuan, berorientasi pada masa mendatang.
  3. Menyukai tugas yang tingkat kesulitannya di atas sedang.
  4. Tidak suka membuang-buang waktu.
  5. Tahan bekerja keras, dan.
  6. Lebih suka bekerjasama dengan orang lebih cakap meskipun orang tersebut tidak menyenangkan daripada bekerjasama dengan orang yang menyenangkan tetapi tidak cakap
Menurut Uno (2008) seorang yang memiliki motivasi kerja akan tampak melalui:
  1. Tanggung jawab dalam melakukan kerja, meliputi:
  • Kerja keras
  • Tanggung jawab
  • Pencapaian tujuan
  • Menyatu dengan tugas
    1. Prestasi yang dicapainya, meliputi:
  • Dorongan untuk sukses
  • Umpan balik
  • Unggul
    1. Pengembangan diri, meliputi:
  • Peningkatan keterampilan
  • Dorongan untuk maju
    1. Kemandirian dalam bertindak, meliputi:
  • Mandiri dalam bekerja
  • Suka pada tantangan