Pembelajaran
kooperatif berasal dari Bahasa Inggris “Cooperative
Learning”. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil
yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Slavin (Solihatin, 2008 :
4) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen.”
Ditambahkan
oleh Solihatin (2008 : 5) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga dengan bekerja secara
bersama-sama di antara sesame anggota kelompok akan meningkatkan motivasi,
produktivitas dan perolehan hasil belajar.
Sejalan
dengan itu Anita Lie, dalam bukunya Cooperative
Learning Mempraktikan Cooperative
Learning di Ruang-ruang Kelas (2007 : 12) dinyatakan sebagai “model
pembelajaran gotong-royong karena memberikan kesempatan kepada siswa/peserta
didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan disini guru
sebagai fasilitator.
Sedangkan
istilah Cooperative Learning dalam
wacana Indonesia dikenal dengan pembelajaran kooperatif. Istilah ini lebih
bermakna daripada sekedar belajar kelompok tradisional yang membentuk kelompok
kerja dengan lingkungan yang positif dan meniadakan persaingan individu dalam
kelompok untuk mencapai prestasi akademik. Penggunaan model Cooperative Learning merupakan suatu
pendekatan dalam proses pembelajaran yang membutuhkan partisifasi dan kerjasama
dalam kelompok.
Cooperative Learning
merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan aktifitas siswa dalam
belajar kelompok kecil, mempelajari materi pembelajaran dan mengerjakan.
Anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya. Model
pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa lain untuk meningkatkan pemahaman
dan penguasaan bahan pembelajaran, karena terkadang siswa lebih paham akan hal
yang disampaikan temannya daripada gurunya, serta bahasa yang digunakan oleh
siswa terkadang lebih mudah dipahami oleh siswa lainnya.
Dalam
Cooperative Learning ada struktur
tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadi interaksi yang
baik dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara kelompok. Pola
hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang
apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan
kemampuan dirinya secara individual dan bekerjasama antar anggota kelompoknya
selama belajar kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota
saling bekerja sama secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu
materi, memeriksa dan memperbaiki pekerjaan teman serta kegiatan lainnya,
dengan tujuan mencapai hasil belajar yang tinggi serta harus ditanamkan kepada
siswa bahwa belajar belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum
menguasai pembelajaran.
Cooperative Learning
memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang berkualitas antara siswa
dengan siswa dalam kelompok, maupun siswa dengan siswa antar kelompok, dan guru
dapat berperan sebagai motivator, fasilitator dan moderator. Pada pembelajaran
ini juga, siswa ditempatkan pada peran yang sama untuk mencapai tujuan belajar,
penguasaan materi pembelajaran dan keberhasilan pembelajaran, yang dipandang
tidak semata-mata dapat ditentukan oleh guru, tetapi merupakan tanggung jawab
bersama. Hal tersebut akan mendorong tumbuh dan kembangnya rasa kebersamaan dan
saling membutuhkan diantara siswa.
Pengelompokan
siswa secara heterogenitas merupakan ciri yang menonjol dalam model
pembelajaran Cooperative Learning.
Heterogenitas kelompok bias dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman
gender, latar belakang agama dan sosial. Misalnya dua orang kemampuan akademis
tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu orang lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang.
Johnson
(Isjoni, 2009 : 24) mengemukakan bahwa “Cooperative
Learning dapat menghasilkan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan
berfikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi,
belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki
sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik,
serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain”.
Disamping
memiliki keunggulan model pembelajaraan Cooperative
Learning memiliki kelemahan. Isjoni (2009 : 25) mengungkapkan beberapa kelemahan
dalam pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut :
a) Guru
harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih
banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b) Agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai.
c) Selama
kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topic permasalahan yang
sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
d) Saat
diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
lain menjadi pasif .
No comments:
Post a Comment