Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas produk dengan kinerja yang dirasakan dari produk tersebut. Jika kinerja produk lebih buruk dari harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami ketidakpuasan. Menurut Kotler (1997), jika produsen melebih-lebihkan manfaat suatu produk maka harapan konsumen tidak akan tercapai sehingga akan mengakibatkan ketidakpuasan. Hasil dari evaluasi merek yang dilakukan konsumen adalah niat atau keinginan membeli atau tidak membeli melalui proses yang kompleks (Assael, 1995). Engel (1995) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Kepuasan konsumen merupakan konsep yang penting dalam riset pemasaran. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepuasan konsumen memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas (Lein-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao, 2001, dikutip oleh Marco van der Heijden and Tim Snijder, 2007). Vasquez Carrasco dan Foxall (2006) membuktikan bahwa kepuasan konsumen mempunyai pengaruh positif terhadap ingatan konsumen pada merek tersebut. Parasuman, Zeithaml dan Berry (1994) seperti yang dikutip oleh Marco van der Heijden dan Tim Snijder (2007) memberikan definisi yang jelas tentang kepuasan. Mereka mengemukakan bahwa kepuasan dipengaruhi oleh kualitas layanan, kualitas produk dan harga. Mereka telah meneliti kepuasan pada level transaksi yang menunjukkan bahwa kepuasan secara keseluruhan merupakan fungsi dari transaksi. Kepuasan merupakan respons konsumen baik secara afektif maupun kognitif (Giese dan Gote, 2000, dalam Marco van der Heijden dan Tim Snijder, 2007). Fokus dari kepuasan konsumen ialah membandingkan kinerja produk dengan standar. Richard Oliver, seperti yang dikemukakan Engel (1995) telah mempelopori penelitian mengenai kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dengan model diskonfirmasi harapan. Konsumen melakukan pembelian dengan harapan mengenai bagaimana produk akan benar-benar bekerja begitu digunakan.
Para peneliti mengidentifikasikan tiga jenis harapan: 1. Kinerja yang wajar, yaitu suatu penilaian normative yang mencerminkan kinerja yang orang harus terima dengan biaya dan usaha yang dicurahkan untuk pembelian dan pemakaian. 2. Kinerja yang ideal, yaitu tingkat kinerja “ideal” yang optimum atau diharapkan. 3. Kinerja yang diharapkan, yaitu bagaimana kemungkinan kinerja nantinya. Kepuasan dikenal sebagai fenomena pascapembelian, pada praktiknya hal ini tidak selalu benar. Konsumen dapat menunjukkan kepuasan sebelum pembelian atau ketiadaan pilihan dalam pembelian. Tipe kepuasan seperti ini sulit diukur karena hal tersebut tidak terjadi setiap waktu. Heijden dan Snijder (2007) menyatakan bahwa kepuasan secara empiris diukur dari membandingkan ekspektasi konsumen terhadap produk atau layanan dengan pengalaman yang sesungguhnya.
Penelitian terdahulu mengidentifikasi berbagai tingkatan pengukuran kepuasan konsumen sebagai berikut: 1. During consumption (Oliver, 1997) Fokus pada produk dan layanan 2. Post-consumption (Mano and Oliver, 1993) Fokus pada produk 3. During or after consumption (Halstead, Hartman and Schmidt, 1994) Fokus pada kinerja produk dibandingkan dengan beberapa standard pra pembelian. 4. During consumption experience (Hunt , 1977) Fokus pada pengalaman dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya. 5. Post-purchase (Fornell, 1992) Fokus pada perceived product performance pascapembelian dibandingkan ekspektasi pra pembelian 6. Post-choice (Westbrook and Oliver, 1991) Fokus pada pilihan pembelian yang spesifik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lein-Ti Bei dkk (dikutip oleh Marco van der Heijden and Tim Snijder, 2007) mengemukakan sebuah model alternative untuk kepuasan konsumen. Mereka mengemukakan bahwa kepuasan konsumen bergantung pada tiga variable independen, antara lain: 1. Perceived service quality Merupakan pandangan konsumen terhadap kualitas layanan ketika mereka membandingkan antara harapan dengan kinerja layanan yang sebenarnya Perceived product quality Merupakan pandangan konsumen terhadap kualitas produk ketika mereka membandingkan antara harapan dengan kinerja produk yang sesungguhnya. 3. Perceived price fairness Harga yang dimaksud tidak hanya harga secara moneter, tetapi segala yang harus dikorbankan konsumen untuk memperoleh produk atau jasa tertentu. Perceived price fairness adalah bagaimana konsumen menilai harga dikaitkan dengan produk atau jasa yang mereka terima
No comments:
Post a Comment