Monday, July 8, 2024

Tujuan Penilaian Kinerja

 


Didalam Mangkunegara (2000:10), secara spesifik, tujuan
penilaian kinerja sebagai berikut:
1) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang
persyaratan kinerja.
2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, ,
sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik,
atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu.
3) Memberikan perluang kepada karyawan untuk
mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan
yang diembannya sekarang.
4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa
depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi
sesuai dengan potensinya.
5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang
sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat,
dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hak
yang perlu diubah

Pengertian Kinerja

 


Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama
periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil
kerja, target atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama (Veithzal, 2005:97). Kinerja
karyawan tidak hanya sekedar informasi untuk dapat dilakukannya
promosi atau penetapan gaji bagi perusahaan. Akan tetapi
bagaimana perusahaan dapat memotivasi karyawan dan
mengembangkan satu rencana untuk memperbaiki kemerosotan
kinerja dapat dihindari.
Kinerja karyawan perlu adanya penilaian dengan maksud
untuk memberikan satu peluang yang baik kepada karyawan atas
rencana karier mereka dilihat dari kekuatan dan kelemahan,
sehingga perusahaan dapat menetapkan pemberian gaji,
memberikan promosi, dan dapat melihat perilaku karyawan.
Penilaian kinerja dikenal dengan istilah “performance rating” atau
“performance appraisal”. Menurut munandar (2008:287), penilaian
kinerja adalah proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja,
dan hasil kerja seseorang tenaga kerja atau karyawan (pekerja dan
manajer), yang dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan tentang tindakan-tindakan terhadap bidang
ketenagakerjaan.
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan
pertimbangan bahwa perlu adanya suatu sistem evaluasi yang
objektif terhadap organisasional. Selain itu, dengan adanya
penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang
objektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi
yang disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban
kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat
membentuk motivasi dan rangsangan kepada msing-masing bagian
untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Aspek-Aspek Kepuasan Kerja

 


Pelaksanaan pekerjaan akan sangat berkaitan dengan sejumlah aspek kerja,
misalnya saja menurut Gibson (Wibowo, 2007) dari sejumlah dimensi yang
dihubungkan dengan kepuasan kerja ada lima, kelima dimensi tersebut adalah:
a. Upah. Yaitu jumlah upah yang diterima dan dianggap upah yang wajar.
b. Pekerjaan. Yaitu keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap menarik,
memberikan kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab.
c. Kesempatan promosi, dimana tersedia kesempatan untuk maju.
d. Penyelia, dimana kemampuan penyelia untuk menunjukkan minat dan
perhatian terhadap pegawai.
e. Rekan sekerja. Yaitu keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap
bersahabat dan mendorong.
Robbins (2003), menyatakan dalam pengukuran kepuasan kerja, beberapa
hal dapat diukur adalah:
a. Gaji. Yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari
pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
b. Pekerjaan itu sendiri. Yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang
apakah memiliki elemen yang memuaskan.
c. Rekan sekerja.Yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan
kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
d. Atasan.Yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk
dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi
seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan
kerja.
e. Promosi.Yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan
jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk
naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau
terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
Aspek yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang
karyawan menurut Rivai (2009) adalah: (1) Isi pekerjaan, penampilan tugas
pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan; (2) Supervisi; (3)
Organisasi dan manajemen; (4) Kesempatan untuk maju; 5) Gaji dan keuntungan
dalam bidang finansial seperti adanya insentif; (6) Rekan kerja; (7) Kondisi
pekerjaan

Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja

 


Ternyata banyak faktor penentu kepuasan kerja, faktor-faktor yang akan
dibahas dimaksudkan untuk memenuhi pertanyaan tentang apa yang diukur dalam
variabel kepuasan kerja. Banyak peneliti memperlihatkan sejumlah aspek situasi
yang berbeda sebagai sumber yang penting dari kepuasan kerja.
As’ad (1999) dapat merangkum faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja, yaitu:
a. Faktor psikologi. Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan, yang meliputi: minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap
kerja, bakat, dan keterampilan
b. Faktor sosial. Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial,
baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang
berbeda jenis pekerjaannya.
c. Faktor fisik. Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan,
suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan,
umur dan sebagainya.
d. Faktor finansial. Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau
upah, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,
promosi dan sebagainya.

Teori-teori Kepuasan Kerja

 


Banyak sekali teori-teori tentang kepuasan kerja yang dibahas para ahli,
akan tetapi teori-teori yang berkenaan dengan kepentingan pembahasan dalam bab
ini lebih menekankan kepada teori dua faktor (Two Factor Theory).
Rivai (2009) menguraikan teori dua faktor dalam kaitannya dengan kepua-
san kerja. Menurut teori dua faktor, kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu
bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan
menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies
ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja
yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk
berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya
faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini
tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah
faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji atau
upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini
diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan.
Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya
faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan
kecewa meskipun belum terpuaskan

Pengertian Kepuasan Kerja

 


Kepuasan kerja merupakan halpenting yang dimiliki individudidalam
bekerja. Setiap individumemiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka tingkat
kepuasan kerjanya pun berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kepuasan kerja
tersebut dapat memberikan dampak yang tidak sama. Hal itu sangat tergantung
pada sikap mental individu yang bersangkutan sebagaimana Byars dan Roe (1992)
mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi sangat memungkinkan untuk
mendorong terwujudnya tujuan suatu lembaga atau perusahaan. Sementara tingkat
kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman yang akan membawa
kehancuran perusahaan segera maupun secara perlahan.
Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Kreitner dan Kinicki (Wibowo,
2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan respons affective atau
emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Rivai (2009) menyatakan
bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas
perasaan sikapnya senang atau tidak puas dalam bekerja.

Ciri-Ciri Keterlibatan Kerja

 


Menurut Kanungo (1982) ciri-ciri orang yang memiliki keterlibatan kerja
dapat dijelaskan dalam indikator berikut:
a. Hal terpenting yang terjadi pada dirinya adalah melibatkan pekerjaannya
yang saat ini
b. Baginya, pekerjaan adalah sebagian besar tentang dirinya
c. Sangat terlibat secara pribadi dalam pekerjaannya
d. Hidup, makan dan bernafas melalui pekerjaannya
e. Ketertarikannya yang paling utama adalah terpusat pada tugas
f. Terikat kuat dengan pekerjaannya yang sekarang dan sulit untuk dipisahkan
g. Biasanya merasa memihak pada pekerjaannya
h. Sebagian besar dari tujuan hidupnya adalah berorientasi pada pekerjaan
i. Menganggap pekerjaannya menjadi eksistensi utamanya
j. Individu suka terhanyut dalam pekerjaan sepanjang waktu