Wednesday, July 10, 2024

Hubungan Karakteristik Individu terhadap Kinerja Karyawan

 


Berdasarkan fakta yang sesungguhnya dapat diuraikan bahwa
pengaruh karakteristik individu terhadap kinerja secara teoritis karakterisik
individu yang terdiri atas sifat, minat, dan kebutuhan yang dibawa
seseorang kedalam situasi kerja menajdikan dirinya memiliki kemampuan
yang berbeda dengan orang lain untuk mempertahankan dan memperbaiki
kerja didalam organisasi. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Sigit
(2003) bahwa jika karakteristik karyawan menunjukkan sikap dan perilaku
yang baik terutama dalam hubungan kerja dan manusia, dapat memperkuat
kemampuan dan motivasi kerja, sehingga akan tercipta kinerja yang baik.
Selanjutnya bahwa nilai-nilai yang tergambar dalam karakteristik dapat
dipelajari karena nilai individu, nilai kelompok, dan nilai organisasi yang
diyakini dapat mempengaruhi perilaku dan efektivitas organisasi

Hubungan Locus of Control terhadap Kinerja Karyawan

 


Locus of control mengarah pada kemampuan seseorang individu
dalam mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan hidupnya
(Suwandi dan Indriantoro dalam Toly, 2001). Locus of control adalah cara
pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak
mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo,
2002:122). Berdasarkan teori locus of control memungkinkan bahwa
perilaku karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh
karakteristik internal locus of controlnya dimana locus of control internal
adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat baik atau buruk
adalah karena tindakan kapasitas dan faktor-faktor dalam diri mereka
sendiri. Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka yang
yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan
kemungkinan akan mengambil keputusan yang lebih etis dan independen

Definisi Orientasi Tujuan

 


Secara spesifik ada dua macam orientasi tujuan (goal orientation),
yaitu orientasi tujuan kinerja (performance goals) dan orientasi tujuan
pembelajaran (learning goals). Orientasi tujuan dalam mencapai prestasi
diklasifikasikan menjadi dua yaitu orientasi tujuan pembelajaran dan
orientasi tujuan kinerja (Nicholls, 1984 dalam Mustikawati, 2006).
Orientasi tujuan merupakan suatu mental framework bagaimana individu
menginterpretasi dan merespon situasi atau kejadian yang dihadapinya
(Dweck and Legget, 1988:325). Pada konstruk orientasi tujuan kinerja,
menjadi pedoman individu untuk meyakini kompetensi adalah tidak
berubah, untuk mengevaluasi kompetensi dirinya dibandingkan dengan
yang lain, dan memilih tugas sesuai dengan kompetensinya dan
menghindari kegagalan. Orientasi tujuan dapat memprediksikan kinerja
pada lingkungan pendidikan (Dweck, dalam Johnson et al, 2000:724), dan
penelitian telah membuktikan bahwa orientasi tujuan telah memberikan
implikasi yang penting untuk pelatihan dan motivasi dalam kontek
organisasi (Martocchio, 1994:103).
Woolfolk (2004) menjelaskan bahwa orientasi tujuan (goal
orientation) berkenaan dengan alasan individu ingin mencapai tujuan-
tujuan (goals) dan standar yang diterapkan individu dalam mencapai
tujuan-tujuannya (goals). Menurut Johnson et al (2000:268), orientasi
pembelajaran memfokuskan individu pada pengembangan dan strategi
tugas yang rumit. Pengembangan strategi tugas rumit, memberikan
keyakinan yang tinggi (self efficacy) pada kemampuan mereka untuk
menyelesaikan tugas. Hal ini didukung pula oleh penelitian Philip dan
Gully (1997) yang menemukan bukti bahwa orientasi pembelajaran
mempunyai hubungan yang positif dengan self efficacy, atau dengan kata
lain orang yang mempunyai orientasi pembelajaran cenderung mempunyai
self efficacy yang tinggi

Aspek-aspek Karakteristik Pekerjaan

 


Dimensi inti pekerjaan menurut Hackman J.R dan G.Oldham (1980)
dalam Robbins (2006:641-642):
a. Variasi keterampilan yang dibutuhkan (Skill Variety)
Variasi keterampilan merupakan tingkat dimana seseorang perlu
menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuannya untuk
melakukan pekerjaan. Pekerjaan yang mempunyai keragaman tinggi
ini akan membuat karyawan menggunakan beberapa keterampilan dan
bakat untuk menyelesaikan tugasnya. Pekerjaan yang beragam
dipandang lebih menantang karena dapat mencakup beberapa jenis
pekerjaan. Pekerjaan yang seperti ini akan menghilangkan rasa
kemonotonan yang timbul dari setiap aktivitas yang berulang. Selain
itu keragaman keterampilan akan menimbulkan perasaan kompeten
yang lebih besar bagi para pekerja, karena para pekerja dapat
melakukan jenis pekerjaan yang berlainan dengan cara yang berbeda.
b. Prosedur dan Ketegasan Tugas (Task Identity)
Tingkat dimana suatu pekerjaan itu memerlukan penyelesaian yang
menyeluruh dan dapat diidentifikasikan. Gerakan manajemen ilmiah
masa lampau yang telah menimbulkan pekerjaan yang terlalu
dispesialisasikan dan rutinitas karyawan mengerjakan bagian kecil dari
pekerjaan sehingga para karyawan tidak dapat mengidentifikasikan
salah satu hasil kerja dengan upaya mereka sendiri. Para karyawan
tidak dapat memiliki rasa menyelesaikan atau tanggung jawab terhadap
pekerjaan secara keseluruhan
c. Kepentingan Tugas (Task Significant)
Tingkat dimana pekrjaan itu dapat memberikan pengaruh besar pada
kehidupan atau pekerjaan orang lain. Dengan kata lain sejauh mana
tingkat kepentingan pekerjaan tersebut.
d. Kewenangan dan tanggung jawab (Autonomy)
Tingkat atau keadaan dimana suatu pekerjaan itu memberikan
kebebasan kepada karyawan untuk merancang dan memprogramkan
aktivitas kerjanya sendiri. Pekerjaan yang mempunyai otonomi
mendorong karyawan menggunakan kemampuan dan kebijaksanaan
untuk dapat menentukan strategi dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Umpan balik dari tugas yang telah dilaksanakan (Feedback)
Tingkat dimana karyawan mendapat umpan balik dari pengetahuan
mengenai hasil dari pekerjannya. Umpan balik mengacu pada
informasi yang diberikan kepada seorang karyawan atas prestasi yang
dicapainya dalam pekerjaan. Umpan balik dapat timbul dari pekerjaan
itu sendiri, pimpinan, atau rekan kerja lainnya. Gagasan atau kata-kata
umpan balik yang cukup sederhana akan sangat penting dan berarti
bagi karyawan, terlebih apabila diwujudkan dalam bentuk hadiah atau
bonus. Mereka perlu mengetahui seberapa baik prestasi mereka, karena
mereka menyadari bahwa prestasi itu memang berbeda-beda, dan agar
dapat melakukan penyesuaian diri melalui proses perolehan atau
pembentukan keahlian

Pengertian Karakteristik Pekerjaan

 


Karakteristik pekerjaan menurut Ni Made Gunastri (2009:14) adalah
sebagai berikut : merupakan sifat dan tugas yang meliputi tanggung jawab,
macam tugas dan tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu
sendiri. Pekerjaan yang secara intrinsik memberikan kepuasan akan lebih
memotivasi bagi kebanyakan orang daripada pekerjaan yang tidak
memuaskan. Berry dan Houston (Mundung, 2007). Karakteristik pekerjaan
adalah sikap aspek internal dari kerja itu sendiri yang terdiri dari variasi
keterampilan yang dibutuhkan, prosedur dan kejelasan tugas, kewenangan
dan tanggung jawab serta umpan balik dari tugas yang telah dilakukan.
Sedangkan menurut Agung Panudju (2003:6), mendefinisikan
karakteristrik pekerjaan sebagai berikut: Menunjukkan seberapa besar
pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya,
dan seberapa banyak tugas yang harus dirampungkan oleh karyawan

Faktor-faktor Karakteristik Individu

 Ada beberapa faktor dari karakteristik individu, antara lain:

a. Usia
Dyne dan Graham (2005:134) menyatakan bahwa, “Pegawai yang
berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa ketertarikan atau
komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda
sehingga meningkatkan loyalitas mereka pada organisasi. Hal ini
bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di organisasi, tetapi
dengan usia tuanya tersebut, makin sedikit kesempatan pegawai untuk
menemukan organisasi”. Pendapat senada diungkapkan oleh Robbins
(2003:43) menyatakan bahwa “Semakin tua usia pegawai, makin tinggi
komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena
kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih
terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut
dipihak lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai
atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap
organisasi”.
b. Jenis Kelamin
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut
jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Dyne dan Graham (2005:134)
menyatakan bahwa “Pada umumnya wanita menghadapi tantangan
lebih besar dalam mencapai karirnya, sehingga komitmennya lebih
tinggi. Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa bahwa tanggung
jawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka, sehingga gaji
atau upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang sangat
penting bagi dirinya”. Robbins (2003:65) menyatakan bahwa “Tidak
ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan
kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan belajar. Namun
studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia
untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk
sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita
mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria”.
c. Status Perkawinan
Berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto (2000:146) dalam bukunya
kamus sosiologi menyatakan bahwa kata perkawinan (marriage)
adalah ikatan yang sah antara seorang pria dan wanita yang
menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka
maupun keturunannya. Salah satu riset menunjukkan bahwa karyawan
yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang
lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan
sekerjanya yang bujangan. Johannes dan Taylor (1999); Tsui et al.,
(1994) (dalam Srimulyani, 2009:11). Seseorang yang sudah menikah
menjadi merasa lebih terikat dengan organisasi tempatnya bekerja
dibandingkan dengan seseorang yang belum menikah. Pernikahan
memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu
pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting (Stephen
P.Robbins, 2006:46).
d. Masa Kerja
Siagian (2008) menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa
lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.
Masa Kerja dan kepuasan saling berkaitan positif. Memang ketika usia
dan masa kerja diperlakukan secara terpisah, tampaknya masa kerja
akan menjadi indikator perkiraan yang lebih konsisten dan mantap atas
kepuasan kerja daripada usia kronologis. (Stephen P Robbins,
2006:51). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang
karyawan lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini
disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan
lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan
merasa lebih nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga
dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai
jaminan hidup di hari tua (Robert Kreitner, Angelo Kinicki, 2003:275).
e. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat
kepuasan kerja (Robert Kreitner, Angelo Kinicki, 2003:277). Pendapat
lain juga menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka
tuntutan-tuntutan terhadap aspek-aspek kepuasan kerja di tempat
kerjanya akan semakin meningkat (Kenneth N.Wexley, Gary A.Yuki,
2003:149). Berdasarkan beberapa pengertian karakteristik individu di
atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu adalah suatu
proses psikologi yang mempengaruhi individu yang mencakup usia,
jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja dalam organisasi dan
tingkat pendidikan

Definisi Karakteristik Individu

 


Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Ratih Hurriyati (2005:79) memberikan
pengertian tentang karakteristik individu sebagai berikut: “Karakteristik
individu merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu
dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta
pengalaman. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor internal
(interpersonal) yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku individu”.
Menurut Robbins (2006:46) menyatakan bahwa, Faktor-faktor yang
mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian
besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang
pegawai mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis
kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam
organisasi. Siagian (2008:47) menyatakan bahwa, karakteristik biografikal
(individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan,
jumlah tanggungan dan masa kerja. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh
karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan
dan jenis kelamin (Prayitno, 2005).
Reksowardoyo (2003) dan Widiyanti (2004) Karakteristik individu
adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang individu yang
ditampilkan melalui pola pikir, pola bersikap, dan pola bertindak terhadap
lingkungan hidupnya, berupa karakteristik interen. Terdapat tiga faktor
utama yang berpengaruh terhadap persepsi manusia (karyawan) Sigit
(2003:23), yaitu:

  1. Karakteristik menurut obyeknya atau stimuli
  2. Karakteristik secara individual yang mempersepsikan sesuatu
  3. Karakteristik yang menunjukkan situasi