Thursday, March 23, 2023

Aspek dalam Komitmen Kerja

   Menurut Meyer dan Allen  dalam Luthans (2018) bahwa faktor-faktor penyebab komitmen kerja mengakibatkan timbulnya perbedaan bentuk komitmen organisasi yang dibaginya atas tiga aspek, yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuence commitment), dan komitmen normative (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga aspek komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang: (1) menggambarkan hubungan individu dengan organisasi, dan (2) mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi.

Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) lebih memilih untuk menggunakan istilah aspek komitmen kerja daripada tipe komitmen organisasi karena hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam aspek tersebut. Adapun definisi dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  • Komitmen Afektif (Affective Commitment)

Komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, pada siapa karyawan mengidentifikasikan dirinya, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut (Allen dan Meyer, dalam Luthans (2018).

Menurut Morgan dalam (Ahmad, S, K. Shahzad, S. Rehman, N. A. Khan & I.U. Shad 2010) komitmen afektif merupakan perasaan pribadi karyawan dan identifikasi dirinya pada organisasi dikarenakan kepercayaan yang kuat terhadap fungsi dan tujuan organisasi. Komitmen afektif dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama yaitu karakteristik pribadi, karakteristik struktur, karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja. Walaupun keempat kategori ini mempengaruhi komitmen afektif secara signifikan, kebanyakan literatur mendukung bukti bahwa pengalaman kerja mempunyai hubungan pengaruh yang lebih kuat (Mowder, et al., 1982 dalam Azliyanti, 2019).

  • Komitmen Kontinuans (Continuence Commitment)

Komitmen kontinuans berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan yang berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker yaitu bahwa komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Allen dan Meyer, dalam Luthans, 2018).

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2011) komitmen kontinuans merupakan persepsi seseorang terhadap kerugian yang akan dialaminya apabila meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Komitmen ini pada saat awal dikembangkan dianggap sebagai aktifitas yang dianggap konsisten. Ketika individu tak melanjutkan lagi aktifitasnya pada suatu organisasi, maka akan timbul di hatinya suatu perasaan kehilangan. Oleh sebab itu selanjutnya komitmen ini disebut juga dengan exchanged oriented commitment atau komitmen yang berorientasi pada pertukaran atau biasa juga disebut komitmen komulatif (Dewayani, 2017).

  • Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib bertahan dalam organisasi (Allen dan Meyer, dalam Luthans , 2018). Wiener (dalam Luthans, 2018) mendefinisikan aspek komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi.

Menurut Morgan (1988) dalam Ahmad, et al. (2010) komitmen normatif adalah perilaku yang ditunjukkan karyawan atas pertimbanan moral dan apa yang benar untuk dilakukan. Chang, C. C., M. C. Tsai dan M. S. Tsai (2011), menyatakan bahwa komitmen normatif mengacu kepada perasaan pekerja bahwa mereka berkewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sedangkan Dewayani (2017) mengatakan bahwa komitmen normatif ini juga disebut sebagai komitmen moral, merefleksikan persepsi individu terhadap norma, perilaku yang dapat diterima, yang timbul sebagai akibat perlakuan organisasi terhadap karyawan. Misalnya dengan gaji yang mereka terima serta pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti. Perasaan wajib ini terus tumbuh sampai mereka merasa impas dan tidak mempunyai kewajiban lagi.

 Meyer dan Allen dalam Luthans (2018) berpendapat bahwa setiap aspek memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan aspek afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan aspek continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki aspek normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

No comments:

Post a Comment