Sedangkan
pemahaman mengenai anak luar kawin yang diakui secara sah adalah salah satu
ahli waris menurut undang-undang yang diatur dalam KUHPerdata berdasarkan Pasal
280 jo Pasal 863 KUHPerdata. Anak luar kawin yang berhak mewaris tersebut
merupakan anak luar kawin dalam arti sempit, mengingat doktrin mengelompokkan
anak tidak sah dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu anak luar kawin, anak zina, dan
anak sumbang, sesuai dengan penyebutan yang diberikan oleh pembuat
undang-undang dalam Pasal 272 jo 283 KUHPerdata (tentang anak zina dan
sumbang). Anak luar kawin yang berhak mewaris adalah sesuai dengan
pengaturannya dalam Pasal 280 KUHPerdata. Pembagian seperti tersebut dilakukan,
karena undang-undang sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada, memang
memberikan akibat hukum lain-lain (sendiri-sendiri) atas status anak-anak
seperti tersebut di atas. [1]
Pemahaman mengenai anak zina dan anak sumbang
sebenarnya memiliki kesamaan yaitu sebagai anak luar kawin dalam arti bukan
anak sah, tetapi dalam hal lain memiliki perbedaaan. Jika dibandingkan dengan
Pasal 280 dengan Pasal 283 KUHPerdata, dapat diketahui anak luar kawin menurut
Pasal 280 dengan anak zina dan anak sumbang yang dimaksud dalam Pasal 283
adalah berbeda.Demikian pula berdasarkan ketentuan Pasal 283, dihubungkan
dengan Pasal 273 KUHPerdata, bahwa anak zina berbeda dengan anak sumbang dalam
akibat hukumnya. Terhadap anak sumbang, undang-undang dalarn keadaan tertentu
memberikan perkecualian kepada mereka yang dengan dispensasi diberikan
kesempatan untuk saling menikahi (Pasal 30 ayat (2) KUHPerdata) dapat mengakui
dan mengesahkan anak sumbang mereka menjadi anak sah (Pasal 273 KUHPerdata).
Perkecualian seperti ini tidak diberikan untuk anak zina. Berdasarkan uraian di
atas maka anak luar kawin merupakan anak yang dilahirkan dari hasil hubungan
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang kedua-duanya tidak terikat
perkawinan dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk saling menikahi,
anak-anak yang demikianlah yang bisa diakui secara sah oleh ayahnya (Pasal 280
KUHPerdata).[2]
Sedangkan
pemahaman mengenai pengakuan anak luar kawin ini ada dua macam, yaitu :
1)
Pengakuan
secara sukarela.
Pengakuan ini dapat dilakukan oleh ayah maupun
ibunya secara sukarela. Pengakuan secara sukarela yang dilakukan oleh ibu dari
anak luar kawin tersebut tidak ada batas umur. Pengakuan sukarela yaitu : suatu
pengakuan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara yang ditentukan
undangundang, bahwa ia adalah bapaknya (ibunya) seorang anak yang telah
dilahirkan di luar perkawinan). Dengan adanya pengakuan, maka timbulah hubungan
Perdata antara si anakdan si bapak (ibu) yang telah mengakuinya sebagaimana
diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata. Pengakuan sukarela dapat dilakukan dengan
cara-cara yang ditentukan dalam Pasal 281 KUHPerdata, yaitu :
a.
Pengakuan
sukarela dengan akta kelahiran si anak yang di dasarkan Pasal 281 ayat (1)
KUHPerdata, untuk dapat mengakui seorang anak luar kawin bapak atau ibunya dan
atau kuasanya berdasarkan kuasa otentik harus menghadap di hadapan pegawai
catatan sipil untuk melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut.
b.
Pengakuan
sukarela pada saat perkawinan orang tuanya berlangsung yang dimuat dalam akta
perkawinan. Hal ini di dasarkan pada
Pasal 281 ayat (2) Jo Pasal 272 KUHPerdata. Pengakuan ini akan berakibat
si anak luar kawin akan menjadi seorang anak sah pengakuan terhadap anak luar
kawin dapat dilakukan dalam akta autentik seperti akta notaris sebagaimana
diatur dalam Pasal 281 ayat (1) KUH Perdata. Dengan akta yang dibuat oleh
pegawai catatan sipil, yang dibutuhkan dalam register kelahiran catatan sipil
menurut hari Penanggalannya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (2) KUH
Perdata.
2)
Pengakuan
secara paksaan.
Pengakuan ini dapat terjadi karena adanya
tuntutan dari anak luar kawin itu sendiri, gugatan terhadap bapak atau ibunya
kepada Pengadilan Negeri, agar supaya anak luar kawin dalam arti sempit itu
diakui sebagai anak bapak atau ibunya. Pengakuan paksaaan ini diatur dalam
Pasal 287-289 KUHPerdata. Dalam hal ini, pihak Kantor Catatan Sipil memberi
nasehat terlebih dahulu kepada ibu anak luar kawin tersebut untuk mengakui anak
luar kawinnya. Berdasarkan UU Perkawinan maka anak luar kawin tanpa adanya
pengakuan telah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,
karena menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, anak luar kawin hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. [3]
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 46/PUU-VIII/2010 menentukan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
No comments:
Post a Comment