Tuesday, July 16, 2019

. Aspek Kejiwaan Penderita Kanker (skripsi dan tesis)


            Bagi kebanyakan orang, kanker adalah suatu jenis penyakit yang amat mengerikan. Masyarakat sadar akan besarnya potensi bahaya yang ditimbulkannya, sehinga orangpun berpendapat dan yakin bahwa manakala sekali seseorang didiagnosis mengidap kanker, maka berarti seolah-olah “surat kematian telah ditandatangani”. Cara, sikap atau reaksi orang dalam menghadapi penyakit kanker yang menyerang dirinya, berbeda satu sama lain tergantung pada sifat individualnya. Hal ini juga tergantung pada sebagaimana jauhkah individu yang bersangkutan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang mengancam kehidupannya (Hawari, 2009).
            Hal tersebut di atas juga tergantung pada usia, kematangan emosional, perilaku, reaksi-reaksi emosional dalam mengahadapi stress, hubungan kekeluargaan, keadaan sosial ekonomi dan juga pendidikan ataupun pengetahuan umum tentang kanker. Berbagai faktor psikososial di atas akan mempengaruhi kondisi jiwa seseorang untuk bereaksi. Hal ini perlu diketahui, kira-kira di antara faktor-faktor psikososial tadi, mana yang dominan.
            Kepentingan untuk mengetahui reaksi emosional penderita tersebut adalah dalam rangka menentukan sikap atau pendekatan (appoach) berbagai tehnik pengobatan dan perawatan yang menyangkut empat aspek, yaitu aspek organobiologik, psikologik, soaial-kultural dan spiritual. Berbagai reaksi penderiata kanker di bidang kejiwaan antara lain kecemasan (anxiety), ketakutan (fear), dan depresi. Demikian pula halnya dengan macam-macam kepercayaan yang hidup di masyarakat (traditional beliefs), perlu mendapatkan perhatian dalam penatalaksanaan penderita kanker. 
            Penatalaksanaan penderita kanker dilakukan dengan pendekatan holistic yang meliputi terapi fisik, psikologik, sosial dan agama (WHO, 1984). Oleh karena itu pada penderita kanker seyogyanya tidak hanya dokter ahli bedah yang terlibat, tetapi juga psikiater/psikolog dan rohaniawan/agamawan. Sedangkan bagi perawat, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya juga harus mampu untuk membangkitkan motivasi penderita agar yang bersangkutan dapat menerima kenyataan manakala kanker yang diidapnya tidak lagi dapat diobati, namun masih ada alternatif lain, yang diatur dan dikontrol.

Pengobatan Kanker Serviks (skripsi dan tesis)

            Menurut (Wiknjosasto, 2006), pengobatan kanker serviks pada tingkat klinik tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah mikro (cryosurgery) atau dengan sinar laser. Kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan bahkan belum mempunyai anak. Bila penderita telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakit tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan histerektomi sederhana.
Karsinoma serviks menyebar dengan cara invasi local, invasi ke organ sekitarnya, tumor dapat berinfiltrasi sepanjang ligamentum sakro–uterina, sepanjang parametrium. Kandung kemih pun dan rectum dapat terinfiltrasi oleh proses kanker. Penyebaran dapat pula terjadi secara  hematogenik, penyebaran hematogenik dapat mencapai paru-paru,liver dan tulang. Kanker servik dapat bermetastasi ke ruang intraperioneal, bila bermetastasi ke intraperioneal, maka umumnya mempunyai prognosis yang buruk
Pada tingkat klinik IA, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasive. Bilamana kedalaman invasi <1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa, atau pembuluh darah.
            Pada klinik IB,IB occ dan IIA dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilakukan dengan penyinaran, tergantung ada tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.
            Pada tingkat IIB,III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk stadium ini tindakan primer adalah radioterapi. Sebaiknya karsinoma serviks selekasnya segera dikirim ke pusat penanggulangan kanker.
            Pada tingkat klinik IVA dan IVB penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul. Bilamana proses sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakukan, harus dipilih pengobatan secara khemoterapi bila syarat-syarat terpenuhi.

Gejala Kanker Serviks (skripsi dan tesis)

            Tidak seperti kanker payudara, kanker leher rahim (serviks) adalah kanker yang tidak menimbulkan adanya benjolan. Namun, kanker ini bisa dirasakan keberadaanya oleh penderitanya. Kemungkinan terserang kanker serviks dapat dipelajari dari gejala-gejala seperti berikut :
  1. Keluar cairan encer dari vagina atau biasa disebut keputihan. Bahkan, pada stadium lanjut cairan tersebut berwarna kuning kemerahan dengan bau yang sangat menyengat.
  2. Sering timbul rasa gatal yang berlebihan di bagian dalam vagina. Bahkan terkadang timbul koreng di bagian dalam vagina.
  3. Sering timbul rasa nyeri di bagian bawah perut.
  4. Sering terjadi perdarahan setelah melakukan hubungan seksual.
  5. Sering timbul perdarahan setwlah memasuki area menoupouse (Lina Mardiana, 2004)

Faktor risiko kanker serviks (skripsi dan tesis)

            Kejadian kanker serviks dapat disebabkan oleh beberapa factor risiko (Maharani, 2009) antara lain adalah :
  1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
  2. Berganti-ganti pasangan
  3. Defisiensi zat gizi
  4. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi
  5. Gangguan system kekebalan
  6. Pemakaian pil KB
  7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
  8. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap Smear secara rutin)

Pengertian Kanker dan Kanker Serviks (skripsi dan tesis)

          Kanker leher rahim (kanker serviks) merupakan sebuah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim/serviks, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks ini dapat muncul pada perempuan usia 35 sampai 55 tahun (Sukaca, 2009)

Karakteristik Cemas (skripsi dan tesis)

Menurut (Hawari, 2009), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau panik, maka digunakan alat ukur yang dikenal dengan Hamilton Ansiety Rating Scale (HARS) atau dusebut juga Hamilton Rating Scale of Ansiety (HRS-A). Adapun cara penilaian tingkat kecemasan menggunakan skala HARS yang terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi bobot skor 0 – 4, yaitu:
Nilai    0 = tidak ada gejala (keluhan)
            1 = gejala ringan
            2 = gejala sedang
            3 = gejala berat
            4 = gejala berat sekali
            Selanjutnya masing-masing nilai angka kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang dengan menggunakan pengukuran tingkat kecemasan HARS, yaitu:
Total nilai (score) :
Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20             = kecemasan ringan
21 – 27             = kecemasan sedang
28 – 41            = kecemasan berat
42 – 56             = kecemasan berat sekali
            Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis gangguan cemas. Diagnose gangguan cemas ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater), sedangkan untuk mengukur derajat berat ringannya gangguan kecemasan itu digunkaan alat ukur HRS-A (Hawari, 2009).
Adapun hal-hal yang dinilai dengan alat ukur skala HARS ini adalah gejala yang meliputi :
  1. Perasaan cemas
Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri.
  1. Ketegangan
Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.


  1. Ketakutan
Pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, kerumunan orang banyak, pada keramaian lalu lintas.
  1. Gangguan tidur
Sukar tertidur, terbangun dimalam hari, tidur tidak nyeyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi menakutkan.
  1. Gangguan kecerdasan
Sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun.
  1. Perasaan depresi atau murung
Hilangnya minat, berkurang kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-rubah sepanjang hari.
  1. Gejala somatik atau otot sakit dan nyeri otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.
  2. Gejala sensorik
Tinitus atau telinga berdengung, penglihatan kabur, merasa lemas
  1. Gejala kardivaskuler
Jantung berdebar-debar, nyeri dada, rasa lesu dan lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang atau berhenti sekejap.
  1. Gejala pernafasan
Rasa sesak, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek.
  1. Gejala gastrointestinal
Sulit menelan, perut melilit, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan  terbakar diperut, kembung, mual, muntah, sukar buang air besar.
  1. Gejala urogenital dan kelamin
Sering buang air kecil, tidak dapat menahan buang air kecil, tidak datang bulan atau haid, darah haid berlebihan, masa haid berkepanjangan, ejakulasi dini, ereksi melemah, impotensi.
  1. Gejala autonom
Mulut kering, muka merah, muka berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.
  1. Tingkah laku pada saat wawancara
Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, muka tegang, kerut pada kening, nafas pendek, muka pucat, otot tegang atau mengeras.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (skripsi dan tesis)

  1. Umur
Wiknjosastro (2006) menspesifikasikan umur ke dalam tiga kategori, yaitu : kurang dari 30 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun(tergolong menengah), dan lebih dari 30 tahun (tergolong tua), umur yang lebih muda menderita stres daripada umur tua.
  1. Status ekonomi
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kecemaan adalah stres psikososial, yang termasuk stres klinik adalah kemiskinan. Status ekonomi yang tinggi pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut tidak mudah mengalami stres dan kecemasan
  1. Tingkat pendidikan
Status pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah mengalami stres. Stres dan kecemasan ini biasa terjadi pada orang yang tingkat pendidikannya rendah, disebabkan kurangnya informasi yang dapat didapat orang tersebut.
  1. Keadaan Fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi, abortus dan cacat badan akan mengalami kecemasan dan stres.
  1. Sosial Budaya
Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat mempengaruhi timbulnya kecemasan. Individu yang mempunyai cara hidup yang teratur dan falsafah hidup yang jelas pada umumnya lebih sukar mengalami kecemasan.