Saturday, July 20, 2019

Penyebab Diabetes Mellitus (skripsi dan tesis)

Penyebab Diabetes Mellitus ini tergantung dari tipe diabetesnya. Ada dua tipe diabetes, yaitu:
  1. Diabetes Mellitus tipe I (tergantung insulin)
Penderita diabetes mellitus tipe I menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes melitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini, diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes mellitus tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur (http://medicastore.com, diakses 13 Maret 2011)
  1. Diabetes Mellitus tipe II (tidak tergantung insulin)
Pada diabetes mellitus tipe II, pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II ini bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas, sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas (http://medicastore.com , diakses 13 Maret 2011).

Pengertian Diabetes Mellitus (skripsi dan tesis)

Pengertian Diabetes Mellitus menurut WHO (1985) adalah keadaan Hiperglikemi menahun yang akan mengenai seluruh sistem tubuh dan merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetik. Keadaan ini karena kekurangan hormon insulin atau jumlah kerja insulin menurun, atau kelebihan faktor-faktor yang kerjanya berlawanan dengan cara kerja insulin. Hal yang sama juga disebutkan oleh Brunner (2001) Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (Glukosa) dalam darahnya (Sustrani dkk, 2004). Tugas pengaturan pengiriman glukosa dibebankan pada hormon insulin yang di produksi oleh kelenjar pankreas. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi.
Diabetes Mellitus adalah penyakit seumur hidup dimana badan seseorang tidak memproduksi insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik (Johnson, 2005). Insulin adalah hormon, cairan kimia yang menolong, mengatur dan mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah. Glukosa sebenarnya yaitu sumber energi (tenaga); bahan bakar untuk tubuh, dan glukosa adalah makanan bagi berbagai sel dalam tubuh. Bila tubuh mencerna makanan yang dimakan, hidrat arang (karbohidrat), demikian juga protein dan lemak, diubah menjadi glukosa (Johnson, 2005).
Pada dasarnya Diabetes Mellitus disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar glukosa di dalam darah, yaitu sekitar 60-120 mg/dl waktu puasa, dan dibawah 200 mg/dl pada 2 jam setel

Tingkatan dalam Pengetahuan (skripsi dan tesis0

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2007),  Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :
  • Tahu (know)
Merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. “tahu” diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalh mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, contohnya menyebutkan makanan apa saja yang harus dihindari oleh penderita Diabetes Mellitus.
  • Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek yang dipelajari, contohnya dapat menjelaskan mengapa harus meninggalkan makanan yang mengandung karbohidrat.
  • Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

  • Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
  • Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.
  • Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang telah ada.

Pengertian Tingkat Pengetahuan (skripsi dan tesis)

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan dairtikan sebagai sesuatu yang diketahui atau yang tidak diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (Poerwadarminta, 1983). Menurut Van Peursen (Adiwitanti, 2006), tingkah laku manusia digerakkan oleh dorongan rasa ingin tahu yang dimiliki di dalam diri manusia itu sendiri. Jadi dengan kata lain, pengetahuan dapat memberikan informasi atau fakta yang benar mengenai perilaku seseorang. Sedangkan menurut Aristoteles (Adiwitanti, 2006), salah satu cara manusia bertindak adalah dengan mengenal dan mengetahui. Jadi, seseorang dalam bertindak sebaiknya harus memiliki pengetahuan yang cukup, sehingga dapat mempertimbangkan segala sesuatunya dan mengambil keputusan yang tepat. Hal ini didukung oleh Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia pada dasarnya aktif dan pengetahuan merupakan suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa mengetahui sesuatu berarti bertindak atas sesuatu itu.
Sesuai yang dikatakan Notoatmodjo (2003), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain diatas. Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007) mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kontrol Diri (skripsi dan tesis)

Menurut Hurlock (1990), ada dua hal yang menjadi faktor penentu kontrol diri yaitu :
  1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah bagian yang penting dalam proses ini, dengan anggota keluarga sebagai model perilaku, sebagai agen penguatan, dan sebagai standar untuk perbandingan. Orangtua yang perhatian, member harapan, dan konsisten dalam standar perilaku mereka cenderung mempunyai anak yang berkembang dengan internal locus of control dan memiliki rasa keyakinan yang tinggi
  1. Usia
Semakin bertambah usia seseorang, semakin baik kontrol diri orang tersebut
  1. Kematangan kognitif (pengetahuan)
Kematangan kognitif terjadi selama masa pra sekolah dan masa kanak-kanak secara bertahap akan meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan sosial dan mengontrol perilakunya. Di mana ketika individu beranjak dewasa akan memiliki kemampuan berpikir dan pengetahuan yang lebih kompleks (Santrock,2003).

Aspek-aspek kontrol diri (skripsi dan tesis)

Averill (1973) menyebutkan ada tiga aspek kemampuan yang tercakup dalam kontrol diri. Averill menyebutkan self control dengan sebutan control personal, yaitu mengontrol perilaku (behavioral control ), mengontrol kognisi (cognitive control), dan mengontrol keputusan (desicional control). Lebih lanjut tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Mengontrol perilaku (self control)
Aspek ini didefinisikan sebagai suatu kesiapan seseorang dalam merespon sesuatu yang dapat secara langsung mempengaruhi keadaan tidak menyenangkan dan langsung mengantisipasinya. Kontrol diri diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Mengatur pelaksanaan berarti menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau orang yang diluar dirinya. Individu yang kontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku menggunakan kemampuan dari dalam dirinya. Bila tidak mampu, maka individu akan menggunakan sumber ekternal diluar dirinya.
Kemampuan mengatur stimulus yang datang dari luar merupakan salah satu cara mengatasi bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dan sesuai dapat diarahkan dan dihadapi, dengan cara bmencegah serta mengarahkannya, denagn menempatkan sesuai dengan posisi dan kedudukan stimulus tersebut secara positif dan dapat diterima norma, etika serta peraturan yang berlaku di masyarakat.
  1. Mengontrol kognisi (congnitive control)
Kemampuan mengontrol kognisi berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menangkap, menilai atau menggabungkan suatu peristiwa dalam kerangka kognitif. Kemampuan mengontrol kognisi  dapat pula diartikan sebagai kemampuan dalam mengolah informasi yang didapat dan tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain), dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki mengenai suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi mengontrol kognisi dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
  1. Mengontrol stimulus
Kemampuan dalam mengolah informasi yang datang, didapat serta tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan yang terjadi dari informasi yang ada, yang menurut individu tersebut kurang menyenangkan atau mengganggu.
  1. Mengantisipasi suatu peristiwa
Kemampuan individu dalam mengantisipasi suatu keadaan di mana keadaan tersebut baik atau tidak menurut individu itu. Dengan berbagai pertimbangan melalui pengetahuan yang diperoleh.
  1. Menafsirkan suatu peristiwa
Kemampuan individu dalam menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi.
  1. Mengontrol keputusan (desicional control)
Kemampuan mengontrol keputusan berkaitan dengan kemampuan  seseorang untuk memilih hasil atau tujuan yang diinginkan. Kemampuan akan berfungsi baik bila ada kesempatan, kebebasan atau kemungkinan dalam diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan atas tindakan yang diambil.
Menurut Shaffer (1985), ada dua aspek dalam kontrol diri, yaitu:
  1. Menahan Aktifitas (Motor Inhibition)
Motor inhibition atau menahan aktivitas motorik adalah kemampuan untuk mengendalikan atau menahan perilaku motorik ketika diperintahkan demikian. Terdapat juga hubungan antara motor inhibition dengan model kognitif seseorang. Orang yang reflektif, yaitu orang yang mampu bekerja dengan hati-hati dan akurat, lebih dapat mampu menahan perilaku motoriknya dibanding orang yang impulsif.
  1. Penundaan Kepuasan (Delay of Gratification)
Delay of gratification atau penundaan kepuasan adalah kemampuan untuk mengontrol impuls atau tindakan dan mengendalikan perilaku mereka dengan harapan untuk memperoleh tujuan jangka panjang yang diinginkan. Aspek ini terdiri dari dua fase, yaitu keputusan untuk menunda kepuasan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan dan kemampuan untuk bersabar dan menjaga keputusan yang telah diambil hingga hasil yang dituju telah didapat.
Menurut Mischel (Ghufron, 2003) ada tiga faktor yang mempengaruhi seseorang mau untuk menunda mendapatkan kepuasan, yaitu :
  1. a) Kepercayaan diri bahwa orang tersebut akan menerima apa yang seharusnya dia terima ketika memutuskan untuk menunggu mendapatkan kepuasan tersebut
  2. b) Keuntungan relatif yang didapat jika orang tersebut menunda memperoleh kepuasan dibanding dengan keuntungan yang didapat jika orang tersebut tidak menunda pemenuhan kepuasan.
  3. c) Jangka waktu yang harus ditempuh dalam penundaan kepuasan, semakin lama jangka waktu penundaan, maka orang akan lebih memilih untuk mendapatkan kepuasan dengan segera.
Menurut Sarafino (1998), ada dua aspek kontrol diri, yaitu:
  1. Pengendalian Tempat (Locus of control)
Orang yang percaya bahwa mereka mempunyai kontrol yang lebih terhadap kesuksesan dan kegagalan, dideskripsikan sebagai locus of control internal. Sedangkan orang yang percaya bahwa hidup mereka dikontrol oleh kekuatan dari luar diri mereka sendiri, misalnya seperti keberuntungan, berarti mereka mempunyai locus of control eksternal.


  1. Efikasi Diri (Self efficacy)
Keyakinan atau kepercayaan bahwa kita dapat sukses atas sesuatu yang kita ingin lakukan.
Menurut Santrock (2003), ada tiga aspek dalam kontrol diri, meliputi:
  1. Penundaan Kepuasan (Delay of Gratification)
Orang yang dapat menunda kepuasan segera untuk memperoleh hasil yang diinginkan di masa depan akan menunjukkan pentingnya faktor kognitif / orang dalam menentukan perilaku mereka sendiri.
  1. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Kepercayaan atau keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif. Bandura (1977) telah menunjukkan bahwa self efficacy berhubungan dengan sejumlah pengembangan positif dalam hidup seseorang, meliputi pemecahan masalah yang menjadi lebih bersifat sosial.
  1. Pengendalian tempat (Locus of Control)
Locus of control mengacu pada kepercayaan individu mengenai apakah hasil dari tindakan mereka tergantung pada apa yang mereka lakukan atau pada peristiwa-peristiwa di luar kontrol diri mereka. Orang yang dikontrol secara internal, mengasumsikan bahwa perilaku dan tindakan mereka sendiri bertanggungjawab atas konsekuensi yang terjadi pada diri mereka sendiri. Orang yang dikontrol secara eksternal, mengabaikan bagaimana perilaku mereka. Mereka tunduk pada nasib, keberuntungan dan orang lain.
Individu yang kontrol dirinya rendah tidak akan mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, sehingga jelas bahwa kontrol diri merupakan kemampuan penting bagi individu di mana kontrol diri memiliki beberapa aspek.


Menurut Smet (1994), kemampuan mengontrol diri memiliki 5 aspek yaitu :
  1. Behavioral Control (Kemampuan Mengontrol Perilaku)
Kemampuan dalam mengambil tindakan nyata untuk mengurangi dampak dari stressor, kemungkinan tindakan ini dapat mengurangi tingkat ketegangan suatu atau mempersingkat durasi masalah.
  1. Cognitive Control (Kemampuan Mengontrol Kognitif)
Kemampuan seseorang dalam menggunakan proses berpikir atau strategi keika menghadapi masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memfokuskan pikiran terhadap hal-hal yang menyenangkan, netral, atau suatu sensasi yang berbeda dengan situasi yang dihadapi.
  1. Decision Control (Kemampuan Mnegontrol Informasi)
Suatu kesempatan untuk memilih antar pilihan alternatif atau tindakan yang umum.
  1. Informational control (Kemampuan Mengontrol Informasi)
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang masalah yang dihadapinya, seperti apa yang akan terjadi, mengapa dan kosnekuensi apa yang akan diterimanya. Kontrol informasi ini sangat membantu seseorang dalam mengurangi stress karena seseorang dapat memperkirakan dan mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi. Selain itu, seseorang juga merasakan berkurangnya rasa takut terhadap hal-hal yang diketahuinya dengan pasti.
  1. Retrospective Control (Kontrol Retrospektif)
Kontrol terhadap pengalaman masa lalu adalah keyakinan terhadap apa atau siapa yang menyebabkan suatu permasalahan tersebut. Seseorang seringkali mencoba untuk mencari arti dari berbagai kejadian dalam kehidupan mereka. Meskipun demikian, al tersebut tidak membantu seseorang dalam mengontrol apa yang akan terjadi tetapi dapat membantu seseorang atau sesuatu untuk disalahkan, bahkan dirinya sendiri seringkali membantu seseorang meringankan kecemasannya.

Tipe Kontrol Diri (skripsi dan tesis)

Menurut Block dan Block (dalam Zulkarnain, 2002), ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu:
  1. Over Control
Kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus.
  1. Under Control
Suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
  1. Appropriate Control
Kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.
Sarafino (1998) mengemukakan jenis-jenis kontrol diri yang digunakan individu ketika menghadapi stimulus :
  1. Behavioral Control
kemampuan untuk mengambil tindakan konkrit untuk mengurangi akibat dari stresor. Tindakan ini dapat berupa pengurangan intensitas kejadian atau memperpendek durasi kejadian.
  1. Cognitive Control
Kemampuan untuk menggunakan proses berpikir atau strategi untuk memodifikasi akibat dari stresor. Strategi dapat berupa penggunaan cara yang berbeda dalam memikirkan kejadian tersebut atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan atau netral
  1. Declaration Control
Kesempatan untuk memilih antara prosedur alternatif atau tindakan yang dilakukan.
  1. Informational Control
Kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kejadian yang menekan, kapan akan terjadi, mengapa dan apa konsekuensinya.

  1. Retrospective Control
Menyinggung kepercayaan mengenai apa atau siapa yang menekan setelah kejadian tersebut terjadi.