Saturday, July 20, 2019

Attitude Ramah Lingkungan (skripsi dan tesis)

Menurut Kotler dan Amstrong (2008) sikap (attitude) menggambarkan perasaan, penilaian, dan kecendrungan yang relatif konsisten atas objek atau gagasan. Notoatmodjo (2010) menambahkan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Sikap merupakan suatu karakter yang timbul dari diri konsumen untuk menentukan pilihan sesuai dengan keinginannya. Menengok pada isu lingkungan munculah sikap terhadap lingkungan. Sikap pada lingkungan dapat didefinisikan sebagai pernyatan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa (Robbins, 2006).
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Didi Junaedi, dkk (2016) sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu. Peter dan Olson (1999) memberikan definisikan bahwa perilaku/sikap konsumen sebagai interaksi yang dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar kita dimana manusia melakukan aspek  pertukaran dalam hidupnya. Barkaitan pada isu lingkungan, kepercayaan konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan akan meningkat penilaian mereka untuk memilih produk tersebut. Oleh sebab itu, sikap seseorang pada lingkungan dapat mempengaruhi perilaku mereka untuk memilih produk yang ramah lingkungan.
Fishbein dan Ajzen dalam Didi Junaedi, dkk (2016), mengungkapkan intention (minat) adalah sebuah rencana seseorang akan berperilaku dari situasi tertentu dengan cara- cara tertentu, baik seseorang akan melakukannya atau tidak. Melalui beberapa riset, akhirnya dibangun sebuah model sikap yang secara komprehensif mengintegrasikan komponen- komponen sikap ke dalam sebuah struktur yang dirancang dapat memberikan daya penjelas dan daya prediksi perilaku yang lebih baik. Model itu disebut dengan model tindakan- beralasan (Reasoned-Action Model). Model ini terdiri atas tiga komponen utama, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan dan persepsi yang didapat melalui kombinasi pengalaman langsung dengan objek sikap dan informasi didapat dari berbagai sumber. Komponen afektif merupakan emosi atau perasaan konsumen yang mencerminkan evaluasi keseluruhan konsumen terhadap suatu objek, seberapa jauh konsumen merasa suka atau tidak suka terhadap objek itu. Komponen konatif merupakan kecenderungan bahwa seseorang akan melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap, meliputi perilaku aktualnya.

Para ilmuwan sosial biasanya menganggap bahwa ada tiga jenis respon yang bertanggung jawab untuk pembentukan sikap. Ini adalah kategori kognitif, afektif dan perilaku. Pikiran Rakyat tentang objek sikap dianggap sebagai kategori kognitif atau respon kognitif. Kategori afektif berhubungan dengan emosi dan perasaan masyarakat terhadap sikap pada produk (Promotosh dan Sajedul, 2011). Zelezny dalam Aman et al. (2012) mendefinisikan sikap sebagai tindakan yang mewakili apa yang disukai dan tidak disukai konsumen dan "sikap kepedulian lingkungan berakar pada seseorang" konsep diri dan sejauh mana seorang individu memandang dirinya untuk menjadi bagian integral dari lingkungan alam". Umumnya dalam arti umum lebih sikap positif, semakin kuat niat untuk melakukan perilaku dan sebaliknya. Konsumen yang menghargai alam dan lingkungan akan cenderung mengembangkan sikap positif terhadap produk dan kegiatan yang konsisten dengan nilai tersebut. Sikap sebagai fungsi ekspresi nilai akan mengeks-presikan nilai utama dan konsep diri konsumen. Konsumen yang memiliki sikap positif dalam dampak konsumsi pada lingkungan akan cenderung mendukung inisiatif perlindungan lingkungan, mendaur ulang, dan membeli serta menggunakan produk ramah lingkungan (Sumarsono dan Giyatno, 2012).
Secara spesifik sikap pada lingkungan menurut Newhouse (1991) adalah perasaan positif atau negatif terhadap orang-orang, objek atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Jika individu menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan, maka individu tersebut akan memunculkan niat untuk melakukan perilaku yang lebih ramah lingkungan. Pendapat ini juga sejalan dengan Kotchen & Reiling (2000) yang menjelaskan bahwa  terdapat korelasi positif antara sikap ramah lingkungan dengan environmental behavior atau perilaku ramah lingkungan.
Menurut Heberlein (2012), sikap ramah lingkungan adalah bentuk teori sikap yang digabungkan dengan keyakinan dan perasaan mengenai suatu objek sikap. Sikap didasari oleh nilai dengan struktur vertikal dan horizontal dan hal umum ke khusus. Environmental attitude atau sikap ramah lingkungan juga diartikan sebagai kecenderungan berperilaku yang secara sadar dilakukan untuk mengurangi dampak yang individu lakukan terhadap lingkungan (Samarasinghe, 2012).

Faktor yang mempengaruhi persepsi (skripsi dan tesis)

Disamping faktor-faktor teknis seperti : a) Kejelasan stimulus (suara yang jernih, gambar yang jelas), b) Kekayaan sumber stimulus (media multi-channel seperti audio-visual), persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor psikologis ini bahkan terkadang lebih menentukan bagaimana informasi/pesan/stimulus dipersepsikan. Menurut Muchlas (2005), sejumlah faktor di antaranya akan berpengaruh pada perbaikan atau mendistorsi persepsi kita. Faktor-faktor itu terletak pada pelaku persepsi, objek/target persepsi, dan dalam konteks situasi di mana persepsi itu dibuat. Kaitannya dengan pelaku persepsi, karakteristik pribadi dari masing-masing pelaku persepsi akan mempengaruhi interpretasi dari suatu target. Beberapa karakter pribadi yang dapat mempengaruhi persepsi di antaranya adalah sikap, motif, ketertarikan (interest), pengalaman masa lalu dan ekspektasi.
Faktor karakteristik pribadi yang sangat dominan adalah faktor ekspektasi dari si penerima informasi sendiri. Ekspektasi ini memberikan kerangka berpikir (perceptual set) atau  mental set tertentu yang menyiapkan seseorang untuk mempersepsikan dengan cara tertentu. Mental set ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
  1. Ketersediaan informasi sebelumnya
Ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan sebelum materi tertentu. Informasi juga dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.
  1. Kebutuhan
Kebutuhan akan menentukan persepsi seseorang disebabkan karena keinginannya pada saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang baru saja makan.
Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut : emosi, impresi dan konteks.
  1. Emosi
Emosi akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya (menjadi figure) adalah emosinya tersebut. Contoh, seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.
  1. Impresi
Stimulus yang salient (menonjol), akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.
  1. Konteks
Faktor ini merupakan yang terpenting, karena konteks bisa secara sosial, budaya dan lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda (Rumah Belajar Persepsi, 2008 ; DeVito, 1995).
  1. Sifat-sifat persepsi
Mulyana (2008) menyatakan bahwa persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Sebagai contoh apa yang mudah menurut kita belum tentu mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas menurut orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Sifat-sifat persepsi akan mengambarkan bagaimana persepsi itu timbul

Menurut Walgito (2003), faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal atau faktor yang ada dalam diri individu dan faktor eksternal yang terdiri dari faktor stimulus itu sendiri serta faktor lingkungan di mana stimulus tersebut berlangsung. Faktor internal dan eksternal saling berinteraksi dalam menciptakan persepsi individu.
 Agar stimulus dapat dipersepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran atau sudah dapat dipersepsi oleh individu. Sebaliknya stimulus yang kurang kuat akan berpengaruh juga terhadap ketepatan persepsi.
Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi persepsi datang dari dua sumber yaitu yag berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi psikologis. Segi kejasmanian menyangkut kondisi fisik seseorang, sedangkan segi psikologis menyangkut pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan kerangka acuan seseorang.
Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi. Obyek yang sama dalam situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda pula.

Persepsi (skripsi dan tesis)

 

Persepsi adalah gambaran subyektif internal seseorang  tentang suatu hal pesepsi merupakan suatu proses yang didahului dengan pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stumulus oleh individu melalui alat serertopnya  secara terus menerus dan terjadilah proses psikologis (Walgito,2004). Menurut Maramis dalam Sunaryo (2004) persepsi adalah perbedaan antara suatu hal melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
          Kamus psikologi, mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima sehingga didapatkan pengalaman dari perasaan atau kepandaian setelah adanya rangsangan dari organ tubuh atau pikiran, dan dalam penilaiannya diperlukan ketajaman, kepandaian serta pengetahuan terhadap yang apa dinilainya (Dictionary information: Definition Perception, 2008). Persepsi merupakan penjabaran beberapa prinsip dari sensasi menjadi bentuk persepsi, di mana persepsi ini dibentuk karena adanya kedekatan posisi (proximity), kesamaan bentuk (similarity), kesinambungan pola (continuity) dan kesamaan arah gerak (common fate) (Carlson, 1997)
         Kesimpulan dari semua definisi persepsi yang ada adalah, persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri individu berdasarkan realitas objektif dan pengaturan yang dimilikinya. Penilaian ini nantinya akan membentuk diri pribadi manusia, kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.
  1. Proses Persepsi
Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kedalaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya atau apa yang diraba.
Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran ini disebut proses psikologis. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2002; Sunaryo, 2004)
Proses persepsi menurut Luthan (1992) meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Walaupun persepsi mampu menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.
Menurut Thoha (2008), ada beberapa subproses dalam persepsi antara lain:

  1. Stimulasi
Merupakan subproses pertama dalam persepsi. Stimulus yang dihadapi tersebut dapat berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh.
  1. Registrasi
Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim padanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat tersebut.
  1. Interpretasi
Sub proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang
  1. Umpan balik (feed back)
Merupakan sub proses terakhir dalam persepsi dan dapat mempengaruhi persepsi.

Aktifitas fisik (skripsi dan tesis)

 

Aktifitas fisik memerlukan energi diluar kebutuhan untuk metabolisme basal, Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan system penunjangnya. Selama aktifitas  otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen keseluruh   dan untuk  mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.salasatu level aktifitas fisik pada anak, terutama dalam konteks  sosial adalah jumah waktu yang dikeluarkan anak untk menonton TV dan main vidio game, Jumlah jam menonton televisi terbukti merupakan suatu prediktor yang kuat untuk trjadinya obesitas pada anak (Subarja, 2004)
Kegiatan fisik tak memiliki dampak mencolok pada indeks massa tubuh atau pada ukuran kegiatan fisik dan prilaku anak yang tak bergerak. Namun, dibandingkan anak-anak pemantau, anak yang mendapat campur-tangan memperlihatkan hasil lebih besar dalam keterampilan gerak dan motorik, yang, kata para peneliti itu, mungkin menempa keyakinan pada kemampuan fisik, sehingga bisa meningkatkan perbedaan dalam keikutsertaan masa depan dalam kegiatan fisik atau olahraga.
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : yaitu
  1. tingkat aktivitas dan olah raga secara umum;
  2. angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
 Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal.(Tambunan, 2002)
Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori  secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal
Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan   otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

Perilaku makan (skripsi dan tesis)

 

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh pihak  luar. Faktor determinan prilaku manusia sulit untuk dibatasi, karena perilaku merupakan resultan berbagai faktor baik internal  maupun ekstrnal (Notoatmojo, 2007), secara garis besar  perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:  fisik, psikis dan sosial. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan erat, sehingga sulit ditarik garis yang tegas faktor yang   yang lebih berpengaruh pada perilaku manusia.
Menurut Green el al.  (2000) Perilaku dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:
  1. Persepsi (Perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan perilaku tingkat pertama misalnya, seorang ibu memberikan makan pada anaknya
  2. Respon terpimpin (guided response)
 Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupkan  indikator  prilaku tingkat  dua, misalanya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, memulai dengan cara mencuci, memotong- motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya
  1. Mekanisme (mecanisme)
 Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka iya sudah mencapai perilaku tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang selalu mencuci tangannya sebelum makan atau ketika akan memberi makan anaknya tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain  secara sadar  cuci tangan sendiri. Bertindak atas kesadaran sendri
  1. Adopsi (adoption)
       Adopsi adalah suatu perilaku atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik . Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut, misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi dengan menggunakan bahan yang murah dan sederhana.
       Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya pada diriseseorang, satu keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh wawasan dan cara pandang dan faktor lain yang berkaitan  dengan tindakan yang tepat . Jika ditelusuri lebih lanjut, system nilai  tindakan itu dipengaruhi oleh  pengalaman pada masa lalu  berkaitan dengan informasi tentang makanan dan gizi yang pernah diterimnya  dari berbagai sumber. Disisi lain, perilaku makan dipengaruhi pulah oleh wawasan   atau cara pandang seseorang terhadap masalah gizi.
          Perilaku makan pada dasarnya merupakan bentuk penerapan kebiasaan makan. kebiasaan makan merupakan sebagai cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengkomsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasari pada latar belakang sosial budaya setempat  (Den hertog dan van staveren, 1983)
           Dari sudut pandang ilmu antropologi dan ilmu sosiologi mengenai perilaku makan individu dan system sosial keluarga menunjukan, bahwa faktor umum yang mempengaruhi perubahan adalah karena adanya perubahan sosial. Perilaku makan demikian kompleksnya  untuk  mencapai tujuan, perubahan yang dilakukan harus secara sosial dan besar-besaran. Literatur kedokteran yang ada pun tidak ada yang dengan tepat mencantumkan bagaimana cara terbaik untuk melakukan perubahan di bidang ini, dengan kata lain, masih dibutuhkan studi lebih lanjut di Indonesia tentang bagaimana mencegah obesitas sejak dini (Sanjur, 1982)
            Menutup restoran cepat saji atau menertibkan tukang jajan di sekolah dasar tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan usaha dari pelbagai kalangan untuk melakukan perubahan yang benar-benar efektif, dari pemerintah, media massa, rakyat secara umum, sekolah, penyedia jasa kesehatan, peneliti, dan tentunya dari kalangan rumah alias orang tua.
          Pemerintah sebagai penentu kebijakan berperan menetapkan aturan atau pembatasan makanan-makanan kurang sehat dengan kalori yang sangat tinggi serta berpotensi menimbulkan obesitas. Media massa memegang peranan yang amat luar biasa besar untuk mengkampanyekan bahayanya obesitas pada anak, di perkotaan Indonesia, trend ustadz atau pendeta sebagai guru sudah mulai tersingkir. Meskipun pengajian dan misa masih ramai pengunjung, tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat lebih patuh terhadap iklan dan tayangan televisi yang berlangsung hampir 24 jam sehari dengan kemasan yang sangat menarik. Gabungan pemerintah dan media massa untuk mendidik masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup sehat merupakan alat yang sangat baik untuk membuat perubahan.(Farmacia, 2009)
               

Dampak Obesitas (skripsi dan tesis)

       Bukti-bukti saat ini  juga menunjukkan bahwa banyak anak-anak overweight memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti: hyperlipidemia, hipertensi, atau hyperinsulinemia. Obesitas  juga merupakan keadaan status nutrisi dengan penyebab multifaktor yang selalu dihubungkan dengan peningkatan risiko dan mortalitas beberapa penyakit seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, non insulin dependent diabetes mellitus,  sindroma metabolik dan kanker.
 1.Penyakit jantung dan stroke
            Mereka dengan IMT paling sedikit 30 mempunyai 50-100% peningkatan resiko kematian dibandingkan mereka dengan IMT 20-25. Obesitas type buah apple mempunyai resiko hampir 3 kali untuk menderita penyakit jantung dibanding dengan berat badan normal. Meningkatnya lemak di daerah perut secara spesifik dihubungkan dengan kekuatan pembuluh darah aorta, yaitu pembuluh darah artery utama yang memberikan darah ke organ-organ tubuh.
   2.Tekanan darah tinggi
    Hubungan  antara obesitas dengan  tekanan darah adalah kompleks dan mungkin menggambarkan interaksi faktor genetik, demografi dan biologik. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa penurunan berat badan bermanfaat untuk mengurangi tekanan darah.
   3.DM tipe2
     Kebanyakan penderita DM tipe2 adalah obesitas dan pada kenyataanya memberikan kesan yang kuat bahwa penurunan berat badan dapat menjadi kunci  dalam mengontrol terhadap DM tipe2, yang mempunyai kelainan berupa ketidak mampuan menggunakan insulin didalam metabolisme glukosa. Keadaan ini sering disebut resistensi insulin dan juga di hubungkan dengan hipertensi dan kelainan pembekuan darah.walaupun mekanisme yang tepat hubungan antara obesitas dan DM tipe2 sama sekali belum jelas, tetapi sel2 lemak dapat melepaskan zat2 kimia tertentu yang menghambat kepekaan tubuh terhadap insulin.

     4.Sindroma metabolik

         Tingginya prevalensi obesitas pada anak dari hari ke hari, para ilmuwan semakin serius memikirkan akibat buruk dari keadaan tersebut, yakni terjadinya sindrom metabolik. Definisi entitas sindrom metabolik ialah terdapatnya resistansi insulin diikuti dengan minimal tiga dari gejala berikut, hipertensi, perubahan metabolisme glukosa, dislipidemia, serta obesitas. Karenanya, bisa saja seorang anak mengalami obesitas tapi belum tentu masuk kategori sindrom metabolik.
           Meskipun definisi sindrom metabolik sudah relatif jelas terdeskripsikan pada orang dewasa, untuk menentukan pada anak merupakan cerita lain. Berdasarkan definisi Cook seorang anak dikategorikan mengidap sindrom metabolik jika memenuhi komponen berikut, lingkar perut yang lebih besar dari persentil ke-90 pada kurva usia, jenis kelamin, dan etnis; gula darah puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl; tekanan darah yang lebih tinggi dari persentil ke-90 pada kurva usia dan tinggi badan; trigliserida puasa yang lebih besar dari 110 mg/dl; serta kolesterol HDL yang lebih rendah dari 40 mg/dl. Tentunya semua pemeriksaan ini sangat bersifat tersier dan tidak mudah dilakukan di semua rumah sakit di Indonesia (Fachry, 2009)
  1. Kanker
          Obesitas dihubungkan dengan jenis kanker tertentu, dan beberapa ahli percaya bahwa kontrol berat badan yang efektif bagi anak2 dan dewasa dapat mengurangi kejadian kanker 30-40%. Obesitas dapat meningkatkan resiko kanker dalam hubungannya dengan kadar hormon yang tinggi yang disebut  ”Gount faktor”,  yang mana dalam merangsang pertumbuhan sel yang menybabkan kanker (Freedman, 2004)    
                                 

Pengukuran obesitas (skripsi dan tesis)


Untuk mengukur obesitas anak yang perlu dilakukan adalah memastikan apakah anak  memiliki berat badan berlebih. Secara singkat, BB lebih dapat dilihat dengan memperhatikan KMS anak .  Apabila di atas garis hijau, maka kemungkinan anak.memiliki berat badan berlebih. Selanjutnya, lihatlah tinggi badan anak, dari WHO-NCHS, tidak ada klasifikasi overweight atau obesitas. Sehingga, indikator ini sulit dilihat secara objektif.
C
Presentil
Klasifikasi
> 95
Obesitas
75-95
Overweight
25-75
Normal

Pengukuran antropometri untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar normal atau ideal. Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat, yang disebut  Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai berikut :
  

  BB (kg)
IMT = --------------
          TB x TB (m)

 Status Gizi 
Wanita
Laki-laki
Normal
17 -23
18 –25
Kegemukan
23 – 27
25 - 27
Obesitas
> 27
> 27
BB = Berat Badan, TB = Tinggi Badan
IMT yang normal antara 18 – 25. Seorang dikatakan kurus bila IMT nya  < 18 dan gemuk bila IMT nya > 25.  Bila IMT > 30 orang tersebut menderita obesitas dan perlu diwaspadai karena biasanya orang tesebut juga menderita penyakit  degeneratif seperti Diabetes Melitus, hipertensi, hiperkolesterol dan kelainan metabolisme lain yang memerlukan pemeriksaan lanjut  baik klinis atau laboratorium. Untuk mengetahui Berat Badan ideal dapat menggunakan rumus Brocca sebagai berikut :
BB ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100)
Batas ambang yang diperbolehkan adalah  + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan bila diatas 20% sudah terjadi obesitas.(Brocca,1992)