Syariah Structural capital memliki peran terhadap kinerja perusahaan yaitu perusahaan sudah memberikan infrastruktur dan sistem atau prosedur yang baik untuk mendukung kerja kayawan secara efektif. Infrastruktur dan prosedur pelayanan nasabah yang baik disini maksudnya infrastruktur yang dimiliki sudah lengkap bahkan terdepan. Infratruktur yang lengkap tentu juga prosedur pelayanan juga harus baik yaitu sesuai tuntunan islam dan tetap mengedepankan aspek maqashid syariah didalamnya seperti sikap jujur dalam pelayanan serta pemberian informasi kepada nasabah. Hal-hal tersebut sudah termasuk dalam melindungi pikiran, agama dan jiwa nasabah, sehingga nasabah percaya bahwa perbankan memiliki komitmen yang tinggi terhadap nasabahnya.
Selanjutnya penelitian terdahulu yang membahas hubungan structural capital (STVA) pada kinerja perusahaan yaitu penelitian Chen, et al (2005), Firmansyah (2012) menemukan bahwa STVA berhubungan positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yaitu ROA, ROE. Hal ini berarti bahwa dengan, teknologi dan sistem operasional yang memadai, perusahaan telah mampu mengoptimalkan kemampuan intelektual modal fisik yang ada, sehingga tercapai kinerja keuangan masa depan yang semakin baik melalui pemanfaatan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar (Firmansyah,2012).
Mendasarkan teori RBT bahwa perusahaan akan mampu bersaing jika mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki perusahaan lain. Dalam konteks ini perusahaan perbankan syariah akan mampu bersaing di bisnis perbankan jika terus meningkatkan structural capital yang berupa infrastruktur dan sistem atau prosedur transaksi yang sesuai tatanan syariah dengan nasabah maka akan semakin baik pula kinerja maqashid syariah yang dihasilkan. Semakin baik infrastruktur dan efisien prosedur transaksi dengan nasabah maka akan semakin baik pula respon nasabah terhadap bank, sehingga fluktuasi transaksi dengan nasabah terus berjalan lancar dan terus meningkatkan kinerja keuangan bank. Kinerja keuangan yang baik akan menghasilkan income yang tinggi sehingga perbankan akan memenuhi aspek lain selain internal perusahaan, seperti aspek maqashid syariah demi menjaga konsep syariah perbankan syariah dari riba’ dan hal haram lainnya. Lebih lanjut dilihat dari pendekatan teori isomorfisma institusional, pihak perbankan syariah juga melakukan bentuk isomorfisma mimetic atau meniru-niru dari perbankan syariah lain, karena organisasi akan cenderung menjadikan diri mereka sebagai model yang sama seperti organisasi lain dan mendorong organisasi untuk melakukan imitasi (Sofyani & Akbar, 2016). Kemudian menurut Cut Zurnali (2008), Structural Capital adalah 26 pengetahuan yang terlihat yang berkaitan dengan proses internal dari penyebaran, pengkomunikasian dan manajemen ilmiah dan pengetahuan teknis dalam organisasi atau dapat dua-duanya yaitu keorganisasian dan teknologi. Selanjutnya pengelolaan intellectual capital khususnya structural capital mendapat tekanan dari luar atau masyarakat, karena perbankan syariah adalah organisasi publik sehingga mendorong perusahaan melakukan isomorfisma koersif berupa tindakan transparansi (Cut Zurnali, 2008) dalam penggunaan dan penyaluran dana nasabahnya serta laporan keuangan perusahaan. Sikap transparansi ini dilakukan demi menjaga kepercayaan nasabah terhadap perusahaan, karena selain menyediakan jasa perbankan juga merupakan bisnis kepercayaan atas nasabah. Selain demi menjaga kepercayaan nasabahnya, harapannya ini juga menuju kinerja maqashid syariah yang semakin baik.