Saturday, March 14, 2020

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Compulsive Buying (skripsi dan tesis)

Menurut DeSarbo dan Edwards (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi compulsive buying adalah : 1) Predispositional factors, yaitu konstruk-konstruk yang mempengaruhi individu untuk melakukan pembelian kompulsif dan mengindikasikan kecenderungan secara umum yang mengarah pada pembelian kompulsif. Predispositional factors meliputi: 
 a. Self esteem
 Self esteem didefinisikan sebagai evaluasi diri individu (persetujuan atau ketidaksetujuan) dan sejauh mana orang itu percaya dirinya berharga (Coopersmith, 1990). Individu yang memiliki self esteem yang rendah akan memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian kompulsif. Pembeli yang kompulsif mencari self esteem, kepercayaan diri, dan kekuatan pribadi melalui aktivitas belanja. Self esteem yang rendah tidak hanya menjadi penyebab individu melakukan pembelian tetapi juga sebagai konsekuensi dari siklus kecanduan tersebut. Pada akhirnya individu mengalami ketakutan dan rasa bersalah karena ketidakmampuan untuk mengontrol perilaku pembeliannya. Karena itu, semakin ekstrem perilaku pembelian atau berbelanja yang dilakukan oleh individu maka semakin rendah self esteem individu tersebut.
 b. Kecemasan 
Pembeli kompulsif cenderung lebih cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembeli non kompulsif. Individu dengan perasaan negatifnya yaitu kecemasan akan mencari jalan keluar bagaimana mereka bisa lolos dari perasaan tersebut. Individu menggunakan aktivitas berbelanja sebagai pereda rasa cemas yang sedang dirasakan karena sudah diyakini bahwa aktivitas berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan (Christensen dalam Workman & Paper, 2010).  Pembeli kompulsif menggunakan kecemasan sebagai motivasi utama untuk melakukan pembelian kompulsif agar keluar dari perasaan yang tidak menyenangkan tersebut. Aktivitas berbelanja yang individu lakukan hanya membawa perasaan bahagia dan menyenangkan sementara, sehingga pada saat individu merasakan perasaan negatif lagi maka mereka akan melakukan kegiatan berbelanja terus-menerus hingga tidak disadari bahwa mereka compulsive buying. 
c. Perfeksionisme
 Perfeksionisme dicirikan dengan individu yang memiliki harapan yang terlalu berlebihan untuk mencapai suatu pencapaian yang lebih besar. Individu yang perfeksionis melakukan pembelian kompulsif untuk mendapatkan otonomi, kompetensi, dan self esteem walaupun hanya untuk sementara. Individu akan terus melakukan pembelian untuk mencapai dan memenuhi ekspektasi yang ada dalam dirinya. d. Fantasi Pembeli kompulsif cenderung memiliki khayalan mengenai grandiosity dan kebebasan akibat dari suatu perilaku yang dilakukan. Letak fantasi tersebut berada pada saat ketika individu melakukan aktivitas berbelanja maka seakan-akan masalah yang dihadapi menghilang. Maka dari itu individu memiliki peluang besar untuk melakukan aktivitas berbelanja lagi dalam rangka mengatasi masalah yang sedang dihadapi. 18 e. Impulsivitas Pembelian kompulsif dideskripsikan dalam penelitian kejiwaan dan konsumen sebagai sebuah impulse-control disorder. Perilaku pembelian kompulsif dapat dikatakan sebagai sebuah perilaku yang tidak dapat dikendalikan karena dorongan yang terlalu kuat untuk berperilaku. Individu yang kompulsif juga impulsif karena impulsif merupakan bagian dari kompulsif. Impulsivitas berpengaruh terhadap compulsive buying karena di picu oleh rangsangan eksternal, dengan kata lain impulsive buying dapat diasosiasikan sebagai compulsive buying namun pada level rendah. 
f. Kompulsivitas umum
 Karakteristik kepribadian yang spesifik seperti prokrastinasi dan keragu-raguan, dikaitkan dengan individu yang menunjukkan perilaku kompulsif (Kernberg dalam DeSarbo & Edwards, 1993). Karakteristik-karakteristik ini merepresentasikan tingkat kompulsif umum yaitu suatu sifat yang ada pada individu yang memperlihatkan segala jenis perilaku kompulsif. Jadi pembeli kompulsif menjadi kompulsif tidak hanya tentang belanja tetapi juga dalam arti umum. Mengingat kecenderungan individu yang kompulsif adalah mencari aktivitas untuk meredakan ketegangan, kompulsivitas umum juga dapat menjadi indikator perilaku nyata seperti gangguan makan, alkoholisme, kecanduan narkoba, dan sebagainya. 
 g. Dependence
 Individu yang kompulsif diharapkan menunjukkan kepribadian yang tergantung. Mereka cenderung bergantung pada orang lain untuk menentukan perilaku mereka sendiri, didorong untuk untuk terlihat berharga di mata orang lain, atau khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentang mereka dalam menentukan perilaku mereka sendiri (O'Guinn & Faber, 1989). Pada faktor ini individu yang kompulsif diartikan kompulsif dalam hal ketergantungan, mereka akan selalu bergantung untuk menentukan perilaku mereka sendiri di hadapan orang lain. 
h. Approval seeking 
Pembeli kompulsif memiliki kebutuhan untuk mendapatkan pujian dari individu lain dalam rangka membuat diri sendiri menjadi bahagia. Jadi kebutuhan untuk menerima pujian dari individu lain walaupun hanya untuk sementara waktu, hal tersebut dapat memicu terjadinya pembelian kompulsif. Individu melakukan kegiatan berbelanja guna mendapatkan pujian dari orang lain (O’Guinn & Faber dalam DeSarbo & Edwards, 1996). Kegiatan berbelanja akan terus berulang ketika individu merasa berhasil dan meyakini bahwa dengan kegiatan berbelanja yang mereka lakukan bisa mendatangkan perasaan bahagia dengan mendapatkan pujian dari orang lain karena perilaku berbelanja yang mereka lakukan. 
 i. Locus of control
 Pembeli yang kompulsif memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan kendali dalam kehidupan mereka untuk menghadapi rasa tidak aman, ketakutan, dan kecemasan. Pembeli kompulsif terjebak dalam siklus dimana kecanduan berbelanja yang mereka lakukan memberikan pelarian sementara. Pembeli kompulsif juga dipengaruhi oleh lingkungan, menganggap hadiah dan bergantung pada kekuatan luar daripada pada perilaku mereka sendiri. Hirschmam (1992) mengidentifikasi konsumen kompulsif yang tertekan sebagai individu yang kecanduan yang merasa tidak mampu mengelola emosi mereka melalui sarana internal lalu beralih ke substansi atau perilaku eksternal untuk membuat mereka merasa lebih mengendalikan diri mereka sendiri. Pada akhirnya pembeli kompulsif dapat menganggap diri mereka dikendalikan secara eksternal, dan mereka mencari rasa kontrol melalui aktivitas pengeluaran yaitu dengan cara berbelanja.
 2) Circumstansial factors, yaitu faktor yang dihasilkan dari kondisi individu pada saat ini dan juga dapat memicu munculnya perilaku-perilaku pembelian kompulsif selanjutnya. Circumstansial factors meliputi:
 a. Avoidance coping 
Coping berfokus pada kognitif dan usaha dalam keseharian dalam rangka untuk mengelola konflik eksternal dan internal yang membebani individu (Cohen, 1987). Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana individu menghadapi situasi yang terlalu stres atau  kegelisahan yang berlebihan. Avoidance coping adalah kecenderungan untuk menggunakan metode coping dengan cara menghindar, mungkin berhubungan dengan apakah seseorang memiliki kecenderungan untuk berperilaku pembelian kompulsif atau adiksi berbelanja. Pengeluaran ekstrem yang dilakukan mungkin memiliki kecenderungan terhadap penghindaran yang berulang kali yang dinyatakan sebagai pembelian kompulsif, sehingga dengan kata lain pembelian kompulsif adalah mekanisme dari avoidance coping. 
b. Denial 
Merupakan penyangkalan yang dilakukan terhadap permasalahan yang dihadapi. Pembeli kompulsif memiliki kecenderungan untuk menyangkal keberadaan dari permasalahan yang dihadapinya. Bagi pembeli kompulsif, denial adalah cara untuk menghidari rasa cemas, marah, takut, dan emosi lainnya yang biasanya tidak ada hubungan dengan kegiatan berbelanja. 
c. Isolation 
Terdapat dugaan bahwa pembelian kompulsif merupakan sebuah gambaran dari perilaku seorang individu yang terisolasi dari lingkungan sosialnya. Isolasi tersebut mendorong beberapa individu untuk memiliki perilaku berlebihan, dan perilaku berlebihan yang tidak diterima secara sosial menyebabkan beberapa individu untuk mengisolasi dirinya sendiri. Kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain mendorong pembeli kompulsif untuk berbelanja di suatu toko, karena pembeli mendapatkan perhatian dari tenaga penjual toko dan merasakan hubungan tersebut. 
d. Materialisme 
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa pembeli kompulsif cenderung lebih materialistik dibandingkan dengan pembeli nonkompulsif. Tetapi kepemilikan bukanlah fokus utama dari pembeli kompulsif. Pembeli kompulsif lebih terfokus pada proses berbelanja yang sedang berlangsung

No comments:

Post a Comment