Keberhasilan sebuah organisasi bergantung pada tingkat kinerja
inovatif di dalamnya. Brem et al., (2016) mendefinisikan kinerja inovatif
sebagai akumulasi dari kegiatan inovatif dalam sebuah industri. Hal tersebut
diperkuat dengan beberapa konsensus yang menunjukkan bahwa sumber
daya utama dalam menggapai kesuksesan organisasi adalah inovasi (AlEssa
& Durugbo, 2021), khususnya dalam menciptakan keunggulan kompetitif
(Anderson et al., 2014; Aziz & Samad, 2016). Terkait dengan pernyataan
tersebut, De Jong & Den Hartog (2007) mengidentifikasi Innovative Work
Behavior (IWB) sebagai kunci bagi organisasi untuk lebih berinovatif.
Menurut Janssen (2000), IWB merupakan sekumpulan kegiatan untuk
menciptakan, memperkenalkan, dan menerapkan ide – ide baru dengan
sengaja di tempat kerja yang berkontribusi pada kinerja. Singkatnya, IWB
berkaitan erat dengan kreativitas karyawan untuk menghasilkan manfaat di
tempat kerja (Bos-Nehles et al., 2017). Untuk memahami istilah ini lebih
lanjut, organisasi perlu mengidentifikasi berbagai faktor yang
mempengaruhi terciptanya IWB di tempat kerja.
Zhou & George (2001) mengidentifikasi lingkungan kerja sebagai
faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif seseorang. Ketika karyawan
merasakan lingkungan kerja yang mendukung, maka respon terhadap
perilaku inovatif meningkat. Selain itu, persepsi terhadap iklim organisasi
juga memiliki keterkaitan dengan IWB karena peran penting manajer di
dalamnya untuk menciptakan / memperkuat hubungan sosial serta
memberikan dukungan langsung kepada karyawan di berbagai situasi
(Wojtczuk-Turek & Turek, 2016). Oleh karena itu, dukungan manajemen
atau praktik human resource management (HRM) menjadi faktor penting
dalam meningkatkan perilaku inovatif (Parker et al., 2006)
Praktik HRM dianggap sebagai sumber daya yang mendorong
kinerja inovatif di sebuah organisasi. Tingkat kinerja inovatif akan
berbanding lurus dengan pengembangan praktik HRM di tempat kerja
(Berber & Lekovic, 2018). Terkait dengan hal tersebut, Bos-Nehles et al.,
(2017) mengidentifikasi tujuh praktik HRM yang dikategorikan sebagai
aspek terbaik dalam merangsang IWB. Praktik – praktik tersebut meliputi
pengembangan dan pelatihan, penghargaan, keamanan kerja, otonomi,
komposisi tugas, tuntutan pekerjaan dan tekanan waktu, serta umpan balik.
Selain itu, terdapat salah satu pendekatan yang telah dikembangkan untuk
menjawab keterkaitan antara perilaku inovatif dengan praktik HRM, yaitu
Job Demand-Resource Concept. Secara umum, teori ini menjelaskan bahwa
organisasi harus menyediakan sumber daya (praktik – praktik HRM) yang
cukup bagi karyawan agar mereka memiliki energi dalam menyelesaikan
setiap tuntutan pekerjaan, termasuk proses inovasi.
No comments:
Post a Comment