Monday, July 15, 2024

Komitmen Organisasional

Menurut Luthan dalam (Nurandini & Lataruva, 2014), Komitmen

organisasional adalah keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi

tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi,

serta keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan

kata lain merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada

organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi

mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai

loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Komitmen organisasional dipandang

sebagai keadaan dimana seorang karyawan sejalan pada tujuan organisasi

(Novita et al., 2016).

Menurut Allen dan Mayer dalam (Riadi, 2017), terdapat tiga bentuk

dimensi komitmen organisasional, yaitu:

1. Komitmen afektif (Affective commitment)

Komitmen ini berfokus pada ikatan emosional yang dirasakan anggota

dengan organisasi. Orang ingin tetap bekerja untuk organisasi itu karena

mereka memiliki nilai dan tujuan yang sama. Orang-orang dengan tingkat

komitmen emosional yang tinggi ingin tetap bersama organisasi karena

mereka percaya pada misinya dan bersedia untuk terjun ke mana pun

mereka bisa untuk melihatnya berhasil.

2. Komitmen berkelanjutan (Continuance commitment)

Komitmen ini memperhitungkan keinginan pekerja untuk tetap berada di

organisasi mereka saat ini karena tersedianya analisis biaya-manfaat yang

membandingkan nilai ekonomi dari bertahan dengan meninggalkan.

Sebanding dengan berapa lama mereka tetap dipekerjakan oleh perusahaan,

para pekerja khawatir akan kehilangan waktu dan usaha yang telah mereka

keluarkan untuk membangun perusahaan hingga saat ini.

3. Komitmen normatif (Normative commitment)

Komitmen ini mempertimbangkan perasaan kewajiban karyawan untuk

tetap bersama organisasi meskipun ada tekanan dari sumber luar. Pekerja

dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi akan sangat memperhatikan

apa yang dikatakan tentang mereka setelah mereka keluar dari organisasi.

Mereka tidak ingin membuat rekan kerja mereka kecewa kepada mereka,

dan mereka khawatir akan membentuk kesan negatif terhadap mereka

sebagai akibat dari keputusan mereka untuk mengubah diri mereka.

Dampak komitmen organisasional menurut Sopiah dalam Priansa

(2016) dapat ditinjau dari dua sudut yaitu:

1. Ditinjau dari Sudut Organisasi

Karyawan dengan komitmen rendah akan berdampak pada turnover,

absensi, kualitas pekerjaan yang dihasilkan rendah, dan loyalitas terhadap

organisasi menurun. Ketika komitmen karyawan rendah, dapat

menyebabkan kinerja yang buruk, seperti tindakan yang mencederai

reputasi perusahaan, kehilangan kepercayaan pelanggan, dan berdampak

luas, seperti pemotongan anggaran perusahaan.

2. Ditinjau dari Sudut Pegawai

Komitmen pegawai yang tinggi akan berdampak pada peningkatan

karirnya.

Faktor-faktor yang memperngaruhi komitmen organisasional menurut

Dyne dan Graham dalam Priansa (2016):

1. Faktor Personal

Pada faktor personal meliputi ciri kepribadian tertentu dari karyawan, usia

dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan

keterlibatan kerja. Ciri-ciri kepribadian tertentu yang dimiliki karyawan

seperti teliti, ekstrovert, berpandangan positif, cenderung lebih komit pada

perusahaan. Karyawan yang masa kerja dan berusia lebih tua akan lebih

berkomitmen terhadap perusahaan dibandingkan karyawan yang lebih

muda dengan masa kerja yang lebih pendek. Selain itu, semakin tinggi

tingkat pendidikan seorang pegawai, maka semakin besar pula risiko tidak

terpenuhinya harapan sehingga menurunkan komitmennya. Pegawai yang

menikah lebih terikat dengan organisasinya karena pegawai tersebut

mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi dibandingkan pegawai lajang,

sehingga status perkawinan mempengaruhi komitmen pegawai terhadap

organisasi.

2. Faktor Situasional

Pada faktor situasional meliputi nilai di tempat kerja, keadilan organisasi,

karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Nilai-nilai yang

dibagikan oleh perusahaan kepada karyawan sangat mempengaruhi

hubungan saling keterikatan karyawan. Keadilan organisasi mencakup

keadilan yang berkaitan dengan keadilan dalam alokasi sumber daya,

keadilan dalam proses pengambilan keputusan, dan keadilan dalam

persepsi menjaga hubungan antar individu. Jerigan dan Beggs mengatakan

kepuasan terhadap otonomi, status, dan kebijakan merupakan indikator

penting partisipasi. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat

meningkatkan tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap rasa

organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif

dengan komitmen organisasional.

3. Faktor Posisional

Faktor posisi meliputi masa kerja dan tingkat pekerjaan. Selain itu, peluang

investasi pribadi dalam bentuk pikiran, tenaga, dan waktu yang meningkat,

hubungan sosial menjadi lebih bermakna, dan akses terhadap informasi

pekerjaan baru semakin berkurang. Berbagai penelitian menyebutkan

status ekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat.

No comments:

Post a Comment