Monday, July 8, 2024

Jenis-jenis Disiplin

 


Menurut Simamora (2004:750), dijelaskan bahwa jenis-
jenis disiplin adalah sebagai berikut:
1) Disiplin Preventif
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong
para karyawan agar mengikuti berbagai standard an aturan,
sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri
diantaran para karyawan. Dengan cara ini para karyawan
menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena
dipaksa manajemen.
2) Disiplin Progresif
Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijaksanaan disiplin
progresif, yang berarti memberikan hukuman-hukuman
yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif
sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan.
Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk
membantu karyawan memperbaiki kesalahan.
3) Displin korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk
menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan
mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih
lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk
hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary
action). Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan bisa berupa
peringatan atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan
pendisiplinan, secara ringkas adalah sebagai berikut :
a) Untuk memperbaiki pelanggaran
b) Untuk menghalangi para karyawan yang lain
melakukan kegiata-kegiatan serupa
c) Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap
konsisten dan efektif
4) Aturan Tungku Panas
Suatu pedoman yang sangat berguna untuk disisplin
korektif adalah aturan “kompor-panas”. Aturan ini pada
hakekatnya menyatakan bahwa tidakan pendisiplinan
hendaknya mempunyai cirri-ciri yang sama dengan
hukuman yang diterima seseorang karena menyentuh
sebuah kompor panas. Karasteristik-karakteristik tersebut
adalah bahwa disiplin hendaknya dilakuakan dengan
peringatan, segera, konsisten dan tidakbersifat pribadi

Pengertian Disiplin

 


Secara etomologis disiplin berasal dari bahasa inggirs
“diciple” yang berarti pengikut atau penganut pengajaran, latihan
dan sebagainya. Terdapat beberapa pendapat mengenai disiplin
kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Disiplin kerja didefinisikan
berdasarkan beberapa kategori, dianataranya berdasarkan karyawan
atau pegawai dan berdasarkan manajemen. Berikut adalah
pendapat para ahli mengenai disiplin kerja berdasarkan karyawan
yaitu:
Disiplin kerja dapat diartikan sebagai kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2002:193).
Disiplin merupakan suatu keadaan tertentu dimana orang-
orang yang bergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan-
peraturan yang ada dengan rasa senang hati. Sedangkan kerja
adalah segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk menggapai
tujuan yang telah ditetapkannya (Sinunungan, 2005:145)
Kedisiplinan dapat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah
laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan tertulis maupun
biasa dari suatu perusahaan atau instansi. Dengan demikian setiap
perusahaan menetapkan atau merumuskan suatu aturan yang
diberlakukan untuk menjamin terlaksananya mekanisme kerja
instansi tersebut, untuk menciptakan prosedur kerja yang teratur
sehingga mencapai tujuan organisasi dengan baik (Nitisemito,
2001).
Mengacu pada pengertian di atas, maka seseorang atau
sekelompok orang dikatakan melaksanakan disiplin apabila
seseorang atau sekelompok orang tersebut:
1) Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya terhadap
aturan-aturan yang berlaku bagi sebuah organisasi.
2) Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya terhadap
norma-norma yang berlaku bagi sebuah organisasi tersebut.
3) Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya dalam
melaksanakan instruksi-instruksi yang dibuat oleh
pimpinan.

Indikator Motivasi

 


Komponen indikator motivasi kerja menurut
Sastrohadiwiryo (2003), sebagai berikut:
1) Kinerja
a) Keinginan seseorang untuk bekerja.
b) Kebutuhan dapat mendorongnya mencapai sasaran.
2) Penghargaan
a) Penghargaan atau pengakuan atas suatu kinerja yang
telah dicapai seseorang akan menjadi perangsang yang
kuat.
b) Kepuasan batin karyawan karena telah berhasil
menyeleseikan pekerjaannya.
3) Tantangan
a) adanya tantangan merupakan perangsang yang kuat bagi
manusia untuk mengatasinya.
b) Penyeleseian masalah yang dihadapi karyawan.
4) Tanggung jawab
a) Adanya rasa memiliki akan menimbulkan motivasi
untuk turut merasa tanggung jawab.
b) Rasa tanggung jawab dapat memicu karyawan dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
5) Keterlibatan
a) Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan
keputusan dapat disebut dengan “kotak saran” yang
dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan,
merupakan perangsang yang kuat untuk karyawan.
b) Saling menghargai antar karyawan merupakan cara
untuk bersosialisasi di lingkungan kerja.
6) Pengembangan
a) Adaptasi karyawan di lingkungan kerja.
b) Tingkatan partisipasi karyawan dalam memberikan
inovasi pada perusahaan.
c) Sikap saling bekerja sama antar karyawan
7) Kesempatan
a) kesempatan untuk maju dalam jenjang karir yang
terbuka.
b) Harapan kerja yang lebih baik

Aspek-aspek Motivasi

 Jurgense (dalam Ibrahim, 1999) yang mengadakan

penelitian di Minneapolis Gas Light Company menemukan
beberapa aspek yang mendasari timbulnya motivasi kerja, yaitu:
1) Rasa aman (Security)
Rasa aman atau security adalah dapat melakukan
pekerjaannya tanpa dibebani resiko yang dapat
membahayakan diri karyawan. Adanya perasaan aman
merupakan sesuatu yang diinginkan oleh setiap orang,
terutama pada saat ia sedang melaksanakan tugas yang
merupakan tumpuan hidupnya. Perasaan yang aman ini
meliputi pengertian yang luas, dimana di dalamnya
termasuk rasa aman ditinjau dari kecelakaan kerja, rasa
aman dari kelanjutan hubungan kerja atau sewaktu-waktu
terkena PHK yang tidak dikehendaki.
2) Kesempatan untuk maju ( Advancement)
Adalah kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih
tinggi dari kedudukan sebelumnya. Setiap orang selalu
menginginkan adanya perkembangan dari usaha yang telah
dilakukannya. Dengan adanya kesempatan untuk maju itu,
maka keinginan untuk berkembang tersebut dapat terpenuhi.
3) Nama baik tempat bekerja (Company)
Nama baik tempat kerja adalah tempat dimana karyawan itu
bekerja sudah terkenal dan memiliki nama baik di
masyarakat. Adanya kebanggan pada tempat dimana
seseorang bekerja itu akan memberikan keyakinan dan
semangat pada dirinya untuk melakukan aktivitas kerjanya
dengan baik.
4) Teman Sekerja ( CoWorkers)
Yaitu teman kerja yang dapat bekerja sama dan berteman
dengan baik. Kerja sama dan rasa saling menghargai sesame
rekan sekerja akan memberikan perasaan tenang dan
membutuhkan persatuan dan keakraban yang dapat
memperlancar aktivitas kerja.
5) Jenis pekerjaan (Type of Work)
Jenis pekerjaan yang dimaksud yaitu kesesuaian pekerjaan
yang ditangani dengan keinginan karyawan itu sendiri.
Maksudnya disini adalah adanya kesesuaian antara
keinginan dan kemampuan karyawan tersebut pada tugas
yang diberikan, sehingga ia dapat bekerja dengan baik.
6) Gaji (Pay)
Gaji yang dirasakan cukup baik dan pantas bagi dirinya
menurut ukurannya sendiri. Hal ini merupakan kebutuhan
hidup yang paling mendasar dan merupakan faktor pertama
bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan dirasakan
adanya gaji yang cukup baik, maka diharapkan aktivitas
kerja karyawan ini tidak terhambat oleh pemikiran-
pemikiran bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan
keluarganya.
7) Atasan (Supervisor) yang menyenangkan
Atasan yang menyenangkan adalah atasan yang dapat
membimbing sekaligus disukai oleh bawahannya. Sikap
ketauladanan yang ditunjukkan oleh atasan kepada bawahan
merupakan suatu contoh dan dapat memberikan ketenangan
dan tuntunan bagi karyawan dalam bekerja.
8) Jam Kerja (Hours)
19
Jam kerja yang tidak terlalu lama dan
membosankan.kebosanan dan kelelahan yang ditimbulkan
akibat terlalu lamanya jam kerja, dapat menyebabkan
perasaan jenuh dan malas, sehingga dapat menurunkan
gairah kerja karyawan.
9) Keadaan tempat kerja (Working Condition) yang baik
Keadaan tempat kerja yang baik misalnya dengan adanya
kebersihan, pergantian udara dan subu ruangan kerja dalam
kondisi baik.
10) Fasilitas-fasilitas lain yang disediakan (Benefits)
Fasilitas yang dimaksud adalah tersedianya fasilitas-fasilitas
lain yang terdapat di tempat kerja seperti asuransi
kesehatan, transportasi, pengobatan gratis, perumahan dan
lain-lain. Tersedianya fasilitas ini semakin memberikan
keyakinan bagi karyawan bahwa hidupnya tidak akan disia-
siakan dan menjadi terlantar, sehingga keadaan ini dapat
menambah kegairahan dalam bekerja

Jenis-jenis Motivasi

 


Adapula jenis motivasi yang dikemukakan oleh Gibson dan
Donnelly (1996:105) ada dua, yaitu:
1) Motivasi Positif
Manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah
kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi baik
ini semangat kerja bawahan akan tinggi karena manusia
pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
2) Motivasi Negatif
Manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan
hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik
(prestasi rendah). Dalam memotivasi negative ini semangat
kerja dalam jangka waktu pendek akan meningkat. Karena
mereka takut dihukum, tetapi dalam jangka waktu panjang
akan berakibat kurang baik.

Pengertian Motivasi

 


Menurut Moorhead dan Griffin (2013:270), saat ini, secara
virtual semua orang praktisi dan sarjana punya definisi motivasi
tersendiri. Biasanya kata-kata berikut ini dimasukkan dalam
definisi: hasrat, keinginan, harapan, tujuan, sasaran, kebutuhan,
dorongan, motivasi, dan insentif.
Secara teknis, istilah motivasi berasal dari kata Latin
Movere, yang berarti “bergerak”. Arti ini adalah bukti dari definisi
komprehensif berikut ini: Motivasi adalah proses yang dimulai
dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan
perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.
Dengan demikian, kunci untuk memahami proses motivasi
bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan,
dorongan, dan insentif.
Didalam Ivancevich dan Konopaske (2006:148), terdapat
empat pendekatan isi yang penting terhadap motivasi:
1) Hierarki Kebutuhan Maslow
Inti teori Maslow adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam
suatu hierarki (Maslow dan Kaplan, 1998). Kebutuhan di
tingkat yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis, dan
kebutuhan di tingkat yang paling tinggi adalah kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai
berikut:
a) Fisiologis (physiological). Kebutuhan akan makanan,
minuman, tempat tinggal, dan bebas dari rasa sakit.
b) Keamanan dan Keselamatan (safety and security).
Kebutuhan untuk bebas dari ancaman, diartikan
sebagai aman dari peristiwa atau lingkungan yang
mengancam.
c) Kebersamaan, sosial, dan cinta (belongingness, social,
and love). Kebutuhan akan pertemanan, afiliasi,
interaksi, dan cinta.
d) Harga diri (esteem). Kebutuhan harga diri dan rasa
hormat dari orang lain.
e) Aktualisasi diri (self-actualization). Kebutuhan untuk
memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan secara
maksimum menggunakan kemampuan, keterampilan,
dan potensi.
2) Teori ERG Alderfer
Alderfer sepakat dengan Maslow bahwa kebutuhan individu
diatur dalam suatu hierarki. Akan tetapi, hierarki kebutuhan
yang dia ajukan hanya melibatkan tiga rangkaian kebutuhan
(Alderfer, Clayton P;1972):
a) Eksistensi (existence). Kebutuhan yang dipuaskan
oleh faktor-faktor seperti makanan, udara, imbalan,
dan kondisi kerja.
b) Hubungan (relatedness). Kebutuhan yang dipuaskan
oleh hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.
c) Pertumbuhan (growth). Kebutuhan yang terpuaskan
jika individu membuat kontribusi yang produktif atau
kreatif.
3) Teori Dua-Faktor Herzberg
Menurut Herzberg dan Synderman (1959), dewasa ini
mengembangkan teori isi yang dikenal sebagai teori
motivasi dua-faktor. Kedua faktor tersebut disebut
dissatisfier-satisfier, motivator hygiene, atau faktor
ekstrinsik-intrisik,bergantung pada pembahasan dari teori.
Penelitian awal yang memancing munculnya teori ini
memberikan dua kesimpulan spesifik. Pertama, adanya
serangkaian kondisi ekstrinsik, konteks pekerjaan, yang
menimbulkan ketidakpuasan antarkaryawan ketika kondisi
tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, kondisi
tersebut tidak selalu memotivasi karyawan. Kondisi ini
adalah dissatisfier atau faktor hygiene, karena faktor-faktor
itu diperlukan untuk mempertahankan, setidaknya, suatu
tingkat dari “tidak adanya kepuasan”. Faktor-faktor tersebut
diamtaranya:
a) Gaji
b) Keamanan pekerjaan
c) Kondisi kerja
d) Status
e) Prosedur perusahaan
f) Kualitas pengawasan teknis
g) Kualitas hubungan interpersonal antar rekan kerja,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kedua, serangkaian kondisi intrinsik-isi pekerjaan-ketika
ada dalam pekerjaan, dapat membentuk motivasi yang kuat
hingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang baik.
Jika kondisi tersebut tidak ada, pekerjaan tidak terbukti
memuaskan. Faktor-faktor dalam rangkaian ini disebut
satisfier atau motivator dan beberapa diantaranya adalah:
a) Pencapaian
b) Pengakuan
c) Tanggung jawab
d) Kemajuan
e) Pekerjaan itu sendiri
f) Kemungkinan untuk tumbuh
Motivator ini secara langsung berkaitan dengan difat
pekerjan atau tugas itu sendiri. Ketika ada, faktor-faktor ini
berkontribusi terhadap kepuasan. Hal ini, pada akhirnya
akan menghasilkan motivasi tugas intrinsik.
4) Teori Kebutuhan-yang-dipelajari McClelland
McClelland telah mengakui teori motivasi yang secara
dekat berhubungan dengan konsep pembelajaran. Yakin
sebagian besar kebutuhan berasal dari budaya (Harvard
Business Review, 1962:99). Dinyatakan bahwa ketika
muncul suatu kebutuhan yang kuat didalam diri seseorang,
kebutuhan tersebut memotivasi dirinya untuk menggunakan
perilaku mendatang kepuasannya.
Berdasarkan hasil penelitian McClelland, dikembangkan
serangkaian faktor deskriptif yang menggambarkan
seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapaian.
Hal tersebut adalah:
a) Suka menerima tanggung jawab untuk memcahkan
masalah.
b) Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang
moderat dan cenderung mengambil risiko yang telah
diperhitungkan.
c) Menginginkan umpan-balik atas kinerja.
Kebutuhan akan merefleksi keinginan untuk berinteraksi
secara sosial dengan orang. Seseorang dengan kebutuhan
afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan
pribadi sebagai hal yang paling penting, oleh karena itu
hubungan sosial lebih didahulukan daripada penyelesaian
tugas. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi,
di lain pihak, mengkonsentrasi diri dengan mempengaruhi
orang lain dan memenangkan argumentasi.
Menurut McClelland dalam Harvard Business Review
(1962:101), kekuasaan memiliki dua orientasi. Kekuasaan
dapat menjadi negative pada orang yang berfokus pada
dominasi dan kepatuhan. Atau kekuasaan dapat menjadi
positif karena merefleksikan perilaku persuasive dan
inspirasional.
Masing-masing teori memberikan pemahaman mengenai
perilaku dan kinerja. Tidak ada teori yang telah sepenuhnya
diterima sebagai dasar dalam menjelaskan motivasi.
Walaupun beberapa kritikus merasa skeptic, tampak bahwa
orang memiliki kebutuhan yang dipelajari dan bahwa
berbagai faktor pekerjaan menghasilkan tingkat kepuasan

Indikator Kinerja Karyawan

 


Komponen indikator kinerja karyawan menurut Lazer
(1977):
1) Kemampuan teknis
a) Ilmu pengetahuan yang dimiliki karyawan.
b) Kemampuan menggunakan metode.
c) Teknik kerja yang di gunakan karyawan.
d) Peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas.
e) Pengalaman yang pernah dialami karyawan dengan
pekerjaan yang sejenis
f) Pelatihan yang diperoleh karyawan.
2) Kemampuan konseptual
a) Kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan.
b) Penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke
dalam bidang operasional perusahaan secara
menyeluruh.
c) Tanggung jawab sebagai seorang karyawan.
3) Kemampuan hubungan interpersonal
a) kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
b) memotivasi karyawan.
c) melakukan negosiasi.
d) Pekerjaan yang dihasilkan karyawan