Wednesday, July 10, 2024

Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Locus Of Control

 


Berdasarkan berbagai hasil penelitian, locus of control dipengaruhi
oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Faktor Usia dan Jenis Kelamin
Beberapa penelitian telah mununjukkan bahwa usaha mengontrol
lingkungan eksternal individu dimulai dari kanak-kanak, lebih tepatnya
pada usia 8-14 tahun. Studi terhadap 233 anak usia 14-15 di Norway
menemukan skor locus of control internal yang lebih tinggi pada anak
perempuan (Manger dan Ekeland, 2000; Schultz dan Schultz,
2005:439). Sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi juga
ditemukan lebih berorientasi pada locus of control internal dibanding
eksternal. Hal ini menunjukkan individu menjadi semakin berorientasi
internal ketika ia bertambah dewasa, dan mencapai puncaknya di usia
dewasa madya (Heckhausen dan Schulz, 1995:284-304;
Milgram,1971:459-465; Ryckman dan Malikiosi 1975:177-183; Schulz
dan Schulz, 2005:439).
b. Faktor Keluarga
Menurut Kuzgun (dikutip Hamedoglu, Kantor dan Gulay, 2012:319-
324) lingkungan keluarga tempat seorang individu tumbuh dapat
memberikan pengaruh terhadap locus of control yang dimilikinya.
Orang tua yang mendidik anak, pada kenyataannya mewakili nilai-nilai
dan sikap atas kelas sosial mereka. Kelas sosial yang disebutkan di sini
tidak hanya mengenai status ekonomi, tetapi juga memiliki arti luas,
termasuk tingkat pendidikan, kebiasaan, pendapatan dan gaya hidup.
Individu dalam kelas sosial ekonomi tertentu mewakili bagian dari
sebuah sistem nilai yang mencakup gaya membesarkan anak, yang
mengarah pada pembangunan karakter pembangunan karakter
kepribadian yang berbeda. Dalam lingkungan otokratis dimana
perilaku di bawah kontrol yang ketat, anak-anak tumbuh sebagai
pemalu, suka bergantung. (locus of control eksternal). Di sisi lain, ia
mengamati bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang
demokratis, mengembangkan rasa individualisme yang kuat menjadi
mandiri, dominan, memiliki keterampilan interaksi sosial, percaya diri,
dan rasa ingin tahu yang besar (locus of control internal).
c. Menurut Forte (2005:65) (dikutip Karimii dan Alipour, 2011),
kepuasan kerja, harga diri, peningkatan kualitas hidup (motivasi
internal) dan pekerjaan yang lebih baik, promosi jabatan, gaji yang
lebih tinggi (motivasi eksternal) dapat mempengaruhi locus of control
seseorang. Reward dan punishment (motivasi eksternal) juga
berpengaruh terhadap locus of control menurut Mischel (dikutip
Nevid, 2009:498).
d. Faktor Pelatihan
Program pelatihan telah terbukti efektif mempengaruhi locus of control
individu sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan peserta
pelatihan dalam mengatasi hal-hal yang memberikan efek buruk.
Pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi untuk mengembalikan
kendali atas hasil yang ingin diperoleh. Pelatihan diketahui dapat
mendorong locus of control internal yang lebih tinggi, meningkatkan
prestasi dan meningkatkan keputusan karir menurut Luzzo, Frank dan
Strang (dikutip Huang dan Ford, 2011:358-368).

Karakteristk Locus Of Control

 

  1. Internal Locus Of Control
    a. Suka Bekerja Keras
    b. Memiliki Inisiatife Yang Tinggi
    c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah
    d. Selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin
    e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin
    berhasil
    Menurut Rotter (dikutip Karimi dan Alipour, 2011) locus of control
    internal mengacu pada orang-orang yang percaya bahwa hasil,
    keberhasilan dan kegagalan mereka adalah hasil dari tindakan dan usaha
    mereka sendiri. Suatu individu yang memiliki kecendurungan locus of
    control internal adalah individu yang memiliki keyakinan untuk dapat
    mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan
    dampak pada hidup, contohnya seorang mahasiswa memiliki IPK yang
    tinggi dikarenakan keyakinan atas kemampuan dirinya dalam menjawab
    soal-soal ujian yang diberikan Kreitner dan Kinicki (2009:154). Menurut
    Hanurawan (2010:113) orang dengan locus of control internal sangat
    sesuai untuk menduduki jabatan yang membutuhkan inisiatif, inovasi, dan
    perilaku yang dimulai oleh diri sendiri seperti peneliti, manajer atau
    perencana.
    Internal locus of control yang dikemukakan Lee (1990) yang dikutip
    Julianto (2002) adalah keyakinan sesorang bahwa didalam dirinya
    tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli
    apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Individu
    seperti ini memiliki etos krja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam
    kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya.
    Meskipun ada perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut
    relatif kecil dibanding dengan semangat serta keberaniannya untuk
    menantang dirinya sendiri sehingga orang-orang seperti ini tidak pernah
    ingin melarikan diri dari setiap masalah dalam bekerja.
    Robbins (2007:138) mengemukakan locus of control internal adalah
    individu yang percaya bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas
    apa pun yang terjadi pada diri mereka. Individu dengan locus of control
    internal mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh
    dirinya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan
    keinginannya. Faktor internal individu yang di dalamnya mencakup
    kemampuan kerja, kepribadian, tindakan kerja yang berhubungan dengan
    keberhasilan bekerja, kepercayaan diri dan kegagalan kerja individu bukan
    disebabkan karena hubungan dengan mitra kerja.
  2. External Locus Of Control
    a. Kurang memiliki inisiatif
    b. Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah
    c. Mudah menyerah, kurang suka berusaha karena mereka percaya
    bahwa faktor luarnya yang mengontrol
    d. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan
    kesuksesan
    External locus of control yang dikemukakan Lee (1990) yang dikutip
    Julianto (2002) adalah individu yang external Locus of control nya cukup
    tinggi akan mudah menyerah jika sewaktu-waktu terjadi persoalan yang
    sulit. Individu semacam ini akan memandang masalah-masalah yang sulit
    sebagai ancaman bagi dirinya, bahkan terhadap orang-orang yang berada
    di sekelilingnya pun dianggap sebagai pihak yang secara diam-diam selalu
    mengancam eksistensinya. Apabila mengalami kegagalan dalam
    menyelesaikan persoalan, maka individu semacam ini akan menilai
    kegagalan sebagai ancaman nasib dan membuatnya ingin lari dari
    persoalan

Pengertian Locus Of Control


Konsep mengenai Locus of Control pertama kali dikemukakan oleh
Rotter (1966:65) dalam Rully (2013), seorang ahli teori pembelajaran
sosial. Locus of Control merupakan tingkat kepercayaan yang dimiliki
individu mengenai sumber penentu hidup dan kehidupan mereka (Gibson
et al., 2000:494). Sedangkan Robbins (2007:139) mendefinisikan locus of
control adalah sejauh mana orang meyakini menguasai nasib mereka
sendiri. Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event
dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu
tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang
memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol
tehadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan
individu tersebut memiliki external locus of control. Kreitner & Kinicki
(2007:224) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal
dianggap berasal dari aktivitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of
control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol
dari keadaan sekitarnya.
Locus of control menurut Dayakisni dan Yuniardi (2008:63) adalah
kondisi bagaimana individu memandang perilaku diri mereka sebagai
hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungannya. Hiriyappa
(2009:72) berpendapat bahwa locus of control mengacu pada keyakinan
seseorang bahwa apa yang terjadi adalah karena kendali dirinya yaitu
internal atau di luar kendali dirinya yaitu eksternal. Locus of control adalah
kecenderungan orang untuk mencari sebab suatu peristiwa pada arah
tertentu yang dapat dikategorikan kedalam locus of control internal dan
eksternal. Sedangkan menurut Ghufron dan Risnawita (2011:65) adalah
gambaran pada keyakinan seseorang mengenai sumber penentu
perilakunya. Locus of control merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan perilaku individu.

Penilaian Kinerja Karyawan


Penilaian kinerja merupakan proses yang digunakan oleh suatu
perusahaan atau institusi dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang.
Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.
Menurut Bambang Wahyudi (2002:101), penilaian kinerja adalah suatu
evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi
kerja seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.
Sedangkan menurut Henry Simamora (2004:415), penilaian kinerja adalah
proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan. Selanjutnya Simamora (2004:473) menyatakan bahwa
kinerja karyawan sesungguhnya dinilai atas lima dimensi sebagai berikut:
a. Mutu
b. Kuantitas
c. Penyelesaian Proyek
d. Kerjasama
e. Kepemimpinan

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

 


Menurut Notoatmojo (2003:28), ada teori yang mengemukakan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi
“ACHIEVE” yang artinya: Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (
kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya
kinerja), Incentive (insentif material maupun non material), Environment
(lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman atau petunjuk dan
uraian kerja), Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja). Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut Mangkunegara
(2007:67) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation):
a. Faktor Kemampuan (ability)
Secara psikologis , kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ)
dan kemampuan realita (pengetahuan dan skill), artinya karyawan yang
memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120) dengan memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari,
maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan oleh karena
itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya
b. Faktor Motivasi (motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara
maksimal. (Sikap mental yang siap secara psikofik) artinya, seorang
karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan
utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan
dalam mencapai situasi kerja.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Robbins (2003:439), bahwa yang
mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan motivasi :
a. Kemampuan (kecerdasan dan kepemimpinan), apabila pegawai
memiliki kecerdasan dan kepemimpinan yang sesuai dengan bidang
pekerjaannya, maka pegawai tersebut akan bekerja dengan baik dan
menghasilkan kinerja yang baik pula.
b. Motivasi berupa kompensasi (intensif, gaji), lingkungan kerja motivasi,
kesempatan, dan kepuasan seseorang akan bekerja dengan senang dan
dengan bersemangat apabila merasa puas atas balas jasa dan
kesempatan

Kinerja Karyawan

 


Istilah kinerja berasal dari job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), atau
juga hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2007:67). Istilah kinerja
merupakan sebuah tolak ukur karyawan dalam melaksanakan seluruh tugas
yang ditargetkan pada karyawan, sehingga upaya untuk mengadakan
penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal terpenting.
Menurut Siagian (2002:152), kinerja adalah konsep yang bersifat universal
yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi
dan bagian karya berdasar standar dan kriteria yang diterapkan. Rivai
(2008:14), menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Sedangkan Menurut
Lavasque dalam Hadari Nawawi (2006:62) kinerja adalah segala sesuatu
yang dikerjakan seseorang dan hasilnya dalam melaksanakan fungsi suatu
pekerja an. Pendapat lain mengenai definisi kinerja juga diungkapkan oleh
Mulyadi (2007:337) yang menyatakan bahwa kinerja adalah keberhasilan
personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik
yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan

Indikator Kinerja Karyawan

 


Menurut Robbins dalam Sulaksono (2019 : 119) indikator untuk
mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu :

  1. Kualitas
    Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
    dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
    karyawan.
  2. Kuantitas
    Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah
    unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
  3. Ketepatan waktu
    Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
    dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu
    yang tersedia untuk aktivitas lain.
  4. Efektivitas
    Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,
    teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari
    setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
  5. Kemandirian
    Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
    fungsi kerjanya.
  6. Komitmen kerja
    Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja
    dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor