a. Membentuk
Sistem Hukum yang Lebih Baik
Kepatuhan terhadap
Undang-Undang sebagai suatu bentuk peraturan hukum sangat dipengaruhi oleh
kesadaran hukum seseorang.[1]
Kesadaran terhadap hukum dalam hal ini erat kaitannya dengan budaya hukum.
Dengan kata lain, selain aspek struktur dan substansi hukum, dalam suatu sistem
hukum unsur budaya hukum juga sangat menentukan efektif atau tidaknya
implementasi suatu peraturan hukum. Hal demikian sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Friedman, yaitu: “The
legal system is not a machine, it is run by human beings.”[2] Oleh sebab itu, untuk mewujudkan sistem
hukum yang baik, tidak hanya diperlukan peraturan hukum yang baik dan memadai,
tetapi juga memerlukan manusia yang berkelakuan dan berkepribadian baik,
memiliki kemampuan dan integritas yang layak dan tinggi serta memiliki
kesadaran dalam menaati peraturan hukum yang berlaku.
b. Meningkatkan
Integritas Moral Bagi Hakim Pidana
Melalui prioritas terhadap pengembangan budaya
hukum maka integritas moral hakim pun akan terbangun. Dalam menerapkan hukum
secara konkrit di pengadilan dalam hal ini tentu hubungannya dengan profesi
hakim pengadilan pidana, ketika menerapkan ketentuan hukum pidana dan dalam
menerapkan proses persidangannya hakim seharusnya mempertimbangkan
prinsip-prinsip dalam Undang-Undang pidana tersebut, disinilah hakim pada waktu
memeriksa dan memutus terhadap subyek hukum yakni para pihak dalam kasus pidana,
putusannya hendaklah mengarah pada terjadinya kehidupan yang serasi diantara
seluruh para anggota masyarakat pada umumnya. Disini putusan hakim akan
merupakan kebijaksanaan dalam pergaulan sosial, karena putusan hakim ini
dilandasi suara hatinya (concience)
yang secara internal dan otonom melandasi putusannya, sehingga keputusannya
dapat memenuhi rasa keadilan dan perlindungan hukum bagi seluruh anggota masyarakat. [3]
Budaya hukum juga dapat berperan sebagai cermin
identitas dan sekaligus sumber refleksi, sumber abstraksi yang terwujud dalam
nilai-nilai yang terkandung dalam setiap produk hukum, dan terlembagakan dalam
setiap institusi hukum, dalam produk substansi hukum, dan juga terbentuk dalam sikap dan perilaku setiap pejabat atau aparat dan
pegawai yang bekerja di bidang hukum serta para pencari keadilan (justice seekers) dan warga masyarakat
pada umumnya. Bahkan budaya hukum itu juga mempengaruhi cara kerja para
pemimpin dan mekanisme kepemimpinan hukum dalam praktik. Penegak hukum disebut
profesional karena kemampuan berpikir dan bertindak melampaui hukum tertulis
tanpa menciderai nilai keadilan. Dalam menegakan keadilan, dituntut kemampuan
penegak hukum mengkritisi hukum dan praktik hukum demi menemukan apa yang
seharusnya dilakukan sebagai seorang profesional.[4]
Hal ini menekankan bahwa budaya hukum
dapat mempengaruhi bagaimana sistem hukum terbentuk dan sekaligus berjalan.
Dimana budaya hukum bergerak melalui komponen-komponen hukum dan memiliki
tingkat ketergantungan yang cukup erat. Komponen yang dimaksud adalah substansif law, prosedural law, decision
rule dan decision habits. Dalam
hal lain empat komponen tersebut berangkat dari nilai dan norma masyarakat. Ke
empat komponen tersebut sebagai bagian sistem hukum sangat dipengaruhi baik
dalam pembentukannya maupun pelaksanaannya oleh budaya hukum oleh karenanya
secara konsep, sistem hukum tidak dapat dipisahkan dari budaya hukum. [5]
c. Membentuk
Kesadaran Hukum yang Lebih Baik
Pengaruh budaya hukum dalam masyarakat berangkat
dari kesadaran bahwa budaya berangkat dari nilai, etika serta sikap yang muncul
dari masyarakat. Sehingga budaya hukum yang baik tidak akan mengesampingkan
peran masyarakat dalam membentuk budaya hukum yang baik berdampingan dengan
sistem pengadilan itu sendiri. Dalam hal lain kesadaran lain adalah bagaimana
hukum sendiri memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya. Ketika
struktur masyarakat dapat menjadi penghambat sekaligus menjadi sarana–sarana sosial
sehingga memungkinkan hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Inilah
mengapa budaya hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. [6]
Dalam hal ini, budaya hukum menempati posisi yang sangat strategis
dalam menentukan pilihan berperilaku dalam menerima hukum atau justru
sebaliknya menolak hukum.[7]
Perilaku yang menerima hukum akan diwujudkan dalam tindakan melaksanakan
ketentuan hukum sebagaimana mestinya sehingga implementasi suatu peraturan hukum dapat
menjadi lebih efektif. Tegaknya peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum
masyarakatnya, dan budaya hukum masyarakat akan tergantung pada budaya hukum
anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan,
budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan yang ada di dalam
masyarakat.[8] Berdasarkan uraian
tersebut, maka hukum sebaiknya dibuat berdasarkan budaya hukum masyarakat di
mana hukum akan diaplikasikan.
Budaya hukum merupakan unsur hukum yang akurat dan sepadan dengan
tujuan untuk menjawab efektivitas hukum dalam rangka studi hukum dan masyarakat
dibandingkan dengan metode konvensional yang mengkaji hukum
hanya dari aspek historis semata.[9]
Hal tersebut disebabkan karena melalui serangkaian nilai-nilai, kebiasaan, dan
perilaku dapat menunjukkan bagaimana kaidah-kaidah hukum itu
dipersepsi (secara logika rasional) oleh masyarakatnya (baik sasaran maupun
pelaksana kaidah).
Oleh karenanya untuk mewujudkan masyarakat yang
mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara
hukum serta penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis perlu
kiranya dibuat suatu grand design
(strategi) pengembangan budaya hukum sebagai pegangan/acuan bagi meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat agar mengetahui dan menyadari hak dan kewajibannya,
dan mampu berperilaku sesuai dengan kaedah hukum.
No comments:
Post a Comment