Upaya
pemberantasan korupsi diantaranya dilakukan oleh pemerintah dengan membuat payung
hukum jelas mengenai apa dan bagaimana korupsi itu sendiri, diantaranya dimuat
dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 yang diperbarui dengan UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, dan yang terbaru UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Secara kelembagaan
maka pemerintah telah mendirikan berbagai lembaga khusus seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Di samping itu, pemerintah melalui Peraturan
Presiden RI Nomor 55 Tahun 2012 telah mengeluarkan Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) jangka menengah tahun 2012-2014 dan
jangka panjang tahun 2012-2025.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan secara jelas
bahwa Pelaku tindak pidana korupsi ada 2 (dua) yaitu orang yang melakukan
tindak pidana korupsi itu sendiri dan korporasi yang melakukan tindak pidana
korupsi. Kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan secara sistematis
dan teroganisir serta dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan dan
peranan penting dalam tatanan sosial masyarakat oleh karena itu kejahatan ini
sering dikatakan sebagai white collar crime atau kejahatan kerah putih. Sistem
pemidanaan secara umum berbeda dengan pemidanaan dalam pidana khusus. Mengenai
pidana pokok, walaupun jenis-jenis pidana dalam hukum pidana korupsi sama
dengan hukum pidana umum, tetapi sistem penjatuhan pidananya ada kekhususan
jika dibandingkan dengan hukum pidana umum, yaitu sebagai berikut:
a)
Dalam hukum pidana korupsi 2 (dua) jenis
pidana pokok yang dijatuhkan bersamaan dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu
Penjatuhan 2 (dua) jenis pidana pokok yang bersifat imperatif dan Penjatuhan 2
(dua) jenis pidana pokok serentak yang bersifat imperatif dan fakultatif.
b)
Sistem pemidanaan pada tindak pidana korupsi
menetapkan ancaman minimum khusus dan maksimum khusus.
c)
Maksimum khusus pidana penjara yang
diancamkan jauh melebihi maksimum umum dalam KUHP 15 (lima belas) tahun.
d) Dalam
hukum pidana korupsi tidaklah mengenai pidana mati sebagai suatu pidana pokok yang
diancamkan pada tindak pidana yang berdiri sendiri
Disebutkan juga
bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai negara
hukum, tentu sanksi akan diberikan terhadap setiap orang yang melanggar
peraturan, baik sanksi pidana, sanksi sosial, maupun sanksi administratif.
Secara umum sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
diatur dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
diantaranya adalah : a. Terhadap yang melakukan tindak pidana korupsi 1) Pidana
Mati 2) Pidana Penjara. 3) Pidana Tambahan b. Terhadap korporasi yang melakukan
tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dilakukan atas nama korporasi
dan pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan Ketentuan maksimum
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan
pasal 20 ayat 1-66 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
a.
Dalam hal tindak pidana korupsi
dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan
pidana dapat dilakukan terhadap korporasi atau pengurusnya.
b.
Tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang
baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak
dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
c.
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan
terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus,
kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
d.
Hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan
supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
e.
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan
terhadap korporasi, maka pengadilan untuk menghadap dan menyerahkan surat
panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau
di tempat pengurus berkantor.
Dalam hal lain,
pemerintah juga menciptakan sistem pemerintahan yang mendukung minimnya
korupsi. Seiring dengan diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang
diperbaharui dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang merupakan landasan yuridis bagi
pengembangan otonomi daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah kabupaten dan kota
diberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam mengatur pembagian
dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah. [1]
No comments:
Post a Comment