Dalam penelitian mengenai perilaku ramah lingkungan,
terdapat pendekatan yang melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki
keterbatasan apabila berhadapan dengan lingkungan hidup yang lebih dikenal
dengan paradigma New Ecological Paradigm (NEP).
Pendekatan ini merupakan paradigm yang berlawanan dengan pendekatan human
exemptionalism paradigm (HEP) yang melihat manusia sebagai spesies unik yang
tidak terbebas dari kekuatan lingkungan dan memiliki kemampuan dalam mengatasi
segalam masalah lingkungan. Pradigma NEP yang menitik beratkan pada hak mahluk
hidup lain selain manusia menunjukkkan sikap positif manusia terhadap
lingkungan (Poortinga, Steg & Vlek,
2004) Pendekatan sikap positif pada lingkungan (NEP) awalnya disebut
dengan new environmental paradigm dan kemudian diganti dengan new ecological paradigm (Dunlop, Van
Liere, Mertig & Jones, 2000).
Berdasarkan NEP terdapat lima dimensi sikap terhadap
lingkungan (Dunlop dkk, 2000), dimensi itu terdiri dari (1) Fragility of nature’s balance, yang
menjelaskan sikap individu mengenai rapuh dan rentannya keseimbangan alam, (2) the possibility of eco-crisis,
menjelaskan mengenai sikap individu terhadap kejadian krisis pada alam (3) the
reality of limits to growth, menjelaskan mengenai sikap individu mengenai
kenyataan pertumbuhan dan umur alam yang terbatas, (4) antiantrhopocentrism yang menjelaskan keyakinan individu terhadap
kesetaraan hak yang dimiliki antara alam dan manusia, dan yang terakhir (5) rejection of exemptionalism, yang
menjelasakan mengenai keterbatan kemampuan manusia dalam memperbaiki alam.
No comments:
Post a Comment