.
Islami
Muhadjid (2000) secara rinci memaparkan indikator-indikator etos atau semangat kerja sebagai berikut: kerja dengan
puas dan senang, tidak merasa jemu, saling membantu sesama
teman, kerja ekstra dilakukan tanpa rasa mengeluh, dan
keterbatasan alat, biaya dan keahlian diterima dengan penuh
pengertian. Indikator etos kerja menurut Myrdal meliputi:
efisiensi, kerajinan/ketekunan, kerapian, ketepatan waktu,
kesederhanaan, kejujuran, pijakan rasional dalam pengambilan
keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, dan kegesitan
dalam menggunakan kesempatan.
Berdasarkan konsep yang telah dikemukakan dapat
diringkas bahwa etos kerja akan selalu berkaitan dengan nilai-nilai
religiusitas yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini menjadi relevan,
mengingat cara pandang seseorang terhadap apa yang
dilakukannya sangat dipengaruhi oleh keyakinan dasar yang
dimiliki. Pada dasarnya pandangan Islam terhadap etos kerja
memiliki kesamaan dengan ajaran religius yang lain. Akan tetapi
Islam memiliki prinsip tentang etos kerja yang khas yang
membedakan dengan ajaran lain (Bakhri, 2003).
Etos kerja Islam menurut Tasmara (1995) memiliki
pengertian sebagai cara pandang yang diyakini oleh seseorang
mulsim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya
dan menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai
manifestsi dari amal shalih dan oleh karenanya mempunyai nilai
ibadah yang sangat luhur. Sedangkan menurut Rozak (1987) etos
kerja Islami adalah sikap mental atau cara diri seorang muslim
dalam memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai
sebuah nilai kerja yang dilakukannya.
Ciri-ciri etos kerja muslim dapat diringkas sebagai berikut:
memiliki jiwa kepemimpinan, dalam arti mampu mengambil
posisi dan sekaligus memainkan peran aktif sehingga
keberadaannya mampu mempengaruhi orang lain dan
lingkungannya. Selalu berhitung dan mengevaluasi apa yang
sudah dilakukan untuk menghadapi masa depan. Etos kerja
muslim juga mampu menghargai waktu. Seorang muslim juga
selalu tidak merasa puas terhadap kebaikan atau kinerja yang telah
dicapainya. Hidup berhemat dan efisien tanpa harus menumpuk
harta dan kikir serta individualistis merupakan bagian dari nilai
etos kerja. Etos kerja Islami juga menunjukkan bahwa seorang
muslim mampu bersikap mandiri dan memiliki pengetahuan
30
tentang profesi yang ditekuninya serta selalu berkeinginanan
untuk mengembangkan diri. Etos kerja Islami juga berarti sifat
ulet dan pantang menyerah, dan selalu berorientasi pada
produktifitas (Tasmara, 1995).
Beberapa ciri dari etos kerja Islami yang telah disebutkan
tampak jelas menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki atau
berdasarkan etos kerja Islami akan senantiasa memandang bahwa
pekerjaan yang dilakukannya harus dilandasi dengan niat yang
ikhlas karena Allah atau dengan kata lain memiliki nilai ibadah
serta mampu menghasilkan sesuatu yang produktif dan
bermanfaat. Produktifitas yang hendak diraih senantiasa
dikembalikan kepada tujuan utama bekerja, yaitu mencari ridha
Allah SWT.
Unsur etos kerja Islami menurut Zadjuli (1999) meliputi:
1) Niat bekerja karena Allah
2) Dalam bekerja harus memberlakukan kaidah/norma/syariah
secara totalitas
3) Motivasinya adalah mencari keuntungan dunia dan akhirat
4) Dalam bekerja dituntut penerapan asas efisiensi dan manfaat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam
5) Menjaga keseimbangan antara mencari harta dengan beribadah
6) Setelah berhasil dalam bekerja hendaknya bersyukur kepada
Allah serta membelanjakan rizki yang diperolehnya di jalan
Allah seperti halnya: tidak boros dan kikir, mengeluarkan
zakat/infaq, sedekah dan naik haji jika sudah memenuhi
persyaratan/mampu serta menyantuni anak yatim, fakir
miskin, dan orang cacat.
Hafidhudin dan Tanjung (2003) menyebutkan ciri-ciri etos
kerja muslim sebagai berikut:
1) al-shalah (baik dan manfaat),
2)
al-itqan (kemantapan dan perfectness) dimana suatu pekerjaan
harus dilaksanakan dan diselesaikan dengan profesional dan
penuh dedikasi.
3) al-ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih
baik lagi dimana setiap muslim harus memiliki komitmen
terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang
dikerjakan, terutama untuk kepentingan umat. Kualitas pekerjaan
harus lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, artinya harus terdapat
perbaikan yang berkesinambungan untuk lebih baik dari
sebelumnya
. 4) al-mujahadah (kerja keras dan optimal).
5)
Tanafus dan ta‟awun atau berkompetisi dantolong menolong.
Dimensi etos kerja Islami kewajiban individu dan organisasi
adalah sikap mental atau car diri seorang muslim dalam
memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya merupakan sebuah kewajiban, baik
selaku individu maupun selaku anggota organisasi. Dimensi ini
sangat terkait erat dengan tingkat keyakinan seorang muslim
terhadap kebenaran ajaran agama Islam yang dianutnya yang
menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan senantiasa dimaknai
sebagai sebagai bentuk ibadah. Seorang muslim yang meyakini
bahwa pekerjaan yang dilakukannya merupakan sebuah kewajiban
maka implikasi sikap yang muncul adalah: (Sulistyo, 2010)
1) Bekerjasama merupakan suatu kebaikan dalam pekerjaan.
2) Loyalitas kepada pekerjaan adalah suatu kebaikan
3) Keadilan dan kedermawanan
4) Bekerjasama dengan baik memberikan kepuasan, manfaat bagi
diri sendiri maupun orang lain
5) Kerja keras untuk memenuhi tanggung jawab
6) Banyak waktu luang (menganggur) tidak baik bagi individu
maupun sosial
7) Hubungan dengan masyarakat sebagai pertimbangan dalam
masyarakat
8) Tidak boleh mengambil sebagian/keseluruhan upah/gaji orang
lain.
Selanjutnya dimensi etos kerja Islami investasi dan
keuntungan-keuntungan yang didapat oleh individu (personal
investment and dividend) adalah sikap mental atau cara diri
seorang muslim dalam memandang, mempersepsi, menghayati
dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya merupakan
investasi dan oleh karena itu akan mendatangkan hasil yang
bernilai bagi dirinya sendiri. Beberapa sikap yang mewakili
dimensi ini yaitu:
1) Bekerja sebagai sumber penghormatan pada diri sendiri
2) Bekerja memberikan seseorang kesempatan untuk menjadi
mandiri
3) Berdiskusi memungkinkan seseorang untuk menghindari
kesalahan
4) Seseorang akan bekerja dengan kemampuan terbaik yang
dimiliki
5) Mereka yang tidak bekerja keras sering mengalami kegagalan
dalam hidupnya.
6) Bekerja bukanlah akhir dari pekerjaan itu sendiri, tetapi
membantu perkembangan pertumbuhan seseorang
7) Bekerja keras adalah suatu kebaikan dalam kaitannya dengan
kebutuhan orang dan keperluan untuk mencapai keseimbangan
dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
8) Kepatuhan untuk menghasilkan kerja yang berkualitas adalah
suatu kebaikan.
Kemudian dimensi etos kerja Islami berikutnya adalah usaha
dan tercapainya tujuan-tujuan individu (personal effor and
achievement). Dimensi ini memiliki pengertian sebagian sebuah
sikap mental atau cara diri seorang mulsim dalam memandang,
mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang
dilakukannya merupakan rangkaian dari usaha yang harus
diwujudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dimensi
ini meyakini bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
muslim merupakan konsekuensi logis yang harus ditanggung
sebagai wujud nyata dari keinginan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Beberapa sikap yang mewakili dimensi ini adalah:
1) Malas adalah sifat yang buruk
2) Seseorang akan bekerja keras untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.
3) Kesuksesan dalam pekerjaan dapat diperoleh melalui
kepercayaan pada diri sendiri.
4) Seseorang dapat melewati kesulitan dalam hidup dan
mendapatkan yang lebih baik dengan melakukan pekerjaan
yang sebaik-baiknya.
5) Bekerja keras tidak menjamin kesuksesan.
6) Orang yang sukses adalah orang yang dapat menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu.
No comments:
Post a Comment