Wednesday, November 13, 2019

Indikator-indikator Etos Kerja (skripsi dan tesis)

.
 Islami Muhadjid (2000) secara rinci memaparkan indikator-indikator etos atau semangat kerja sebagai berikut: kerja dengan puas dan senang, tidak merasa jemu, saling membantu sesama teman, kerja ekstra dilakukan tanpa rasa mengeluh, dan keterbatasan alat, biaya dan keahlian diterima dengan penuh pengertian. Indikator etos kerja menurut Myrdal meliputi: efisiensi, kerajinan/ketekunan, kerapian, ketepatan waktu, kesederhanaan, kejujuran, pijakan rasional dalam pengambilan keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, dan kegesitan dalam menggunakan kesempatan. Berdasarkan konsep yang telah dikemukakan dapat diringkas bahwa etos kerja akan selalu berkaitan dengan nilai-nilai religiusitas yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini menjadi relevan, mengingat cara pandang seseorang terhadap apa yang dilakukannya sangat dipengaruhi oleh keyakinan dasar yang dimiliki. Pada dasarnya pandangan Islam terhadap etos kerja memiliki kesamaan dengan ajaran religius yang lain. Akan tetapi Islam memiliki prinsip tentang etos kerja yang khas yang membedakan dengan ajaran lain (Bakhri, 2003).
 Etos kerja Islam menurut Tasmara (1995) memiliki pengertian sebagai cara pandang yang diyakini oleh seseorang mulsim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya dan menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai manifestsi dari amal shalih dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur. Sedangkan menurut Rozak (1987) etos kerja Islami adalah sikap mental atau cara diri seorang muslim dalam memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya. Ciri-ciri etos kerja muslim dapat diringkas sebagai berikut: memiliki jiwa kepemimpinan, dalam arti mampu mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran aktif sehingga keberadaannya mampu mempengaruhi orang lain dan lingkungannya. Selalu berhitung dan mengevaluasi apa yang sudah dilakukan untuk menghadapi masa depan. Etos kerja muslim juga mampu menghargai waktu. Seorang muslim juga selalu tidak merasa puas terhadap kebaikan atau kinerja yang telah dicapainya. Hidup berhemat dan efisien tanpa harus menumpuk harta dan kikir serta individualistis merupakan bagian dari nilai etos kerja. Etos kerja Islami juga menunjukkan bahwa seorang muslim mampu bersikap mandiri dan memiliki pengetahuan 30 tentang profesi yang ditekuninya serta selalu berkeinginanan untuk mengembangkan diri. Etos kerja Islami juga berarti sifat ulet dan pantang menyerah, dan selalu berorientasi pada produktifitas (Tasmara, 1995). Beberapa ciri dari etos kerja Islami yang telah disebutkan tampak jelas menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki atau berdasarkan etos kerja Islami akan senantiasa memandang bahwa pekerjaan yang dilakukannya harus dilandasi dengan niat yang ikhlas karena Allah atau dengan kata lain memiliki nilai ibadah serta mampu menghasilkan sesuatu yang produktif dan bermanfaat. Produktifitas yang hendak diraih senantiasa dikembalikan kepada tujuan utama bekerja, yaitu mencari ridha Allah SWT. Unsur etos kerja Islami menurut Zadjuli (1999) meliputi:
1) Niat bekerja karena Allah
2) Dalam bekerja harus memberlakukan kaidah/norma/syariah secara totalitas
3) Motivasinya adalah mencari keuntungan dunia dan akhirat
4) Dalam bekerja dituntut penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam
 5) Menjaga keseimbangan antara mencari harta dengan beribadah
 6) Setelah berhasil dalam bekerja hendaknya bersyukur kepada Allah serta membelanjakan rizki yang diperolehnya di jalan Allah seperti halnya: tidak boros dan kikir, mengeluarkan zakat/infaq, sedekah dan naik haji jika sudah memenuhi persyaratan/mampu serta menyantuni anak yatim, fakir miskin, dan orang cacat. Hafidhudin dan Tanjung (2003) menyebutkan ciri-ciri etos kerja muslim sebagai berikut:
1) al-shalah (baik dan manfaat),
 2) al-itqan (kemantapan dan perfectness) dimana suatu pekerjaan harus dilaksanakan dan diselesaikan dengan profesional dan penuh dedikasi.
3) al-ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi dimana setiap muslim harus memiliki komitmen terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang dikerjakan, terutama untuk kepentingan umat. Kualitas pekerjaan harus lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, artinya harus terdapat perbaikan yang berkesinambungan untuk lebih baik dari sebelumnya
. 4) al-mujahadah (kerja keras dan optimal).
 5) Tanafus dan ta‟awun atau berkompetisi dantolong menolong.
 Dimensi etos kerja Islami kewajiban individu dan organisasi adalah sikap mental atau car diri seorang muslim dalam memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya merupakan sebuah kewajiban, baik selaku individu maupun selaku anggota organisasi. Dimensi ini sangat terkait erat dengan tingkat keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran agama Islam yang dianutnya yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan senantiasa dimaknai sebagai sebagai bentuk ibadah. Seorang muslim yang meyakini bahwa pekerjaan yang dilakukannya merupakan sebuah kewajiban maka implikasi sikap yang muncul adalah: (Sulistyo, 2010)
1) Bekerjasama merupakan suatu kebaikan dalam pekerjaan.
2) Loyalitas kepada pekerjaan adalah suatu kebaikan
3) Keadilan dan kedermawanan
4) Bekerjasama dengan baik memberikan kepuasan, manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain
5) Kerja keras untuk memenuhi tanggung jawab
6) Banyak waktu luang (menganggur) tidak baik bagi individu maupun sosial
7) Hubungan dengan masyarakat sebagai pertimbangan dalam masyarakat
 8) Tidak boleh mengambil sebagian/keseluruhan upah/gaji orang lain.
 Selanjutnya dimensi etos kerja Islami investasi dan keuntungan-keuntungan yang didapat oleh individu (personal investment and dividend) adalah sikap mental atau cara diri seorang muslim dalam memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya merupakan investasi dan oleh karena itu akan mendatangkan hasil yang bernilai bagi dirinya sendiri. Beberapa sikap yang mewakili dimensi ini yaitu:
 1) Bekerja sebagai sumber penghormatan pada diri sendiri
2) Bekerja memberikan seseorang kesempatan untuk menjadi mandiri
3) Berdiskusi memungkinkan seseorang untuk menghindari kesalahan
 4) Seseorang akan bekerja dengan kemampuan terbaik yang dimiliki
5) Mereka yang tidak bekerja keras sering mengalami kegagalan dalam hidupnya.
6) Bekerja bukanlah akhir dari pekerjaan itu sendiri, tetapi membantu perkembangan pertumbuhan seseorang
 7) Bekerja keras adalah suatu kebaikan dalam kaitannya dengan kebutuhan orang dan keperluan untuk mencapai keseimbangan dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
8) Kepatuhan untuk menghasilkan kerja yang berkualitas adalah suatu kebaikan. Kemudian dimensi etos kerja Islami berikutnya adalah usaha dan tercapainya tujuan-tujuan individu (personal effor and achievement). Dimensi ini memiliki pengertian sebagian sebuah sikap mental atau cara diri seorang mulsim dalam memandang, mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja yang dilakukannya merupakan rangkaian dari usaha yang harus diwujudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dimensi ini meyakini bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang muslim merupakan konsekuensi logis yang harus ditanggung sebagai wujud nyata dari keinginan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa sikap yang mewakili dimensi ini adalah:
 1) Malas adalah sifat yang buruk
 2) Seseorang akan bekerja keras untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
3) Kesuksesan dalam pekerjaan dapat diperoleh melalui kepercayaan pada diri sendiri.
 4) Seseorang dapat melewati kesulitan dalam hidup dan mendapatkan yang lebih baik dengan melakukan pekerjaan yang sebaik-baiknya.
5) Bekerja keras tidak menjamin kesuksesan.
 6) Orang yang sukses adalah orang yang dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

No comments:

Post a Comment