Monday, November 13, 2023

Hubungan antara Dukungan Sosial Atasan dengan Work Engagement

 


Menurut Schaufeli dan Bakker (2004), work engagement adalah sebuah
kondisi dari seseorang yang memiliki pikiran yang positif sehingga mampu
mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam melakukan
pekerjaan. Menurut Macey (dalam Steven dan Prihatsanti, 2017), karyawan yang
memiliki work engagement selalu punya pemikiran yang luas apabila sewaktuwaktu tuntutan pekerjaan terjadi perubahan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi dari work engagement, salah satunya ialah dukungan sosial.
Dukungan sosial diartikan sebagai rasa nyaman berkat kepedulian, penghargaan,
atau pertolongan yang diterima oleh seseorang dari orang atau kelompok lain
(Sarafino dan Smith, 2014). Seseorang merasa bahwa dukungan sosial dapat
membuatnya menjalani tantangan dengan lebih mudah. Cohen dan Syme (1985)
mengemukakan bahwa dukungan sosial secara lebih umum yaitu segala sumber
daya yang diberikan oleh orang lain. Dukungan sosial dapat bersumber dari
berbagai pihak, seperti sahabat, rekan kerja, keluarga, dan atasan, serta dukungan
dapat diberikan dalam bentuk pujian, pertolongan, materi, dan lain sebagainya.
Salah satu dukungan sosial yang dapat diberikan adalah dukungan sosial atasan.
Bagi pegawai dukungan yang paling berpengaruh adalah dukungan dari atasan,
atasan atau pemimpin dalam sebuah instansi adalah orang yang memiliki
kedudukan yang lebih tinggi, sehingga memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap
proses dan hasil kerja yang berada di bawahnya (Septianingrum dan Supraba,
2021).
Menurut Rosliana (2018) mendefinisikan pemimpin atau atasan sebagai
kelompok sosial yang memiliki peran dalam mendukung kinerja bawahannya.
Lebih lagi dijelaskan pengertian atasan yang disampaikan oleh Hersey, Blanchard
dan Natemeyer (dalam Thoha, 2010) menyatakan bahwa atasan memiliki tugas
dalam mendukung bawahannya agar dapat bekerja dengan efektif serta tujuan yang
telah ditentukan dapat tercapai, sehingga atasan tidak hanya menilai perilakunya
sendiri untuk mempengaruhi orang lain, tetapi juga mengerti posisi dan tanggung
jawabnya agar menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik. Hal ini juga
didukung dari pendapat Agustina, Soedjatmiko, dan Zainab (2019) yang
menyatakan bahwa dukungan atasan merupakan faktor pendukung internal yang
dapat menunjang kualitas sumber daya manusia, seperti pegawai yang
mendapatkan perhatian dan motivasi dari atasan yang akan berdampak positif
terhadap kinerja dari pegawai tersebut.
Terdapat aspek dari dukungan sosial atasan menurut Sarafino dan Smith
(2014) yaitu (1) dukungan emosional, (2) dukungan penghargaan, (3) dukungan
instrumental, dan (4) dukungan informasi. Pada aspek dukungan emosional yaitu
berupa ungkapan empati, simpati, kasih sayang, kepedulian seseorang terhadap
orang lain (Sarafino dan Smith, 2014). Menurut Dorio (2009) menerangkan bahwa
karyawan yang memiliki dukungan secara emosional, akan memberikan pengaruh
baik pada work engagement. Dorio (2009) juga menambahkan bahwa salah satu
sumber dukungan yaitu pasangan, keluarga, maupun atasan akan senantiasa
mendengarkan permasalahan yang dialami oleh karyawan, meluangkan waktunya,
menunjukkan bahwa atasan memahami apa yang sedang dirasakan oleh
karyawannya. Hal ini akan menyebabkan emosi positif pada diri karyawan sehingga
berpengaruh pada semangat (vigor) yang ditunjukkan ketika karyawan sedang
mengerjakan pekerjaannya (Dorio, 2009). Sebaliknya, karyawan yang memiliki
dukungan emosional rendah, karyawan memiliki kecenderungan untuk tertutup
dengan permasalahan yang dimilikinya, merasa atasan tidak memahami apa yang
dirasakan karyawan, serta karyawan merasa tidak adanya kepedulian dari
sekitarnya (Dorio, 2009).
Pada aspek dukungan penghargaan yaitu suatu bentuk dukungan yang
berupa ungkapan yang diberikan oleh orang lain yang disekelilingnya dalam
membantu seseorang untuk membangun kompetensi dan mengembangkan harga
dirinya (Sarafino dan Smith, 2014). Menurut Bakker dan Demerouti (2007)
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement
yaitu sumber daya organisasi (job resources) dan sumber daya pribadi (personal
resources). Sumber daya organisasi meliputi aspek fisik, sosial, dan organisasi yang
dapat menurunkan tuntutan kerja, serta dapat berfungsi untuk mencapai tujuan
pekerjaan serta memberikan stimulus terhadap individu untuk tumbuh, belajar dan
berkembang (Bakker dan Demerouti, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rezkinda (2019), menunjukkan karyawan yang memiliki dukungan penghargaan
tinggi, akan memberikan pengaruh baik pada work engagement. Karyawan yang
mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliknya serta mendapatkan tempat
untuk mengembangkannya, hal ini dikarenakan adanya dukungan yang diberikan
oleh atasan, sehingga karyawan merasa dirinya berharga dan mampu memberikan
kemampuan terbaiknya di tempat kerja (Rezkinda, 2019). Sebaliknya, karyawan
yang memiliki dukungan sosial rendah, karyawan tersebut belum mampu untuk
mengembangkan kompetensi yang dimiliki serta adanya rasa kurang percaya diri
dari karyawan tersebut (Rezkinda, 2019).
Pada aspek dukungan instrumental menekankan pada bentuk dukungan
yang berupa material dan lebih bersifat bantuan, sumbangan dana, uang dan lain
sebagainya (Sarafino dan Smith, 2014). Hasil penelitian Nugraha (2018)
menjelaskan bahwa dukungan instrumental dapat berpengaruh baik terhadap
engaged karyawan. Hal ini dikarenakan adanya berupa dukungan yang bersifat
material, seperti adanya keringanan terhadap pekerjaannya yang diakibatkan
dengan adanya bantuan, sehingga karyawan menjadi memiliki motivasi tersendiri
karena merasa dihargai dan pekerjaannya mendapatkan dukungan dari pihak lain
(atasan). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Sedarmayanti (2009) karyawan yang
dengan motivasi tinggi akan bersedia mengeluarkan usaha terbaiknya untuk
mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya, karyawan yang memiliki dukungan
instrumental rendah, karyawan akan merasa tidak dihargai karena tidak
mendapatkan bantuan maupun dukungan yang membuat karyawan tersebut
terbebani, serta karyawan selalu merasa adanya tekanan yang membuat karyawan
tersebut tidak dapat berkembang. Hal ini akan membuat engaged karyawan menjadi
rendah (Nugraha, 2018).
Pada aspek dukungan informasi lebih bersifat nasihat, memberitahukan hal
yang baik, terhadap apa yang sudah dilakukan oleh individu tersebut (Sarafino dan
Smith, 2014). Hasil penelitian Rezkinda (2019) menyatakan bahwa atasan yang
dapat membantu karyawan mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan
dan pemahaman dari individu karyawan terhadap masalah yang dihadapi, serta
informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan
masalah secara praktis. Maka, karyawan dapat memperluas wawasan dan
pemahamannya dengan baik, serta karyawan tersebut akan memiliki engaged yang
tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan pendapat Kerns (2006) yaitu dengan adanya
informasi yang memberitahukan hal positif kepada karyawan, maka karyawan
tersebut memiliki rasa berharga dan membuat kinerja karyawan menjadi
meningkat, serta dapat menguntungkan suatu organisasi. Sebaliknya, karyawan
yang tidak mendapatkan dukungan informasi yang baik dari atasannya, maka
karyawan tersebut tidak dapat mengatasi masalah yang dihadapinya, karyawan
tidak dapat memperluas wawasan yang tentunya menjadi tidak dapat berkembang
di tempat kerja, serta karyawan tersebut tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya
maupun kewajibannya dengan baik (Rezkinda, 2019).
Kesimpulan dari penjabaran di atas ialah menurut Sarafino dan Smith
(2014) dukungan sosial atasan meliputi dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi berpengaruh positif
terhadap work engagement. Keempat aspek dari dukungan sosial ini memiliki
pengaruh terhadap work engagement. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari
Bakker dan Demerouti (2007) yang memberikan beberapa contoh dari job
resources yaitu berupa dukungan sosial, pemberian feedback, pemberian pelatihan,
otonomi, serta memicu motivasi kerja karyawan yang mengarah pada work
engagement dalam meningkatkan maksimalitas kerjanya. Kemudian penjelasan di
atas juga didukung oleh pendapat dari Schaufeli dan Bakker (2004) yang
menjelaskan work engagement disebabkan oleh beberapa hal, yaitu otonomi
pekerjaan, dukungan sosial, coaching, dan lain sebagainya. Hal ini juga didasarkan
pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2012) yaitu menunjukkan
adanya korelasi positif antara dukungan sosial dengan work engagement. Kemudian
juga terdapat hasil penelitian dari Rezkinda (2019) yaitu menunjukkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antaran dukungan sosial atasan dengan keterikatan
kerja. Serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiani dan Nurtjahjanti (2017)
yaitu menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial
dengan keterikatan kerja (work engagement). Semakin tinggi dukungan sosial
atasan yang dirasakan karyawan maka semakin tinggi work engagement.
Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial atasan yang dirasakan karyawan maka
semakin rendah work engagement.

No comments:

Post a Comment