Menurut Downes dan Goddman (2000) dalam Sukirni (2012),
bahwa kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang juga
berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dan manajer
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan
yang bersangkutan. Dalam hal ini manajer memegang peranan penting
karena manajer menjalankan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengawasan serta pengambilan keputusan. Manajer
biasanya lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Namun berbeda
dengan pemegang saham yang tidak menyukai kepentingan pribadi
tersebut. Dengan adanya kepemilikan manajerial pada suatu perusahaan
akan ada dugaan bahwa kinerja suatu perusahaan meningkat akibat
kepemilikan manajemen meningkat.
Kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan saham
yang dimiliki oleh direksi, manajer, dan dewan komisaris, yang dapat
dilihat dalam laporan keuangan. Adanya kepemilikan saham ini,
manajerial akan bertindak hati-hati karena ikut menanggung
konsekuensi atas keputusan yang diambil. Mereka lebih termotivasi
meningkatkan kinerjanya untuk mengelola perusahaan sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Menurut teori ini, manajer yang hanya
mengejar kepentingan sendiri akan berfokus pada proyek dan investasi
perusahaan yang dapat menghasilkan laba yang besar dalam jangka
31
pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham
dengan berinvestasi pada proyek-proyek yang menguntungkan dalam
jangka panjang.
Ketika perbandingan kepemilikan manajer atas saham kurang dari
100%, maka akan muncul konflik keagenan. Jumlah kepemilikan
manajerial yang rendah membuat pihak manajemen lebih
mengutamakan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan
perusahaan. Sehingga menyebabkan manajer akan lebih mementingkan
tujuannya sebagai seorang manajer dari pada sebagai pemegang saham
(Sukirni, 2012). Namun apabila kepemilikan manajer semakin besar
dalam perusahaan maka manajer akan semakin produktif dalam
memaksimalkan nilai perusahaan sehingga biaya kontrak dan
pengawasan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain bahwa manajer
akan semakin giat dalam memenuhi kepentingan pemegang saham yang
juga adalah dirinya sendiri.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Kusumaningtyas
(2015) menyatakan bahwa mekanisme untuk mengatasi konflik
keagenan antara lain meningkatkan kepemilikan insider (insider
ownership) sehingga dapat mensejajarkan kepentingan pemilik dengan
manajer. Diketahui bahwa kepentingan manajer selaku pengelola
perusahaan dapat berbeda dengan kepentingan pemegang saham.
Manajer dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk
meningkatkan kepentingan pribadinya, berlawanan dengan upaya untuk
memaksimalkan nilai perusahaan. Maka dari itu, kepemilikan saham
oleh manajemen diperlukan agar manajemen bertindak sesuai dengan
kepentingan perusahaan yaitu meningkatkan nilai, dan tidak
berdasarkan kepentingan pribadi. Jika kepemilikan saham oleh pihak
manajemen meningkat, maka nilai perusahaan juga akan meningkat.
Kepemilikan seorang manajer akan ikut serta dalam menentukan
kebijakan dan keputusan yang diambil. Besar kecilnya jumlah
kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan menunjukan bahwa
manajer dan pemegang saham memiliki kepentingan yang sama.
Kepemilikan manajerial diproksikan dengan MOWN, yaitu
membandingkan jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dengan
jumlah saham yang beredar (Sholekah & Venusita, 2014).
No comments:
Post a Comment