Monday, July 15, 2019

Pengertian Kematian (skripsi dan tesis)

Harvard Medical School (1997), mengembangkan konsep kematian menjadi lima, yaitu ketidakmampuan menerima dan merespon stimulus, tidak memiliki kemampuan dalam hal gerak atau pernafasan, tidak mempunyai reflek, EEG datar, dan tidak adanya sirkulasi dalam otak. Meskipun kematian secara biologis penting, konsep kematian secara psikologis terjadi ketika pikiran seseorang berhenti untuk berfungsi. Menurut Aiken (sitat dalam Bishop, 1994), kematian secara sosial terjadi ketika orang lain melakukan tindakan untuk orang yang sudah dinyatakan meninggal.
Kematian dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuh kembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, agama-agama menganjurkan manusia untuk berpikir tentang kematian

Pengertian Kecemasan (skripsi dan tesis)

Kecemasan yang dimaksud adalah suatu kondisi psikologis yang ditandai dengan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan, khawatir, takut, dan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang (Lazarus, 1976). Sedangkan menurut Desy Chriswandani (2007) definisi dari kecemasan adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik. Pada umumnya, kecemasan yang dirasakan oleh individu yang akan lebih terkait dengan perubahan sosial, misalnya kecemasan akan indentitas sosial, perasaan takut diasingkan dan cemas karena merasa tidak mampu bersosialisasi lebih luas, (Fletcher & Hansson, 1991).

Teori Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)

  • Teori Kebutuhan (Maslow's Model)
Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan butuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja.
  1. Kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian.
  2. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau aktualisasi diri.
  • Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = f ( R & C )
M = Motivasi
R = Reward (penghargaan) - primer/sekunder
C = Consequens (Akibat) - positif/negative
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seseorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003).
Jenis reinforcement ada empat, yaitu: (a) positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b) negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena mengurangi atau menghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus; (c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan; (d) punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan atau jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua kategori, yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para karyawan harus: (a) mcmenuhi kebutuhan pegawai; (b) dibandingkan dengan reward yang diberikan oleh perusahaan lain; (c) di distribusikan secara wajar dan adil; (d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk; (e) dikaitkan dengan prestasi.
  • Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya-kinerja dan di dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan logika: "Orang-orang akan melakukan apa yang dapat mereka lakukan, apabila mereka berkeinginan untuk melakukannya".
Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas, kali valensi. Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan tertentu, sangat berkurang, apabila salah satu di antara hal berikut: ekspektansi, jnstrumentalilas, atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu memiliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif sebagai hasil kerja, maka ekspektansi, instrumentalitas, dan valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif.
Motivasi = Ekspektansi x Instrumen x Valensi (M = E x I x V). Hubungan antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) baik. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan.
sederhana, dalam teori ini, motivasi merupakan interaksi antara harapan sctelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi penilaian yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di atas merupakan generalisasi, kenyataannya kebutuhan orang tidak sama, maka dikenai The Expectacy Model yang menyatakan. "Motivasi adalah fungsi dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan pencapaiannya" (lihat Gambar 2.6).
  • Teori Penetapan Tujuan Locke
Suprihanto, dkk (2003:52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan (goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi. Meskipun dcmikian pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh banyak orang. Dalam pencapaian lujuan yang partisipatif mempunyai dampak positif bcrupa timbulnya penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dijalankan dengan baik. Sementara itu dalam pencapaian tujuan yang partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

Pengertian Motivasi Kerja (skripsi dan tesis)

Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling (dalam Mangkunegara, 2002:93) mengemukakan bahwa motif di definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri, penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif. William J. Stanton (dalam Mangkunegara, 2002:93) mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (dalam Mangkunegara, 2002:93) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebuluhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L. McCormick (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Metode Mengajar Orang Dewasa (Andragogi) (skripsi dan tesis)

Andragogi berasal dari bahasa Yunani; andr artinya dewasa dan agogos artinya membimbing. Dengan demikian andragosi arninya secara harfiah mempunyai makna membimbing orang dewasa. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembelajaran orang dewasa, kiranya diperlukan suatu kesamaan persepsi tentang definisi orang dewasa yang dilihat dari berbagai aspek (Uno, 2008).
  1. Definisi biologis
Seseorang menjadi dewasa secara biologis jika orng tersebut telah mencapai usia dimana ia dapat melakukan reproduksi, pada umumnya terjadi pada masa awal remaja.
  1. Definisi Hukum
Seseorang menjadi dewasa secara hokum jika orang tersebut telah mencapai usia dimana undang-undang menyatakan ia dapat memiliki hak suara dalam pemilihan umum.
  1. Definisi sosial
Seseorang menjadi dewasa secara sosial jika orang tersebut telah mulai melaksanakan peran-peran orang dewasa seperti peran kerja, peran pasangan (suami-istri), peran orang tua, peran sebagai warga Negara dengan hak pilih dan lain-lain.
  1. Definisi psikologis
Seseorang menjadi dewasa secara psikologis jika orang tersebut telah memiliki konsep diri yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya, yaitu konsep untuk megatur dirinya sendiri (self directing), seperti mengambil keputusan sendiri.
Menurut Uno (2008) dewasa adalah individu-individu yang telah mempunyai peran dan dapat mengarahkan dirinya (self directing). Setiap individu dewasa, yaitu yang telah mendapatkan dirinya dalam situasi tertentu berkaitan dengan pekerjaan, kehidupan keluarga, kemasyarakatan,dan lain-lain, di mana dalam situasi-situasi tersebut ternyata menyadari perlunya pengaturan baru yang sebelumnya tidak dikenalnya sehingga banyak yang harus dipelajari.
Pembelajaran orang dewasa mencerminkan suatu proses di mana orang dewasa menajdi perduli dan mengevaluasi tentang pengalamannya. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa tidak dimulai dengan mempelajari materi pelajaran, tetapi berdasarkan harapan bahwa pembelajaran dimulai dengan memberikan perhatian pada masalah-masalah yang trjadi/ditemukan dalam kehidupannya (lingkungan pkerjaan, masyarakat, dan lain-lain.
Menurut Lindeman (1986), konsep pembelajaran orang dewasa merupakan pembelajaran yang berpola non otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya bertujuan untuk menemukan pengertian pengalamandan/atau pencarian pemikiran guna merumuskan perilaku standar. Dengan demikian, teknik pembelajaran orang dewasa adalah bagaimna membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata.
Metode yang biasa digunakan dalam pendidikan orang dewasa adalah metode pertemuan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pertemuan. Berikut ini merupakan beberapa pertanyaan yang akan dipergunakan dalam suatu program pendidikan orang dewasa (Morgan et al, 1976)
  1. Usaha atau kegiatan apa yang akan diorganisasikan
  2. Tugas apa saja yang ingin diselesaikan
  3. Siapa saja yang menjadi sasarannya
  4. Bagaimana pesan yang dapat disampaikan sebaik mungkin
  5. Masalah apa saja yang mungkin timbul dalam pengorganisasian pertemuan yang harus dipecahkan
Ada beberapa jenis pertemuan yang dapat dipilih seseorang guna menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Pemilihan jenis pertemuan yang memuaskan tergantung pada apa yang ingin diselesaikan. Jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut (Suprijanto, 2008)
  1. Institusi (institution)
Institusi adalah terjemahan dari institution. Mereka yang ikut dalam insititusi adalah orang yang tertarik dengan bidang khusus. Dalam institusi, materi baru diberikan untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki peserta. Salah satu institusi yang paling umum di Amerika Serikat adalah institusi guru yang diadakan oleh Departemen Pendidikan dengan tujuan untuk memberikan tambahan informasi tentang fase pembelajaran. Kelas institusi ini merupakan serangkaian pertemuan satu hari atau beberapa hari.
Dalam suatu insititusi diharapkan akan berlangsung pemberian informasi dan instruksi serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Institusi adalah salah satu bentuk pendidikan orang dewasa yang paling sering digunakan. Dalam institusi, sering dilakukan  upaya untuk mengembangkan informalitas, kesempatan untuk berpartisipasi dan mengembangkan diri. Banyak teknik yang digunakan dalam institusi ini seperti sesi buzz, permainan peran, diskusi terbuka, penyajian formal dan lain-lain.
Suatu institusi memerlukan pengorganisasian dan tindak lanjut supervisi yang baik dengan dipimpin oleh orang yang ahli dalam melaksanakan program dan mendelegasikan tanggung jawab sehingga mampu menggunakan berbagai macam teknik kelompok untuk mendorong partisipasi individu. Suatu institusi harus ada perencanaan, panitia pelaksanan dan evaluasi akhir.
Jika seseorang merencanakan suatu institusi perlu diperhatikan bahwa pengaturan institusi harus sesuai, jadwal waktu yang logis dan harus menyenangkan semua yang terlibat. Selain itu, harus ada sesi pendahuluan untuk menyakinkan kesiapan peserta dan suasana yang kondusif. Salah satu pola institusi adalah ketua membuka pelatihan dengan sambutan pengarahan atau mengundang orang lain untuk membukanya. Sambutan pengarahan sangat penting dalam member batasan isu, mengatur panel dan waktu, memberi pikiran agar peserta lebih cepat mencapai pemecahan masalah yang dihadapi.
Setelah sambutan pembukaan biasanya kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dipimpin seorang pimpinan kelompok. Diharapkan kelompok-kelompok kecil tersebut menghasilkan kesepakatan tindak lanjut setelah pulang.
Sering setelah selang waktu tertentu, kelompok kecil berkumpul kembali untuk mendengarkan sambutan lanjutan atau kesimpulan ringkasan kemajuan industri. Jika institusi dilaksanakan setengah hari, acara ke dua dilaksanakan pada acara penutupan sebelum selesai.
Keterbatsan institusii yakni tujuan akhirnya sering tidak tercapai. Bahkan walaupun peserta mungkin mempunyai dedikasi pribadi yang tinggi untuk meningkatkan tindak lanjut setelah pulang namun tidaklah selalu dilaksanakan semuanya. Dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mengorganisasikan suatu institusi dan melihat perkembangannya, ada beberapa perencana uang tidak mau menyisihkan waktunya untuk keperluan itu. Hal ini harus menjadi tantangan bagi tim kerja untuk menyusun setiap fase institusi dengan baik. Tidak hanya harus ada tim kerja tetapi juga harus ada keahlian kepemimpinan.
Pendidikan dan Pelatihan Guru dapat dikategorikan sebagai pertemuan institusi karena bertujuan untuk memberikan materi baru untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki peserta sebagai guru.
  1. Konvensi
Konvensi seperti institusi, adalah kumpulan dari peserta. Budaya adalah peserta datang dari kelompok local yang merupakan organisasi orang tua baik dari tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat nasional.
Maksud mendasarnya adalah untuk mendiskusikan dan memikirkan ide-ide yang mungkin dapat memperkuat organisasi orang tua murid (Morgan et al, 1976). Sering peserta datang bersama-sama untuk menetapkan kebijakan, menyetujui calon ketua dan merencanakan strategi dan promosi. Memang benar ada konvensi dari dua partai politik dalam rangka mempersiapkan pemilihan umum. Sejak konvensi bermaksud untuk mempromosikan dan memperkuat organisasi  orang tua murid, sering banyak pembicara dihadirkan guna memberikan inspirasi. Seperti dalam institusi, dalam konvensi ada dua arahan pokok atau sesi pengarah yang dilengkapi dengan sesi kelompok besar dan kelompok kecil.
Salah satu manfaat utama konvensi adalah meberikan peserta secra individual kesempatan melihat organisasi sebagai sutau badan penting dimana ia mengidentifikasikan dirinya. Jika konvensi dilaksanakan dengan baik, loyalitas peserta akan termotivasi, egonya akan berkurang dan dedikasinya akan menguat. Ia kembali ke rumah dengan perasaan bangga menjadi bagian dari suatu gerakan. Keberhasilan pelaksanaan konvensi tergantung pada pengembangan jiwa korp dan moral kelompok. Banyak aktivitas yang dilengkapi dengan moto, pameran klise, pidato pengarahan dan lain sebagainya.
Kelemahan konvensi adalah jika pelaksanaan kurang baik maka tidak dapat memberikan motivasi kepada peserta. Ada kemungkinan manipulasi di belakang layar dan aksi mob akan mengganggu jalannya acara secara normal. Kadang-kadang peserta merasa dirinya kurang terlibat karena hal-hal yang  kurang dimngerti. Kadang-kadang ia kembali ke rumah dibingungkan dengan besarnya program dan politik praktis. Perencana konvensi mempunyai tugas besar, terutama bila konvensi merupakan acara propinsi atau nasional.
Makin besar ruang lingkup konvensi menyebabkan masing-masing peserta saling tidak mengenal.
  1. Konferensi
Konferensi adalah pertemuan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Jumlah peserta  dalam konferensi mungkin hanya dua orang, atau sampai lima puluh orang atau lebih. Biasanya jumlah peserta konferensi yang lain adalah diikuti dengan kata sebutan yang menunjukkan tema konferensi. Sebagai contoh, konferensi supervisor, konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman dan lain-lain (Morgan et.al 1976). Pada umumnya peserta berperansebagai kelompok khusu yang mengadakan konsultasi bersama terhadap masalah yang memerlukan pemikiran sangat serius dalam bentuk pertemuan formal. Peserta mempunyai pengalaman di bidang pekerjaannya (Kang dan Song, 1984). Acara konferensi perlu disusun dengan baik. Penyusun pengarahan pokok tergantung  pada keinginan pribadi. Pada umumnya, mereka tidak datang sebagai utusan delegasi yang ditunjuk seperti pada konvensi.
Pertemuan itu mungkin konferensi kerja atau konferensi pendidikan. Pola konferensi kerja biasanya bersifat teknis dan sangat terbatas jumlah pesertanya dan mempunyai tema yang direncanakan untuk mengembangkan sutau ide.
Teknik diskusi yang biasa digunakan, seperti pertemuan meja bundar, diskusi yang diikuti dengan acara makan siang dan/atau bankuet, oenl dan lain-lain. Seperti pada konvensi dan institusi pada konferensi juga terdapat pembuatan daftar masalah, termasuk iuran (jika ada), penjualan karcis akan siang atau bankuet, bahan informasi dan lain-lain yang diatur oleh panitia.
Umpan balik, baik dari kelompok diskusi dalam konferensi maupun dari peserta setelah pulang dari rumah, lebih mudah diperoleh dalam institusi dan konferensi daripada dalam konvensi. Keterbatasan konferenis adalah ketidakpastian kehadiran peserta. Keterbatasan lain adalah sulitnya mengevaluasi apa yang telah dicapai dalam konferensi dan apa yang dikerjakan sebagai tindak lanjut.
  1. Lokakarya (workshop)
Seperti yang tersirat, lokakarya berarti kerja. Lokakarya adalah pertemuan orang yang bekerja sama dengan kelompok kecil, biasanya dibatasi pada masalah yang berasal dari mereka sendiri. Peran peserta diharapkan untuk menghasilkan produk tertentu (Morgan et al, 1976 dan Kang dan Song, 1984). Susunan acara lokakarya meliputi identifikasi masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan materi latar belakang yang cukup tersedia. Pemandu (narasumber) yang mampu biasanya hadir menceritakan pengalamannya dan latihan yang pernah diikutnya.
Beberapa jenis diskusi kelompok dapat diterapkan dalam lokakarya. Oleh karena itu, informalitas diperlukan dalam mendorong partisipasi peserta. Jumlah peserta terbatas, dalam banyak hal, mereka dipanggil ke lokakarya dengan undangan khusus. Dikarenakan kelompok kecil, maka studi yang intensif dimungkinkan. Pengalaman yang terencana dengan baik dan lokakarya yang terkendali banyak diterapkan ke peserta. Ia dibawa ke serangkaian informalitas, dorongan untuk berpartisipasi, pengenalan sumber-sumber yang bermanfaat, penjelasan metode identifikasi dan pemecahan masalah serta pengalaman tertentu tentang cara penilaian prosedur.
Lamanya lokarya tergantung pada besarnya tugas yang harus diselesaikan. Jangka waktu bervariasi antara tiga hari sampai tiga minggu. Jangka waktu bervariasi antara tiga hari sampai tiga minggu. Jika orang yang disertakan sebagai nara sumber banyak maka dipilih salah satu orang yang bertindak sebagai coordinator, untuk merencakan dan melaksanakan hal yang rinci dan memperlancar jalannya program.
Dalam lokakarya, orang yang diundang terbatas. Efektivitas program lokakakrya akan terbatas, kecuali jika peserta dapat terus hadir mulai dari lokakarya dibuka sampai selesai. Lokakarya memerlukan perencanaan sedemikian rupa sehingga peserta tidak hanya menerima begitu saja apa yang diputuskan tanpa banyak berpikir dan menjadi orang luar tetapi peserta dapat terlibat secara penuh dan dapat mengembangkan diri
  1. Seminar
Seminar secara umum disebut sebagai lembaga belajar. Istilah yang sangat biasa digunakan dalam kampus. Jumlah peserta biasanya sangat sedikit, mungkin tidak lebih dari lima puluh orang. Maksud seminar adalah untuk mempelajari subjek di bawah seorang berhubungan erat dengan riset (Morgan, Barton et al 1976; Kang dan Song, 1984). Mereka yang berperan serta mempunyai latar belakang latihan dan pengalaman dalam bidang yang diseminarkan. Untuk kebanyakan orang, seminar berhubungan dengan materi yang keseluruhannya di luar kemampuannya untuk memahami karena terbatasnya latar belakang bidang yang dimilikinya. Diskusi terbuka dilakukan setelah penyajian formal. Jika minat peserta tinggi maka partisipasi setiap peserta harus diatur dengan sebaik-baiknya.
Jenis pertemuan ini akna membawa anggita untuk dapat belajar di bawah pimpinan yang mampu dan siap membantu setiap anggota mengerti masalah riset dan mendekati orang lain. Salah satu pembatas dalam jenis pertemuan ini adalah pendeknya waktu (biasanya satu atau dua jam) untuk mengembangkan suatu idea atau konsep. Seminar tidak dapat digunakan secara universal karena beragamnya latar belakang orang
  1. Kursus Kilat
Kursusu kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih tentang beberapa subjek khusus. Institusi ini lebih sederhana dan kurang kosentrasi jika dibandingkan dengan pelajaran yang diambil di universitas. Penyajian formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Penyajian mimbar formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Kursus kilat terbatas pada bidang khusus. Istilah tersebut pada dasarnya menunjukkan proses memperoleh  tambahan pelajaran dalam bidang khusus dengan kelompok khusus yang berhubungan dengan bidang tersebut dalam lingkungan hidup sehari-hari mereka. Sebagai contoh, mungkin ada kursus kilat tentang perbankan bagi banker, produksi kumbang bagi penggemar kumbang. Materinya disajikan dalam bentuk modul dan dimaksudkan untuk membantu pserta mengerjakan tugas secara lebih baik sesuai dengan pekerjaannya setelah kembali ke rumah. Peserta mau hadir karena kursus terkait dengan pekerjaan sehari-harinya. Kursus kilat bertindak sebagai kursus penyegar bagi peserta.
Kursus tersebut terbatas bagi kelompok khusus dan temanya jarang sekali mempunyai daya tarik yang universal. Sulit bagi perencana untuk mengembangkan program yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan setiap orang yang terkait. Biasanya anggota kursus memiliki latar belakang yang sangat bervariasi. Beberapa peserta mempunyai kesan bahwa mereka tidak belajar sesuatu di luar yang telah mereka ketahui, sementara peserta yang lain mengeluh bahwa materinya sangat teknis sehingga mereka tidak dapat mengerti apa yang dikatakan oleh pembicara
  1. Kuliah Bersambung
Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan periode satu waktu kali per hari, satu kali per minggu atau satu kali per bulan. Selang waktu antara masing-masing bervariasi. Dipandang dari definisi ketatnya, khotbah setiap Minggu yang diberikan oleh pendeta dapat dikatakan sebagai kuliah bersambung. Hal ini tentu saja hanya berlaku untuk khotbahnya saja dan tidak termasuk musik lengkap, ritual dan partisipasi hadirinnya. Dosen mungkin menggunakan audiovisual dalam penyajiannya. Peranan hadirin adalah mendengarkan, jadi menerima pesan-pesan dan inspirasi dari dosen.
Sangat sederhana untuk mengatur kuliah bersambung karena semua yang diperlukan hanyalah dosen dan hadirin. Jika dosen menggunakan alat visualisasi, beberapa persiapan harus dilakukan untuk menggunakan alat tersebut.
Keterbatasan kuliah bersambung adalah dosen harus bekerja keras  karena pengalaman menurunkan jumlah hadirin. Hadirin dengan mudah dapat tidur dalam ketidaksadaran, yang hanya sedikit dapat mempengaruhi pikirannya. Dikarenakan kuliah bersambung menekankan kontuinitas jalan pikiran, mereka yang sering tidak hadir akan kehilangan kontuinitas  tersebut. Kuliah bersambung ini cukup sulit untuk mendorong peserta melakukan tindak tertentu terbukti penemuan yang sangat alami ini gagal menunjukkan hal tersebut.
  1. Kelas Formal
Kelas formal adalah pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dalam program sekolah. Mereka yang hadir telah menyatakan minat mereka dan telah mendaftar, membayar uang pendaftaran dan setuju terikat dengan program institusi.
Beberapa teknik mungkin diterapkan dalam pertemuan ini. Dalam banyak kasus, aktivitas kelas dilaksanakan di proyek dimana peserta mengerjakan sendiri seperti pada pembuatan pembalut kursi, perkayuan, seni dan banyak lagi.
Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya mempunyai peraturan yang ketat. Pelajaran mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga peserta yang sering absen akan kehilangan pelajaran yang berguna. Berhubungn kelas formal ini merupakan serangkaian pertemua, maka instruktur harus mempunyai peraturan yang ketat. Berhubung kelas formal ini merupakan serangkaian pertemuan, maka instruktur harus mempunyai keahlian dalam mempertahankan minat yang tinggi dari para pesertanya. Beberapa kelas formal dalam pendidikan orang dewasa menarik minat hanya kepad amereka yang mempunyai latar belakang yang cukup untuk menguasai materi. Walaupun kita sudah “mulai dari mana dia berada” namun kita sering menemukan latar belakang dan pengalaman yang bervariasi membatasi keberhasilan.
Acara kelas formal pendidikan orang dewasa dan kelas formal di fakultas atau sekolah menengah ada perbedaan. Pada kelas formal di fakultas dan sekolah menengah, motivasinya meningkat dengan adanya keinginan mendapatkan kredit fakultas atau sekolah menengah
  1. Diskusi terbuka
Diskusi terbuka duanggap sebagai salah satu jenis pendidikan orang dewasa yang sangat penting. Tersirat bahwa mereka yang berperan aktif adalah orang yang cukup ahli dalam proses kelompok untuk memanfaatkan teknik secara penuh. Hal yang sering terjadi adalah mereka sangat mungkin tergerak untuk bertindak setelah diskusi terbuka ini
Pentingnya diskusi terbuka adalah terciptanya lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan kebebbasan mengeluarkan pendapat. Jika memungkinkan setiap peserta saling berhadapan duduknya
Diskusi terbuka memerlukan seorang pimpinan yang ahli untuk mengatur jalannya diskusi sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. Ia harus seorang pemberi semangat, seorang pemandu yang bermutu dan mempunyai kemampuan menjaga kelancaran diskusi. Ia harus mampu menyimpulkan, mengevaluasi dan menjelaskan pandangan yang berbeda tanpa melukai perasaan orang lain. Sejauh setiap pserra didengar pendapatnya, berbagai kemampuan dan latar belakang peserta sering menghasilkan produktivitas tinggi.

Konsep Pembelajaran yang Efektif (skripsi dan tesis)

Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional. Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa.
Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Lesli Rae, 2001). Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran harus ditetapkan sejumlah fakta tertentu, antara lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
  1. Apakah pembelajaran mencapai tujuannya?
  2. Apakah pembelajaran memenuhi kebutuhan siswa dan dunia usaha?
  3. Apakah siswa memiliki keterampilan yang diperlukan di dunia kerja?
  4. Apakah keterampilan tersebut diperoleh siswa sebagai hasil dari pembelajaran?
  5. Apakah pelajaran yang diperoleh diterapkan dalam situasi pekerjaan yang sebenarnya?
  6. Apakah pembelajaran menghasilkan lulusan yang mampu berkerja dengan efektif dan efisien? (diadaptasi dari Rae, 2001)

Efektivitas pembelajaran merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Penyelenggaraan program produktif sebagai bagian dari proses pendidikan dan latihan harus dipandang sebagai suatu kekuatan yang komprehensif dan utuh. Oleh karena itu, selain melakukan evaluasi intensif terhadap pelaksanaan pembelajaran produktif, perlu diterapkan konsep Total Quality Control (TQC) dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pendekatan dan Model Penilaian Efektivitas (skripsi dan tesis)

Untuk mengetahui efektivitas suatu program, perlu dilakukan penilaian terhadap manfaat atau daya guna program tersebut. Penilaian terhadap manfaat atau daya guna disebut juga dengan evaluasi (Stufflebeam, 1974, dalam Tayibnafis, 2000:3). Dulu, evaluasi hanya berfokus pada hasil yang dicapai.  Jadi, untuk mengevaluasi objek pendidikan, seperti halnya pembelajaran, hanya berfokus pada hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha evaluasi ditujukan untuk memperluas atau memperbanyak variable evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi.
Dalam menilai efektivitas program, Tayibnafis (2000) menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi, yakni sebagai berikut.
  1. Pendekatan eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu dengan mengontrol sabanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program.
  2. Pendekaatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan ini amat wajar dan prakits untuk desain pengembangan program. Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai.
  3. Pendekatan yang berfokus pada keputusan (the decision focused approach). Pendekatan ini menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini, informasi akan amat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan. Oleh sebab itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk keputusan program.
  4. Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan ini memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial. Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien, kepekaan, faktor kondisi, situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data, atau penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting usaha pemakai dan cara pemakaian informasi.
  5. Pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik. Evaluator mencoba menjembatani pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan kualitatif/naturalistik. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara, sedangkan instrumen tes atau kuesioner dilakukan sebagai data pendukung serta interpretasi data dilakukan secara impresionistik. Evaluator mengobservasi, merekam, menyeleksi, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta program, dan mencoba membuat model yang mencerminkan pandangan berbagai kelompok.  Elemen penting dalam pendekatan ini adalah pengumpulan dan penyintesisan data dengan tidak menghindari pengukuran dan teknik analisis data. Dengan jalan ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan pada hasil evaluasi, bukan pada permintaan desain penelitian atau teknik pengukuran.
Selain melalui pendekatan-pendekatan di atas, efektivitas pembelajaran dapat ditinjau dengan menggunakan berbagai model evaluasi. Salah satu model yang populer adalah model CIPP (Context, Input, Process, Product) yang diajukan oleh Stufflebeam (1972:73) dalam Tim MKDK Kurikulum dan Pembelajaran (2001). Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sebagai berikut:
  1. Karakterisitk peserta didik dan lingkungan,
  2. tujuan program dan peralatan yang dipakai, dan
  3. prosedur dan mekanisme pelaksanaan program.
Menurut model ini, terdapat empat dimensi yang perlu dievaluasi sebelum, selama, dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Dimensi-dimensi tersebut antara lain sebagai berikut.
  1. Konteks (context), merupakan situasi atau latar belakang yang memengaruhi tujuan dan strategi yang dikembangkan, misalnya: kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja, dan masalah ketenagaan yang dihadapi unit kerja.
  2. Masukan (input), mencakup bahan, peralatan, dan fasilitas yang disiapkan untuk keperluan program, misalnya: dokumen kurikulum dan bahan ajar yang dikembangkan, staf pengajar yang bertugas, sarana/prasarana yang tersedia, dan media pendidikan yang digunakan.
  3. Proses (process), merupakan pelaksanaan nyata dari program pendidikan di kelas/lapangan yang meliputi: pelaksanaan proses pembelajaran, pelaksanaan evaluasi, dan pengelolaan program.
  4. Hasil (product), yaitu keseluruhan hasil yang dicapai oleh program. Hasil utama yang diharapkan dari program produktif adalah meningkatnya kompetensi siswa sesuai bidang keahliannya.
Selain model CIPP, model lain dalam evaluasi program yang diperkenalkan Stake (1967:72) dalam Tayibnafis (2000:21) yaitu model Countenance. Model ini menekankan dua dasar dalam evaluasi yaitu description dan judgment, serta membedakannya dalam tiga tahap yaitu antecedents/context, transaction/process, dan outcomes/output. Stake menegaskan bahwa peenilaian suatu program pendidikan, dilakukan dengan membandingkan yang relatif antarsatu program dengan yang lain, atau perbandingan yang absolut (satu program dengan standar). Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.
Model evaluasi lainnya yang cukup kemprehensif dalam menilai sebuah program pelatihan adalah model Cascio. Marwansyah dan Mukaram (2000) mengemukakan bahwa dengan model Cascio kita dapat mengukur perubahan yang terjadi dalam empat kategori untuk mengetahui efektif tidaknya suatu pelatihan. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Reaksi peserta terhadap pelatihan dalam bentuk pendapat dan sikap tentang pelatih, cara penyajian materi, kegunaan dan perhatian atas materi pelatihan, serta kesungguhan dan keterlibatan selama latihan berlangsung.
  2. Hasil belajar yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap yang terjadi pada peserta atas materi, media, dan metode belajar yang diterapkan dalam pelatihan, baik selama pelatihan berlangsung atau sesudah pelatihan.
  3. Perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil dari kehadiran dalam program pelatihan mencakup rasa tanggung jawabnya terhadap tugas-tugas yang diberikan, memiliki team work atau kerja sama yang kokoh, loyal dan disiplin serta memiliki jiwa kepemimpinan.
  4. Hasil yang terkait dengan peningkatan produktivitas atau kualitas organisasi secara keseluruhan dan motivasi yang tinggi dari para lulusan pelatihan setelah mengikuti pendidikan dan latihan, sebagai wujud tercapainya tujuan dari pelatihan itu sendiri.
Kategori evaluasi reaksi dan belajar, lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan yang terakhir, yaitu perubahan perilaku dan tercapainya hasil yang optimal. Perubahan perilaku sukar untuk diidentifikasi, karena banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar program pelatihan. Akhirnya, dampak pelatihan terhadap hasil yang dicapai merupakan ukuran yang paling signifikan. Hal ini dapat dinilai dengan mengetahui tingkat kepuasan dunia usaha/industri sebagai user dari lulusan.