Indeks syariah atau biasa dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII)
merupakan kumpulan indeks saham beberapa perusahaan yang kegiatan usahanya
tidak bertentangan dengan syariah. JII dibentuk dari hasil kerjasama antara BEI
(saat itu Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Investment Management
(DIM) dan beroperasi pada tanggal 3 Juli 2000. Agar dapat menghasilkan data
historikal yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII
adalah tanggal 2 Januari 1995 sebagai base date (dengan angka indeks dasar 100).
Indeks ini diharapkan menjadi tolak ukur kinerja saham-saham yang berbasis
syariah serta untuk lebih mengembangkan pasar modal syariah. Jakarta Islamic
Index terdiri dari 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan
syariah Islam. Pada awal peluncurannya, pemilihan saham yang masuk dalam
kriteria syariah melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah dan Danareksa
Investment Management Akan tetapi seiring perkembangan pasar, tugas
pemilihan saham-saham tersebut dilakukan oleh Bapepam-LK bekerja sama
dengan Dewan Syariah Nasional. Hal ini tertuang dalam Peraturan Bapepam
Nomor ll K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Dari sekian banyak emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat
beberapa emiten yang kegiatan usahanya belum sesuai dengan syariah, sehingga
saham-saham tersebut secara otomatis belum dapat dimasukkan dalam
perhitungan Jakarta islamic Index. Berdasarkan arahan Dewan syariah Nasional
dan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX. A.13 tentang Penerbitan Efek syariah, jenis kegiatan utama suatu badan usaha yang dinilai tidak memenuhi syariah
Islam adalah (Buku Panduan Indeks Bursa, 2010):
1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan
yang dilarang
2. Menyelenggarakan jasa keuangan yang menerapkan konsep ribawi, jual
beli resiko yang mengandung gharar dan maysir.
3. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan atau
menyediakan
a. Barang dan atau jasa yang haram karena zatnya (haram li-dzatihi)
b. Barang dan atau jasa yang haram bukan karena zatnya (haram
ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI, dan atau
c. Barang dan atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
4. Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat
(nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawai lebih
dominan dari modalnya, kecuali investasi tersebut dinyatakan
kesyariahannya oleh DSN-MUI.
Sedangkan untuk menetapkan saham-saham yang akan masuk dalam
perhitungan JII dilakukan dengan urutan seleksi sebagi berikut (Sudarsono, 2004):
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari
3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva
maksimal sebesar 90%
.
3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan ratarata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.
4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas ratarata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
Dari sisi emiten, kondisi finansial dan manajemen menjadi ukuran layak
tidaknya sebuah saham tercatat di JII. Ada beberapa hal yang menjadi acuan,
yaitu: Pertama, struktur utang tidak boleh didominasi oleh pembiayaan yang didasarkan pada sistem bunga. Perusahaan tidak boleh bergantung kepada utang
yang berbasiskan sistem konvensional. Kedua, emiten tidak boleh mempunyai
utang 45% dan modal 55%. Jika itu terjadi, maka emiten dinyatakan tidak layak
mengundang investasi melalui pembelian sahamnya. Ketiga, emiten dinyatakan
tidak layak, jika manajemennya diketahui pernah melakukan tindakan yang
bertentangan dengan prinsip syari'ah (Nasarudin & Surya, 2004).
Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan
komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan
perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus
berdasarkan data-data publik yang tersedia. Indeks harga saham setiap hari
dihitung menggunakan harga saham terakhir yang terjadi dibursa (Manan, 2009)
No comments:
Post a Comment