Saturday, June 29, 2024

Proses Persepsi

 


Menurut Kotler & Keller (2009) dalam pemasaran, persepsi itu
lebih penting daripada realitas, karena persepsi itulah yang akan
mempengaruhi actual konsumen. Setiap individu memiliki persepsi yang
berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi :
1) Perhatian Selektif
Orang mengalami sangat banyak rangsangan setiap hari, karena
seseorang tidak mungkin dapat menanggapi semua rangsangan itu,
rangsangan akan disaring dan proses ini disbeut perhatian selektif. Hal
ini dimaksudkan, para pemasar harus bekerja keras dalam rangka
menarik perhatian konsumen. Tantangan yang sesungguhnya adalah
menjelaskan rangsangan mana yang akan diperhatikan orang.
Walaupun menyaring banyak rangsangan di lingkungan sekitar,
mereka dipengaruhi oleh rangsangan yang tidak diduga. Para pemasar
berusaha mempromosikan tawaran mereka secara halus agar bisa
melewati saringan perhatian selektif.
2) Distorsi Selektif
Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian bahkan tidak
sering muncul dalam pikiran orang serupa seperti yang diinginkan
oleh pengirimnya. Distorsi selektif adalah kecenderungan menafsirkan
informasi sehingga sesuai dengan pra-konsepsi seseorang. Konsumen
akan sering merubah informasi sehingga menjadi konsisten dengan
keyakinanawal mereka atas merek dan produk. Ketika konsumen
melaporkan opini yang berbeda antara versi bermerek dan tanpa
merek dari produk yang identik, yang menjadi permasalahan bahwa
keyakinan merek dan produk yang diciptakan oleh sarana apapun agak
mengubah persepsi produk mereka. Distorsi selektif dapat berfungsi
bagi keuntungan pemasar dengan merek yang kuat ketika konsumen
mengganggu informasi merek yang netral atau ambigu (bermakna
ganda) untuk membuatnya lebih positif
3) Ingatan Selektif
Orang akan melupakan banyak hal yang dipelajari, tapi
cenderung mengingat informasi yang mendukung pandangan dan
keyakinan mereka. Adanya ingatan selektif, orang cenderung
mengingat hal-hal yang baik yang disebutkan tentang produk yang
diisukan dan melupakan hal-hal yang baik yang disebutkan tentang
produk pesaing. Ingatan selektif menjelaskan mengapa para pemasar
menggunakan drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke
pasar sasaran mereka untuk memastikan bahwa pesan mereka tidak
diremehkan.
c. Nilai Nilai Keuntungan Pada Kualitas Persepsian
Menurut Aaker yang dikutip oleh Sadat (2009) menyebutkan ada
beberapa nilai-nilai keuntungan yang dapat diperoleh dari kualitas
persepsian tinggi, yaitu :
1) Alasan untuk membeli
Kualitas persepsian yang terbangun dengan baik di benak
pelanggan akan membantu efektivitas program pemasaran. Harus
dipahami bahwa informasi yang begitu banyak membuat pelanggan
malas untuk merespon lebih jauh, sehingga kualitas persepsian tinggi
akan berperan menuntun pelanggan dalam proses pembelian.
2) Differensiasi
Sebuah merek yang dipersepsi memiliki kualitas tinggi tentu saja
menjadi berbeda dengan yang lainnya. Walkman merek Sony atau 4
iPod dari Apple dipersepsi oleh sebagian besar pelanggan memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan merek-merek lain dari kategori
produk yang sama.
3) Harga premium
Dalam banyak kasus tersebut, kualitas persepsian yang tinggi
memungkinkan perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih tinggi
pada produk-produknya. Walaupun fungsi dan spesifikasinya sama,
mobil-mobil buatan Eropa dipersepsi memiliki kualitas lebih tinggi
dibandingkan mobil buatan Jepang atau Korea, sehingga para
produsennya dapat menetapkan harga premium.
4) Perlakuan tertentu
Distributor dan para peritel akan memberikan perhatian tersendiri
pada merek-merek berkualitas. Jika Anda berkunjung ke sebuah
tempat pembelanjaan, merek-merek berkualitas biasanya akan
dipajang pada etalase sendiri secara terpisah.
5) Perluasan merek
Merek-merek dengan kualitas persepsian tinggi memiliki peluang
yang besar untuk mengembangnkan produknya dalam berbagai
kategori, dengan cara menggunakan nama merek sebagai payung bagi
produk lainnya. Sebagai contoh, Nestle mampu memperluas rentang
produknya dari Nestle Milo, Nestle Nescafe, dan Nestle Maggi.
Pelanggan pun dapat menerimanya dengan baik karena percaya pada
kualitas Nestle selama ini.

Definisi Kualitas Persepsian (Perceived Quality)

 


Menurut Sadat (2009) kualitas persepsian menggambarkan respon
keseluruhan pelanggan terhadap kualitas dan keunggulan yang ditawarkan
produk. Respon ini adalah persepsi yang terbentuk dari pengalaman
pelanggan selama berinteraksi dengan merek melalui komunikasi yang
dibangun oleh pemasar. Tentu saja kondisi seperti ini harus terus dijaga
melalui pengembangan kualitas secara berkesinambungan. Sedangkan
menurut Tsiotsou (2005) kualitas persepsian (perceived quality)
didefinisikan sebagai penilaian konsumen terhadap keseluruhan
kemampuan atau superoritas yang dimiliki oleh produk.
Menurut Aaker (2008) kualitas persepsian adalah persepsi
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.
Sedangkan menurut Zeithaml yang dikutip oleh Mayasari (2011) Kualitas
persepsian dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa layanan
yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Menurut Kotler & Keller (2009) kualitas persepsian tidak hanya
bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang
berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang
bersangkutan. Jika konsumen memberikan persepsi yang positif terhadap
seluruh atribut yang melekat pada suatu produk, maka timbul tanggapan
bahwa produk dapat memenuhi kebutuhan dan keingginannya selanjutnya
dapat memicu keputusan untuk membeli produk.
Menurut Setiadi (2010) kualitas persepsian merupakan suatu proses
yang timbul akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah
aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang
menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga sebagai tanggapan
yang cepat dari indra penerima kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya,
warna, dan suara. Adanya itu semua, maka akan timbul persepsi.
Pengertian dari persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu
diseleksi, diorga nsiasikan, dan diinterpretasikan

Komponen Citra Merek

 


Menurut Hogan (2007) citra merek merupakan asosiasi dari semua
informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari
merek yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara yaitu:
1) Melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari
kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak
cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang
dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen,
mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga
memenuhi kebutuhan individual konsumen yang akan mengkontribusi
atas hubungan dengan merek tersebut.
2) Persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui
berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan
masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan
dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
merek, media, dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat
pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan
konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor
ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan
membentuk gambaran total dari merek tersebut.
Menurut Arnould (2007) gambaran inilah yang disebut citra merek
atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau
negatif atau bahkan diantaranya. Citra merek terdiri dari atribut
objektif/instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang
digunakan, serta kepercayaan, perasaan, dan asosiasi yang ditimbulkan
oleh merek produk tersebut.
Komponen citra merek (brand image) menurut Simamora (2011)
terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1) Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu
barang atau jasa.
2) Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu
barang atau jasa.
3) Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa.

Indikator Citra Merek

 


Menurut Da Silva dan Alwi (2006) menyebutkan indikator citra
merek antara lain :
1) The level of physical attributtes yaitu mengenal nama merek, logo
atau lambang merek.
2) The level of the Functional implication yaitu resiko atau manfaat yang
akan diperoleh.
3) The psychosocial implication yaitu perasaan senang dan nyaman
ketika memakainya.
Sedangkan menurut Villegas yang dikutip oleh Perdana (2010)
menambahkan bahwa indikator citra merek adalah image yang positif
(kesan yang baik). Dari teori di atas maka dirumuskan indikator-indikator
citra merek sebagai berikut:
1) Mengenal merek tersebut.
2) Merek yang terpercaya.
3) Merek yang berkualitas.
4) Menimbulkan rasa suka.
5) Kesan yang baik.
6) Merek yang populer.
7) Harga yang sesuai

Faktor-Faktor Pembentuk Citra Merek

 


Menurut Sciffman dan Kanuk (2010) ada beberapa faktor
pembentuk citra merek, sebagai berikut :
1) Kualitas dan mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang
ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
2) Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau
kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk
yang dikonsumsi.
3) Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk
yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
4) Pelayanan, yang terkait dengan tugas produsen dalam melayani
konsumennya.
5) Resiko, terkait dengan besar kecilnya akibat untung dan rugi yang
mungkin dialami oleh konsumen.
6) Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau
banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan oleh konsumen
untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra
jangka panjang.
7) Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,
kesepakatan, dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari
produk tertentu

Definisi Citra Merek

 


Menurut Kotler (2009) menyebutkan citra merek adalah
persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Citra
dipengaruhi oleh banyak faktor yang di luar kontrol perusahaan. Citra
yang efektif akan berpengaruh terhadap tiga hal yaitu : pertama,
memantapkan karakter produk dan usulan nilai. Kedua, menyampaikan
karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan
karakter pesaing. Ketiga, memberikan kekuatan emosional yang lebih
dari sekadar citra mental. Supaya bisa berfungsi citra harus disampaikan
melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kontak merek.
Menurut Hossain (2007) menyatakan bahwa citra merek adalah
keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai merek atau bagaimana
mereka mengetahuinya. Hal tersebut dipertegas oleh Simamora (2008)
bahwa citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang
(enduring perception) maka tidak mudah untuk membentuk citra,
sehingga bila telah terbentuk akan sulit mengubahnya.
Menurut Supranto dan Limakrisma (2011) menyatakan citra
merek adalah apa yang konsumen pikir dan rasakan ketika mendengar
atau melihat suatu merek dan apa yang konsumen pelajari tentang merek.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan
asosiasi merek yang dapat konsumen rasakan dan dipikirkan yang
diciptakan dan dipelihara oleh pemasar agar terbentuk di dalam benak
konsumen.
Menurut Kotler dan Keller (2009) citra merek adalah sejumlah
keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah
objek. Sedangkan citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang
dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang
tertanam dalam ingatan konsumen. Sedangkan menurut Utami (2010)
citra merek adalah serangkaian asosiasi yang biasanya diorganisasikan di
seputar beberapa tema yang bermakna.
Menurut Roslina (2010) mendefinisikan bahwa “Citra merek
merupakan petunjuk yang akan digunakan oleh konsumen untuk
mengevaluasi produk ketika konsumen tidak memiliki pengetahuan yang
cukup tentang suatu produk”. Terdapat kecenderungan bahwa konsumen
akan memilih produk yang telah dikenal baik melalui pengalaman
menggunakan produk maupun berdasarkan informasi yang diperoleh
melalui berbagai sumber

Hubungan loyalitas merek terhadap keputusan pembelian.

 


Menurut Durianto, dkk (2004:126) loyalitas merek (brand
loyalty) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah
merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin
tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain. Fungsi
loyalitas merek adalah meningkatkan perdagangan
(Durianto, 2004:127) loyalitas yang kuat terhadap suatu merek
akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat
keyakinan perantara pemasaran