Wednesday, July 3, 2024

Teori Rasio Aktivitas


Efektivitas penggunaan total aset dalam menghasilkan penjualan dapat

diukur dengan rasio aktivitas. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut memanfaatkan total asetnya secara efektif. Begitu pun

sebaliknya, jika rasio ini rendah maka perusahaan tersebut tidak memanfaatkan

total asetnya secara efektif dalam memperoleh hasil penjualan bersih.

Rasio aktivitas menurut Kasmir (2012:172), yaitu:

“Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui penggunaan semua aktiva

perusahaan dibandingkan dengan penjualan dalam suatu periode tertentu”.

Rasio aktivitas menurut Sofyan Syafri Harahap (2013:308), yaitu:

“Rasio aktivitas menggambarkan keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

perusahaan dalam menjalankan operasionalnya, baik kegiatan penjualan,

pembelian, dan kegiatan lainnya”.

Rasio aktivitas menurut Agus Sartono (2012:118), yaitu:

“Rasio aktivitas menunjukan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan

secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas, maka dapat

diketahui tingkat efesiensi perusahaan dalam industri”.

Rasio aktivitas menurut Eko dan Hening (2012), yaitu:

Rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan serta

efisiensi perusahaan dengan menghasilkan penjualan dengan kemampuan

aktiva yang dimiliki. Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara

tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk

menunjang kegiatan operasi perusahaan. Rasio aktivitas juga digunakan

untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk

kegiatan operasi maupun jangka panjang).

Rasio aktivitas menurut Hari dan Andri (2011), yaitu:

Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam mengelola aset-asetnya secara efektif dan efisien. Rasio

aktivitas perusahaan menunjukkan seberapa efektif perusahaan mengelola

sumber daya atau aktivanya. Jika perusahaan terlalu banyak memiliki

aktiva, maka biaya modalnya akan menjadi terlalu tinggi sehingga laba pun

akan menurun. Di sisi lain, jika aktivitas terlalu rendah maka penjualan yang

menguntungkan akan hilang, sehingga rasio ini menggambarkan

perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi.

Tujuan penggunaan rasio aktivitas menurut Kasmir (2012:173) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau

berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

2. Untuk menghitung hari rata-rata penagihan piutang (days of receivable), di

mana hasil perhitungan ini menunjukkan jumlah hari (berapa hari) piutang

tersebut rata-rata tidak dapat ditagih.

3. Untuk menghitung berapa hari rata-rata sediaan tersimpan dalam gudang.

4. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam modal kerja berputar

dalam satu periode atau berapa penjualan yang dapat dicapai oleh setiap modal

kerja yang digunakan (working capital turn over).

5. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar

dalam suatu periode.

6. Untuk mengukur penggunaan semua aktiva perusahaan dibandingkan dengan

penjualan.

Adapun jenis-jenis rasio aktivitas adalah sebagai berikut:

1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover) menurut Kasmir (2012:175),

yaitu:

Perputaran Piutang (Receivable Turnover) merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau

berap kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan

dalam piutang semakin rendah (dibandingkan dengan rasio tahun

sebelumnya) dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik.

2. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) menurut Kasmir

(2012:182), yaitu:

Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) merupakan salah satu

rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan

selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar

selama suatu periode atau dalam suatu periode. Untuk mengukur rasio ini,

membandingkan antara penjualan dengan modal kerja atau rata-rata modal

kerja.

3. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover) menurut Kasmir

(2012:184), yaitu:

Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva

tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur

apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya

atau belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara

penjualan bersih dengan total aktiva tetap dalam suatu periode.

4. Rasio Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover) menurut Kasmir

(2012:185), yaitu:

“Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan

dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva”.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur rasio aktivitas

adalah Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover). Total asset turnover menurut

Lukman Syamsuddin dalam Linna Ismawati et al (2018), yaitu:

Total asset turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan total

aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan

perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu. Total asset turnover

merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan

keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan

tertentu.

Menurut Linna Ismawati et al (2018) mengungkapkan bahwa:

“Efisiensi penggunaan seluruh aktiva mendorong terjadinya kenaikan

pertumbuhan penjualan yang dapat mengakibatkan kenaikan harga saham, atau

dapat terjadi perubahan yang positif”.

Menurut Lukman Syamsuddin (2009:19) total asset turnover dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Sumber: Lukman Syamsuddin (2009:19)

Total Assets Turnover (TATO) menurut Linna Ismawati et al (2018), yaitu:

TATO menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aset

perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi

rasio TATO, berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aset dalam

menghasilkan penjualan/pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa rasio aktivitas

merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif dan efisien perusahaan dalam

mengelola aktivanya untuk menjalankan kegiatan operasionalnya dalam

menghasilkan penjualan dengan keuntungan yang optimal.

Ciri-ciri Kepribadian Kreatif

 


Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang
luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif.
Csikszentmihalyi (dalam Munandar, 2002: 51) memaparkan sepuluh ciri-
ciri pribadi kreatif, yaitu:
a. Pribadi kreatif memiliki kekuatan energi fisik yang memungkinkan
mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi, tetapi mereka juga
bisa tenang dan rileks, bergantung situasinya.
b. Pribadi kreatif cerdas dan cerdik. Mereka juga mampu berpikir
divergen dan kovergen.
c. Kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan, dan ketekunan.
d. Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi,
namun tetap bertumpu pada realitas.
e. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun
ekstroversi.
f. Pribadi kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya
pada saat yang sama.
g. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis,
yaitu dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-feminin).
h. Pribadi kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi di
lain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif.
i. Kebanyakan pribadi kreatif sangat bersemangat (passionate) bila
menyangkut karya mereka.
j. Sikap keterbukaan dan sensitivitas pribadi kreatif sering membuat
mereka menderita jika mendapat banyak kritikan terhadap hasil jerih
payah mereka, namun di saat yang sama ia juga merasakan
kegembiraan yang luar biasa

Proses-proses dan Tahap Kreativitas


Tidak adanya kesatuan teori menyebabkan sulitnya menjelaskan
topik mengenai kreativitas serta kurangnya perhatian dalam
pengembangan ilmu. Tetapi meskipun demikian, kreativitas tetap
disebut-sebut sebagai salah satu bagian terpenting dalam kehidupan
sehari-hari maupun dunia pendidikan.
Wallas (dalam Solso, Maclin & Maclin, 2007: 445) menjelaskan
bahwa ada empat tahapan dalam proses kreatif, yaitu:
a. Persiapan : memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal
untuk memecahkannya.
b. Inkubasi : masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara
langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak
pada hal lainnya,
c. Iluminasi : memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari
masalah tersebut.
d. Verifikasi : menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat
solusi.

Teori Ukuran Perusahaan

 Perusahaan yang memiliki ukuran yang besar menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedawasaan dimana dalam tahap ini aset
perusahaan bertambah dan dinilai memiliki prospek yang bagus kedepannya, selain
itu perusahaan dengan ukuran yang besar akan lebih mampu dalam menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang kecil.
Ukuran perusahaan menurut Linda dan Sudarsi (2012:148), yaitu:
“Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan”.
Ukuran perusahaan menurut Bambang Riyanto (2012:305), yaitu:
“Ukuran Perusahaan (Firm Size) menggambarkan besar kecilnya suatu
perusahaan yang ditujukan pada total aktiva, jumlah penjualan, dan rata-rata
penjualan”.
Ukuran perusahaan menurut Jogiyanto Hartono (2013:282), yaitu:
“Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara (total aktiva, log size, nilai pasar saham,
dan lain-lain)”.
Ukuran perusahaan menurut Brigham dan Houston (2010:4), yaitu:
“Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan
yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total penjualan, jumlah laba, beban
pajak dan lain-lain”.
Ukuran perusahaan menurut Andrie dan Desy (2015), yaitu:
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi
pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini
digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili
seberapa besar perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan menurut Abiprayasa et al (2014), yaitu:
Ukuran perusahaan (size) merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan dapat digunakan sebagai
proksi ketidakpastian terhadap keadaan perusahaan di masa yang akan
datang. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula usaha
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menarik perhatian masyarakat.
Perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan mudah lewat pasar
modal karena kecilnya informasi yang terjadi.
Klasifikasi ukuran perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan kedalam 4 (empat) kategori yaitu
usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian
ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total
penjualan tahunan perusahaan tersebut.
Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 1 (Satu) adalah sebagai
berikut:
  1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan
    usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
    dalam undang-undang ini.
  2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
    orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
    atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menajdi bagian
    langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang
    memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
    ini.
  3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
    dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
    perushaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
    baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar
    dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana
    diatur dalam undang-undang ini.
  4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
    dengan sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
    usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau Swasta, usaha
    patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia

Aspek Kreativitas

 


Guilford (dalam Sternberg, 1999) mengemukakan beberapa faktor
penting yang merupakan aspek dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu:
a. Kelancaran berpikir (fluency of thinking)
Kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari
pemikiran secara cepat. Dalam kelancaran berpikir yang perlu
ditetapkan adalah kuantitas bukan kualitas.
b. Keluwesan berpikir (flexibility)
Kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide jawaban atau
pertanyaan yang bervariasi, melihat suatu masalah dari sudut pandang
yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam
pendekatan atau cara pemikiran. Orang kreatif adalah orang yang
luwes berpikir.
c. Elaborasi pikiran (elaboration)
Kemampuan mengembangkan gagasan dan menambahkan atau
merinci detil-detil dari suatu objek gagasan atau situasi sehingga
menjadi lebih menarik.
d. Keaslian berpikir (originality)
Kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan
untuk mencetuskan gagasan asli.

Teori Pertumbuhan Perusahaan

 Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang meningkat setiap

tahunnya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sedang mengalami kemajuan
atau sedang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Bagi perusahaan
dengan pertumbuhan yang meningkat akan lebih leluasa dalam menjalankan semua
kegiatan perusahaan seperti peningkatan penjualan dan tentunya peningkatan
kepercayaan investor terhadap perusahaan seiring dengan pertumbuhan perusahaan
yang meningkat.
Pertumbuhan perusahaan menurut Brigham dan Houston (2009), yaitu:
“Pertumbuhan perusahaan adalah perubahan (peningkatan atau penurunan)
total aset yang dimiliki oleh perusahaan”.
Pertumbuhan perusahaan menurut Suprantiningrum (2013), yaitu:
Pertumbuhan perusahaan (company growth) adalah peningkatan atau
penurunan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan
perusahaan dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu
terhadap tahun sebelumnya.
Pertumbuhan perusahaan menurut Gita Syardiana et al (2015), yaitu:
”Pertumbuhan perusahaan akan menghasilkan tingkat pengembalian yang
semakin tinggi karena pertumbuhan memiliki aspek yang menguntungkan bagi
pihak investor”.
Pertumbuhan perusahaan menurut Putrakrisnanda (2009), yaitu:
Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang
akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa
persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik
dalam mengukur growth perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan menurut Oka Kusumajaya (2011), yaitu:
Pertumbuhan (growth) adalah peningkatan ataupun penurunan dari total
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Aset suatu perusahaan merupakan
aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan dengan
adanya hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil operasional
perusahaan sehingga menambah kepercayaan serta dapat memberikan
sinyal positif bagi pihak luar maupun pihak dalam perusahaan.
Dalam penelitian ini indikator yang dipakai untuk mengukur suatu
pertumbuhan perusahaan adalah total aset karena menurut Putrakrisnanda (2009)
total aset merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur suatu pertumbuhan
perusahaan. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai aset. Aset menurut Charles T.
Horngren dan Walter T. Harrison yang diterjemahkan oleh Gina Gania (2011:11),
yaitu:
“Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikendalikan oleh entitas yang
diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi di masa mendatang bagi entitas”.
Sedangkan menurut Mamduh M. Hanafi (2014:29), yaitu:
“Aset didefinisikan sebagai manfaat ekonomis yang akan diterima di masa
mendatang, atau akan dikuasai oleh perusahaan sebagai sumber ekonomi organisasi
yang akan dipakai untuk menjalankan kegiatannya”.
Aset dapat diklasifikasikan menjadi aset yang memiliki wujud atau
memiliki bentuk fisik dan aset tidak berwujud atau tidak memiliki bentuk fisik.
Menurut Arthur J. Keown yang diterjemahkan oleh Chaerul D. Djakman (2008:36)
aset terdiri dari 3 (tiga) kategori, yaitu:
  1. Aset Lancar (Current Assets) menurut Soemarso S.R. (2014:49), yaitu:
    “Kas dan aktiva-aktiva lain yang dapat ditukarkan menjadi kas (uang) dalam
    jangka waktu satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal”.
    Aset lancar terdiri dari kas, surat berharga yang mudah dujual, piutang
    dagang, persediaan, serta beban diterima dimuka.
  2. Aset Tetap (Fixed Assets) menurut Soemarso S.R. (2014:52), yaitu:
    “Aset tetap adalah aset berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu
    tahun, digunakan dalam kegiatan perusahaan, dimiliki tidak untuk dijual
    kembali dalam kegiatan normal perusahaan, serta nilainya cukup besar”.
    Aset tetap terdiri dari peralatan, bangunan, gedung, dan tanah. Aset tetap
    dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
    1) Aset tetap berwujud menurut S. Munawir (2010:591), yaitu:
    Aset tetap berwujud adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud,
    yang mempunyai umur relatif permanen yang dimiliki dan digunakan unuk
    operasi sehari-hari dalam rangka kegiatan normal dan tidak dimaksudkan
    untuk dijual kembali (bukan barang dagangan) serta nilainya relatif
    material. Aset tetap berwujud dapat berupa tanah, bangunan, gedung,
    peralatan kantor, dan kendaraan.
    2) Aset tetap tak berwujud menurut Iman Santoso (2009:2), yaitu:
    “Aset tetap tak berwujud adalah aset yang memiliki bentuk fisik. Bukti
    adanya aset ini terdapat dalam bentuk perjanjian, kontrak, atau paten”.
  3. Aset Lain-lain (Other Assets) menurut PSAK Nomor 16 (2011), yaitu:
    Pos-pos yang tidak dapat secara layak digolongankan dalam aset tetap dan
    tidak dapat digolongkan dalam aktiva lancar, investasi atau penyertaan
    maupun aset tak berwujud, seperti aset tetap yang tidak digunakan, piutang
    kepada pemegang saham, beban yang ditangguhkan dan aset lancar lainnya,
    disajikan dalam kelompok aset lain-lain.
    Menurut Aries Heru Prasetyo (2011:143) mengungkapkan bahwa:
    Variabel pertumbuhan dapat dilihat dari sisi penjualan, asset maupun laba
    bersih perusahaan. Meski dapat dilihat dari berbagai sisi, namun ketiganya
    menggunakan prinsip dasar yang sama di mana pertumbuhan dipahami
    sebagai kenaikan nilai di suatu periode relative terhadap periode
    sebelumnya.
    Menurut Aries Heru Prasetyo (2011:143) pertumbuhan perusahaan dapat
    dihitung dengan rumus sebagai berikut:
    Sumber: Aries Heru Prasetyo (2011:143)
    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
    perusahaan adalah perubahan peningkatan atau peunurunan dari total aset sebuah
    perusahaan. Aset digunakan untuk menjalankan kegiatan operasional dan
    diharapkan dapat meningkatkan hasil operasional sehingga memberi sinyal positif
    kepada para calon investor

Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan

 


Kebijakan dividen digunakan oleh perusahaan untuk membagikan
dividen kepada investor. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengukur seberapa besar pembagian dividen adalah menggunakan dividend
payout ratio (DPR). Penelitian yang dilakukan oleh Wati et al. (2018) dan
Prastuti & Sudiartha (2016) menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gayatri & Mustanda (2014) yang menyatakan
bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan