Thursday, July 4, 2024

Indikator Kinerja Karyawan

 


Menurut Mathis dan Jackson dalam Sudaryo, Yoyo (2018:206)
kinerja karyawan adalah salah satu ukuran dari perilaku yang actual di
tempat kerja yang bersifat multidimensional. Indikator kinerja
karyawan sebagai berikut:
a. Kualitas Kerja
Bagi perusahaan (baik yang bergerak di bidang manufaktur
maupun jasa) penyedia produk-produk yang berkualitas merupakan
suatu tumtutan agar organisasi dapat bertahan hidup dalam
berbagai bentuk persaingan. Meningkatnya daya beli dan adanya
dukungan konsumen terhadap keberadaan kualitas kerja yang
ditawarkan, akan semakin menigkatkan keberlangsungan
organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
b. Kuantitas Kerja
Penguasaan pasar merupakan salah satu strategi pemasaran yang
harus menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan, untuk itu
kuantitas produksi akan menentukan kemampuan organisasi guna
menguasai pasar dengan menawarkan sebanyak mungkin produk
yang mampu dihasilkan. Dengan kuantitas kerja yang dapat
dihasilkan, perusahaan diharapkan mampu memberi kesan positif
terhadap posisi produk dalam pasar.
c. Waktu Kerja
Kemampuan perusahaan untuk menetapkan waktu kerja yang
dianggap paling efisien dan efektif pada semua level dalam
manajemen. Waktu kerja merupakan dasar bagi seseorang pegawai
dalam menyelesaikan suatu produk atau jasa yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Kerja Sama
Pada dasarnya, kerja sama merupakan ikatan jangka panjang bagi
semua komponen perusahaan dalam melakukan berbagai aktivitas
bisnis. Kerja sama merupakan tuntutan bagi keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan adanyan kerja
sama yang baik akan memberikan kepercayaan (trust) pada
berbagai pihak yang berkepentinngan, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan perusahaan. Untuk mewujudkan
adanya kerja sama yang baik, perusahaan harus mampu
membangun kondisi internal perusahaan yang konstruktif dengan
diikuti komitmen dan konsistensi yang tinggi bagi semua azas
manajemen.
Menurut Prawirosentono dalam Nisa, Rizki Kh (2019:12),
kinerja karyawan dapat dinilai dengan beberapa indikator, yaitu:
a. Kualitas Kerja
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
b. Kuantitas Kerja
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus yang diselesaikan.
c. Ketetapan Waktu
Merupakan tingkat aktivitas pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas.
d. Efektivitas
Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi
(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan
maksud menaikan hasil dari setiap unit dalam sumber daya.
e. Kemandirian
Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu
tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

 


Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut
Mathis dan Jackson dalam Prasetyo, Edi (2019:55) adalah sebagai
berikut:
a. Kemampuan Individual
Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat
keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh
seseorang berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
kecakapan, interpersonal, dan teknis. Dengan demikian,
kemungkinan seorang pegawai mempunyai kinerja yang baik, jika
kinerja pegawai tersebut memiliki tingkat keterampilan baik,
pegawai tersebut akan menghasilkan yang baik pula.
b. Usaha Yang Dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja,
kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usaha merupakan gambaran
motivasi yang diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, jika pegawai memiliki
tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, ia tidak akan
bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya.
c. Lingkungan Organisasional
Di lingkungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas
bagi pegawai yang meliputi pelatihan dan pengembangan,
peralatan, teknologi dan manajemen.

Pengertian Kinerja Karyawan

 


Menurut Rivai, Veithzal dan Basri dalam Sudaryo, Yoyo
(2018:205) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang
untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Mangkunegara (2015:67) kinerja adalah hasil secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Menurut Prawirosentono (2015:2) kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral ataupun
etika.

Efektivitas Kerja

 


Menurut Robbins dalam buku Teddy Hikmat Fauzi (2016) mengatakan
bahwa, “effectiviness could be defined as the degree ro which an organization
relized its goals”, dalam hal ini effectiviness diartikan sebagai tingkat pelaksanaan
berbagai tujuan, mencerminkan sumbangan yang diberikan kepada organisasi.
Menurut Siagian (2012:222) efektivitas kerja berarti penyelesaian
pekerjaan tepat pada waktunya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya. Artinya
penggunaan waktu yang tepat dalam menyelesaikan pekerjaan bukan penggunaan
biaya yang diperlukan. Demikian untuk mencapai efektivitas kerja perlu adanya
penggunaan waktu yang sebaik-baiknya.
Untuk mengukur efektivitas dalam organisasi dapat dilihat dari peranan
indikator efektifitas dalam pengertian lain. Sebgaimana hal ini dikemukakan oleh
Agus Dharma (2004:52)
a. Kualitas Kerja
Kriteria kualitatif menyangkut pengukuran keberhasilan suatu proses atau
keluaran. Kriteria ini mengukur baik tidaknya pelaksanaan kegiatan, terutama
dalam kaitannya dengan bentuk tampilan keluaran.
b. Kuantitas Kerja
Kriteria kuantitas merupakan indikator pengukuran keluaran pelaksanaan
kegiatan. Kriteria ini menyangkut jumlah yang dihasilkan dalam suatu
kegiatan.
c. Waktu kerja
Kriteria ketepatam waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif.
Kriteria ini mengukur tingkat kecepatan pencapaian sasaran.

Budaya Perusahaan

 


Menurut Pasaribu (2015) dikutip oleh (ainanur&Tritasya., 2018:4)
mendefenisikan bahwa:
“Budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
organisasi dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang
lama oleh pendiri, pemimpin dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi
pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani
para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.”
Menurut Robbins (2013) dikutip oleh (Muis et al., 2018:13) menyatakan
riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik primer yang Bersama-sama
menangkap hakikat dari suatu budaya suatu organisasi yaitu :

  1. Inovasi dan pengambilan resiko
    Menjelaskan sejauh mana pegawai didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
  2. Perhatian
    Menjelaskan sejauhmana pegawai diharapkan memperlihatkan presisi, analisis dan
    perhatian kepada rincian.
  3. Orientasi hasil
    Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
    bukannya pada Teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
  4. Orientasi Orang
    Orientasi individu, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek
    hasil kepada orang-orang di dalam organisasi tersebut.
  5. Orientasi Tim
    Orientasi tim, yaitu berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
    sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
  6. Keagresifan
    Keagersifan yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dalam bekerja
    dan bukannya bersantai-santai.
  7. Kemantapan
    Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
    daripada pertumbuha

Indikator Budaya Organisasi

 


Menurut Robbins (2013) sebagaimana dikutip oleh (Muis et al., 2018:14)
dalam Jurnal, menyatakan riset paling baru mengemukakan tujuh karakteristik
primer yang Bersama-sama menangkap hakikat dari suatu budaya suatu organisasi
yaitu :

  1. Inovasi dan pengambilan resiko
    Sejauhmana pegawai diorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
  2. Perhatian
    Sejauhmana pegawai diharapkan memperlihatkan presisi, analisis dan perhatian
    kepada rincian.
  3. Orientasi hasil
    Sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik
    dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
  4. Orientasi orang
    Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-
    orang di dalam organisasi itu.
  5. Orientasi tim
    Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukanya individu-
    individu.
  6. Keagresifan
    Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
  7. Kemantapan
    Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo daripada
    pertumbuhan.

Pengertian Kesejahteraan Psikologis

 


Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis
daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989). Karena itu, orang-
orang lebih mengenal kesehatan mental dengan istilah tidak adanya penyakit
daripada berada dalam kondisi well-being. Well-being didefinisikan sebagai
derajat seberapa jauh seseorang dapat berfungsi secara optimal (Ryan & Deci,
2001).
Huppert (2009) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis adalah
hidup yang berjalan dengan baik. Hal ini merupakan kombinasi dari perasaan
yang baik dan berfungsi secara efektif. Orang-orang dengan kesejahteraan
psikologis yang tinggi memiliki perasaan senang, mampu, mendapat
dukungan dan puas dengan kehidupannya. Selain itu, Huppert (2009) juga
memasukkan kesehatan fisik yang lebih baik dimediasi oleh pola aktivasi
otak, efek neurokimia dan faktor genetik.
Ryan & Deci (2001) mengidentifikasikan dua pendekatan pokok
untuk memahami kesejahteraan psikologis. Pertama, kesejahteraan psikologis
difokuskan pada kebahagiaan, dengan memberi batasan dengan batas-batas
pencapaian kebahagiaan dan mencegah dari kesakitan. Fokus yang kedua
kesejahteraan psikologis adalah batasan menjadi orang fungsional secara
keseluruhan atau utuh, termasuk cara berfikir yang baik dan fisik yang sehat.
Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis penting untuk dilakukan
karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat
seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff,
1995). Ryff mengajukan beberapa literatur untuk mendefinisikan psikologis
yang berfungsi positif yaitu Rogers menyebutnya dengan istilah fully
functioning person, Maslow menyebutnya dengan konsep self-actualized
person, dan Jung mengistilahkannya dengan individuasi, serta Allport
menyatakannya dengan konsep maturity (Ryff, 1989).
Ryff (1989) mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan
psikologis dengan mengintegrasikan teori psikologi klinis, psikologi
perkembangan dan teori kesehatan mental. Teori psikologi klinis tersebut
adalah konsep aktualisasi diri dari Maslow, konsep kematangan dari Allport,
konsep fully functioning person dari Roger, dan konsep individual dari Jung.
Dari teori-teori psikologi perkembangan, Ryff merujuk pada teori tahapan
psikososial dari Erikson. Ryff juga merujuk konsep kriteria kesehatan mental
positif dari Jahoda, sehingga akhirnya Ryff menyimpulkan bahwa individu
berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun mereka sadar akan
keterbatasan-keterbatasan dirinya.
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, Ryff (1989) mendefinisikan
kesejahteraan psikologis sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki
sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat
keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan
dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, serta
berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri. Menurut Diener (1984),
kesejahteraan psikologis merupakan perasaan subjektif dan evaluasi individu
terhadap dirinya sendiri. Kesejahteraan psikologis dapat menjadi gambaran
mengenai level tertinggi dari fungsi individu sebagai manusia dan apa yang
diidam-idamkannya sebagai mahluk yang memiliki tujuan dan akan berjuang
untuk hidupnya.
Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu keadaan dimana ibu bekerja
mampu menerima keadaan dirinya, membentuk hubungan yang hangat
dengan orang lain, mampu mengontrol lingkungan, memiliki kemandirian,
tujuan hidup dan mampu mengembangkan diri.