Sunday, July 7, 2024

Pengertian konflik Kerja

 


Menurut Marwansyah (2010) konflik adalah ketidaksesuaian atau
perbedaan antara tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Thomas dalam marwansyah (2010) konflik adalah suatu
proses yang diawali ketika satu pihak menganggap bahwa pihak lain
mengganggu (mempengaruhi secara negatif), atau akan mengganggu
sesuatu yang bernilai bagi pihak pertama

Tujuan Penilaian Kerja / Evaluasi kerja

 


“Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM
organisasi” Mangkunegara (2007). Secara lebih spesifik, tujuan dari
evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999) dalam
Hasibuan (2007) adalah:
a) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
b) Mencatat dan mengakui hasill kerja seseorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
c) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
d) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya.
e) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian
menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

Pengertian Evaluasi Kerja / Penilaian Kinerja


Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan (Sikula, 1981
dalam Mangkunegara, 2007). Selanjutnya menurut (Wirawan, 2009)
mendefinisikan “Evaluasi kinerja sebagai proses penilai – pejabat yang
melakukan penilaian (appr

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

 


Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut
Sutrisno (2016) yaitu :
a. Efektivitas dan Efisiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya
adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas
organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisien
bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan.
b. Otoritas dan Tanggung jawab
Dalam organisasi yang baik, wewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas.
Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa
yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap
orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan
tersebut.
c. Disiplin
Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat
yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan
perusahaan. Masalah disiplin karyawan yang ada di dalam organisasi
baik atasan maupun bawahan akan memberikan corak terhadap
kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai apabila kinerja
individu maupun kelompok ditingkatkan.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam
bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan
organisasi. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada di 
dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya
akan mempengaruhi kinerja

Pengertian Kinerja

 


Menurut Emron Edison (2016) kinerja adalah hasil dari suatu
proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu
berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Mangkunegara (dalam jurnal Dimas Bagaskara 2016)
“Kinerja adalah hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
SDM persatuan periode waktu dalam malaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional

 


Terdapat empat komponen perilaku untuk melihat atau mengukur gaya
kepemimpinan transformasional (Avolio et al., dalam Prasad & Junni, 2016; Bass
dalam Puni, Hilton, & Quao, 2020) yaitu :

  1. Idealized influence or charismatic, komponen ini mengacu pada gaya
    kepemimpinan yang mengahasilkan rasa hormat, penghargaan dan
    kepercayaan diri antara pengikut. Untuk memperoleh beberapa hal tersebut,
    pemimpin transformasional menarik cita-cita, nilai dan emosi pengikut.
    Seorang pemimpin transformasional merupakan panutan penting dan
    menampilkan jenis perilaku yang diharapkan pengikut, seperti
    menyelaraskan perilaku dengan nilai dan tujuan organisasi, dan melampaui
    kepentingan pribadi seseorang untuk memenuhi tujuan organisasi.
    Dicirikan dengan adanya percakapan, keterbukaan, pengorbanan pribadi,
    dukungan untuk kesempatan baru serta dorongan dari rasa kewajiban di
    antara pengikut.
  2. Inspirational motivation, menyangkut sejauh mana seorang pemimpin
    mampu berkomunikasi tentang suatu visi untuk menarik para pengikut.
    Menunjukan optimisme tentang tujuan dan rencana masa depan bagi
    organisasi serta memberi makna pada tugas pengikut dan memotivasi
    mereka untuk berjuang dan menunjukan kinerja yang lebih baik.
  3. Intellectual stimulation, melihat sejauh mana pemimpin mendorong
    pengikut untuk menantang kondisi statis atau pendekatan yang sama, dan
    mengambil serta menawarkan perspektif baru dalam memecahkan masalah
    dan menyelesaikan tugas, dengan maksud merangsang kreativitas dan
    inovasi pengikut sehingga menghasilkan kinerja dan pencapaian yang
    lebih baik.
  4. Individualized consideration, menyangkut sejauh mana pemimpin
    mendengarkan dan hadir untuk kebutuhan individu setiap pengikutnya.
    Selain itu, melibatkan penciptaan kesempatan pembelajaran untuk
    pengikut, dan mencoba merangsang perkembangan mereka dengan
    memberikan pembinaan dan pendampingan bagi para pengikut. 

Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

 


Menurut G Northouse (2016) kepemimpinan transformasional merupakan
proses melibatkan dan menciptakan koneksi dengan orang lain untuk
meningkatkan motivasi dan moralitas baik para pimpinan ataupun pengikut,
pemimpin tipe ini memperhatikan kebutuhan serta motif pengikut, dan membantu
pengikut dalam mencapai potensi maksimalnya. Menurut Bass dalam Mickson &
Anlesinya (2020) kepemimpinan transformasional terjadi saat para pimpinan
memperluas dan memperkuat minat karayawan, menghasilkan kesadaran,
menerima tujuan atau misi bersama, serta kapan mereka bergerak untuk
melampaui kepentingan mereka sendiri demi kebaikan kelompok. Gaya
kepemimpinan transformasional menawarkan stimulus intelektual,
memperhatikan kebutuhan pertumbuhan individu dan memimpin pengikut untuk
bangkit di atas diri mereka sendiri untuk tujuan bersama (Puni et al., 2020). Yang
paling penting dalam kepemimpinan ini ialah untuk mendorong kebersamaan
pemahamanan tentang apa tujuan organisasi, dan bagaimana mereka
menyumbangkan hasil yang diinginkan (Jansen et al., dalam Nielsen et al., 2019).
Pemimpin ini memiliki kompetensi mengubah suatu organisasi dengan visinya
serta memperjelas visi tersebut untuk dapat memberdayakan karyawannya
mengambil tanggung jawab mencapai visi tersebut (Kim dalam Aropah, Sarma, &
Sumertajaya, 2020)
Dari beberapa penjelasan tersebut diperoleh kesimpulan gaya
kepemimpinan transformasional adalah proses melibatkan dan menciptakan
koneksi dengan orang lain untuk meningkatkan motivasi dan moralitas dengan
cara meningkatkan atau memperkuat minat, memperhatikan kebutuhan individu
baik perasaan atau emosi pengikut, serta menghasilkan kesadaran dari para
pengikut, sehingga dapat mengembangkan dirinya guna mencapai tujuan bersama
dan melampaui kepentingan mereka sendiri.