Menurut Cheema dan Rondinelli (dalam Subarsono, 2011), ada empat kelompok variabel implementasi
yang mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program yaitu: (1) Kondisi
lingkungan, terdiri dari tipe sistem politik, kendala sumberdaya, tersedianya
infrastuktur, kondisi di lapangan; (2) Hubungan antar organisasi, berisi
kejelasan dan konsistensi sasaran program, pembangunan fungsi antar instansi
yang pantas, standarisasi prosedur, efektivitas jejaring untuk mendukung
program; (3) Sumber daya organisasi untuk implementasi program, terdiri dari
kualitas dan kuantitas organisasi, dukungan pemimpin politik pusat, dukungan
pemimpin politik lokal, komitmen birokrasi; (4) Karakteristik dan kemampuan
agen pelaksana, adalah ketrampilan teknis, manajerial, dan politis petugas,
pelaksanaan berdasarkan tupoksi.
Keberhasilan implementasi dapat dipengaruhi faktor-faktor
yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Model George C Edwards III Model
implemantasi kebijakan ini berperspektif top down. Subarsono (2011: 90)
berpendapat bahwa faktor-faktor keberhasilan implementasi kebijakan terdiri
atas komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Faktor-faktor
tersebut tidak hanya berdiri sendiri namun juga saling berkaitan
1.
Komunikasi
Untuk menuju implementasi kebijakan yang
diinginkan, maka pelaksana harus mengerti benar apa yang harus dilakukan untuk
kebijakan tersebut. Selain itu yang menjadi sasaran kebijakan harus diberi
informasikan mengenai kebijakan yang akan diterapkan mulai dari tujuan dan
sasarannya. Maka dari itu sosialisasi kebijakan sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan dari implementasi kebijakan. Sosialisasi bisa dilakukan
dengan berbagai cara antara lain dengan media masa, elektronik, sosial dll.
Komunikasi akan terwujud baik jika ada
faktor-faktor yang menjadikan komunikasi tersebut berjalan baik. Terdapat tiga
indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variable komunikasi antara
lain (dalam Agustino, 2006:150-151):
a.
Transmisi,
penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan komunikasi yang baik pula.
b.
Kejelasan,
komunikasi yang diterima oleh pelaksanaa kebijakan harus jelas dan mudah
dimengerti agar mudah melakukan tindakan.
c.
Konsistensi,
perintah yang diberikan untuk pelaksaan suatu kebijakan haruslah tetap pada
pendirian awal dan jelas.
2.
Sumber
daya
Selain informasi yang mampu menjadikan
kebijakan berhasil adalah sumber daya yang dimiliki oleh implementator. Sumber
daya pendukung dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor
dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya maka kebijakan tidak akan
berjalan dengan semestinya. Bahkan kebijakan tersebut akan menjadi dokumen
saja.
3.
Disposisi
Dispoisisi adalah sikap dari pelaksana
kebijakan, jika pelaksana kebijakan ingin efektif maka para pelaksana kebijakan
tidak hanya harus mengetahui apa yang dilakukan tetapi juga harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakan sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.
Faktor-faktor mengenai disposisi implementasi kebijakan oleh George C. Edward
III (dalam Agustino, 2006: 152-153) antara lain:
a.
Pengangkatan
birokrat
Disposisi atau sikap para pelaksana akan
mengakibatkan permasalahan yang akan timbul pada implementasi kebijakan jika
personilnya tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh
pejabat-pejabat tinggi. Oleh karena itu, pemilihan atau pengangkatan personil
untuk melaksanakan kebijakan adalah orang-orang yang memiliki dedikasi pada
kebijakan yang telah ditetapkan, khususnya pada kepentingan masyarakat.
b.
Insentif
Edward menyatakan bahwa salah satu teknik
yang disarankan untuk mengatasi masalah para pelaksana cenderung melakukan
manipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut
kepentingannya sendiri. Manipulasi intensif yang dilakukan oleh para pembuat
kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu akan menjadi faktor pendukung yang membuat para
pelaksana kebijakan melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kepentingan pribadi dan organisasi.
4.
Strukur
birokrasi
Birokrasi merupakan struktur yang bertugas
untuk mengimplementasikan kebijakan, karena mempunyai pengaruh yang besar untuk
mewujudkan keberhasilan kebijakan. Ada dua karakteristik yang dapat mendongkrak
kinerja birokrasi menurut George C Edward III (dalam Agustino, 2006:153-154)
yaitu:
a.
Standard
Operational Procedures (SOP)
SOP adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara rutin oleh para pegawai (atau pelaksana
kebijakan/administratur/birokrat) berdasarkan dengan standar yang ditetepkan
(atau standar minimum yang dibutuhkan masyarakat) dalam pekerjaannya.
b.
Fragmentasi
Fragmentasi adalah upaya penyebaran
tanggung jawab kegiatan atau aktivitas kerja kepada beberapa pegawai dalam
unit- unit kerja, untuk mempermudah pekerjaan dan memperbaiki pelayanan.
Sementara itu keberhasilan implementasi
menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2011:93) dipengaruhi variabel
besar, yakni:
1.
Isi
kebijakan (content of policy), yang mencakup:
a.
sejauh
mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi
kebijakan,
b.
jenis
manfaat yang diterima oleh target group,
c.
sejauh
mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan,
d.
apakah
letak sebuah program sudah tepat,
e.
apakah
sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya secara rinci,
f.
apakah
program didukung oleh sumber daya yang memadahi.
2.
Lingkungan
implementasi (context of implementation), mencakup:
a.
seberapa
besar kekuasaan,kepentingan,dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang
terlibat di dalam implementasi kebijakan,
b.
karakteristik
institusi dalam rejim yang sedang berkuasa,
c.
tingkat
kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
No comments:
Post a Comment