Undang-Undang Perbankan
memberikan pengecualian dalam enam hal dan bersifat limitatif, artinya di luar
enam hal tersebut tidak terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian tersebut yaitu[1]:
a. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada
pejabat bank berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan
Menteri Keuangan (Pasal 41);
b. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kapada Badan
urusan Piutang dan Lelang Negara. Panitia Urusan Piutang Negara dapat memberikan pengecualian kepada pejabat Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A);
c. Untuk Kepentingan Pengadilan dalam Perkara Pidana dapat diberikan
pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia
(Pasal 42);
d. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat
diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia
(Pasal 43);
e. (Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank dapat diberikan
pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44);
f. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan
secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus mendapat izin dari
Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A).
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin
Tertulis Membuka Rahasia Bank. Menurut Admin (2010) peraturan ini menunjukkan
bahwa Bank Indonesia (BI) telah melangkah lebih jauh, hal mana PBB baru melalui
Konvensi Menentang Korupsi (UNICAC) tahun 2003 mewajibkan para negara peserta
Konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk
kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi[2].
Di dalam konsideran poin B
Peraturan BI tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia bank yang
diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah
penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk[3]:
a. Kepentingan perpajakan;
b. Penyelesaian piutang bank;
c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
d. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
e. Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;
f. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dan
g. Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal
dunia.
Pasal 3 Ayat (1) tentang
Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib
dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari
pimpinan Bank Indonesia.
Pasal 6 mengatur tentang
pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara
pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa
atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka
atau terdakwa pada bank (Ayat (1)), setelah ada permintaan tertulis dari Kepala
Kepolisian Republik Indonesia (Ayat (2)), hal mana ketentuan tersebut juga
berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum (ayat (3))
di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan[4]:
a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim;
b. Nama tersangka atau terdakwa;
c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan;
d. Keterangan yang diminta;
e. Alasan diperlukannya keterangan; dan
f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
Pasal 9 menentukan
permintaan tertulis tersebut harus ditandatangani dengan membubuhkan tanda
tangan basah oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia
atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang ditujukan kepada: Gubernur
Bank Indonesia Up. Direktorat Hukum Bank Indonesia.
Selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari setelah surat permintaan untuk kepentingan peradilan dalam perkara
pidana diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI, Gubernur BI memberikan
perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, kecuali untuk perkara pidana
korupsi, perintah atau izin diberikan dalam waktu 3 (tiga) hari. Demikian juga
terhadap surat permintaan yang tidak memenuhi persyaratan, Gubernur BI secara
tertulis dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka
rahasia bank, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan
diterima untuk kepentingan perkara pidana dan 3 (tiga) hari setelah permintaan
diterima yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi (Pasal 10 Ayat (3) dan
(4))[5].
Perintah atau izin tertulis
membuka rahasia bank, maupun penolakannya, dapat dilakukan oleh deputi gubernur
senior atau salah satu deputi gubernur (Pasal 11 Ayat (1) dan (2)). Mengenai
perintah atau izin tertulis yang telah dikeluarkan oleh Gubernur BI, yang juga
dapat dikeluarkan oleh Deputi Senior Gubernur BI atau salah satu deputi
gubernur, pihak bank wajib melaksanakan dengan memberikan keterangan baik lisan
maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, surat-surat dan hasil
cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan, yang
disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.
Di dalam penjelasan Pasal 7
Ayat (2), bahwa termasuk dalam pengertian keterangan secara tertulis adalah
pemberian fotokopi bukti-bukti tertulis, fotokopi surat-surat dan hasil cetak
data elektronis yang telah dinyatakan/diberi tanda sesuai dengan aslinya
(certified) oleh pejabat yang berwenang pada bank. Pemberian keterangan secara
tertulis tersebut perlu dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan
menghilangkan dokumen yang menurut ketentuan seharusnya tetap diadministrasikan
oleh bank yang bersangkutan. Kata memperlihatkan dalam ketentuan ini tidak
berarti bahwa pembawa perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan bank. Juga diatur secara khusus pada Pasal 8, bahwa bank
dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan
selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia.
Sebagai tambahan dan cukup
penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan
atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau
terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI, kecuali untuk memperoleh
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau
disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini
(Pasal 12 Ayat (1) dan (2).
No comments:
Post a Comment