Saturday, July 20, 2019

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Kontrol diri pada Penderita Diabetes Mellitus (skripsi dan tesis)

Diabetes mellitus bisa disebabkan faktor keturunan atau genetik, obesitas atau kegemukan, kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, tinggi lemak, merokok, hiperkolesterol dan lain-lain. Diabetes mellitus yang tidak tertangani dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi misalnya jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal dan kerusakan sistem syaraf. Tetapi menderita diabetes bukanlah akhir dari segalanya. Diabetes mellitus dapat dikendalikan antara lain dengan kontrol gula darah secara teratur, makan dengan gizi seimbang dan terencana, tidak merokok, karena merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap insulin serta berolahraga secara teratur. .Jika penderita diabetes dapat menjaga berat badan, menjaga pola makannya, dan menjaga agar terhindar dari stress, kemungkinan untuk mengalami komplikasi yang lebih parah sangat kecil.
Kontrol diri dapat diartikan sebagai perasaan bahwa mereka dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan (Sarafino, 1998). Menurut Heteringthon (1984) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk melarang atau mengarahkan tingkah laku sesuai dengan aturan atau norma sosial.  Kontrol diri ini tidak hanya sebatas pada kontrol perilaku dan sikap saja, pasien tidak hanya mengendalikan perilakunya untuk tidak makan makanan manis tetapi juga meliputi kontrol informasi berupa segala sesuatu mengenai diabetes mellitus, kontrol kognitif, kontrol putusan untuk memilih diantara prosedur alternatif dan kontrol retrospektif.
Shaffer (2001), mengatakan bahwa kontrol diri adalah sesuatu yang sangat penting. Jika seseorang tidak mampu mengatasi segala tekanan dan mengontrol dirinya, maka yang terjadi adalah perilaku yang tidak diinginkan. Kontrol diri mempunyai peran yang penting terhadap diri seseorang karena merupakan suatu pegangangan dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif tersebut, dibutuhkan suatu pertimbangan-pertimbangan yang berhubungan dengan kognitif seseorang. Pertimbangan yang berhubungan dengan kognitif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan.
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa, apabila pengetahuan seseorang telah positif terhadap objek yang diketahui, maka akan terbentuk pula sikap yang positif terhadap objek yang sama dan sebaliknya. Apabila pengetahuan tentang sesuatu itu lebih banyak negatifnya, maka akan terbentuk pula sikap yang negative terhadap suatu objek yang sama.
Hal ini didukung dari beberapa hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan dengan sikap dan perilaku atau kontrol diri dari beberapa peneliti sebelumnya yaitu mengenai hubungan tingkat pengetahuan bahaya rokok dengan perilaku merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 didapat hasil 97,3% memiliki pengetahuan yang tinggi dan 86% memiliki perilaku tidak merokok (Budi Setyo, 2007). Selain itu ada pula hasil penelitian dari Endang Setyaningsih (2007) mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap anak jalanan tentang NAPZA di rumah singgah Girlan Nusantara Yogyakarta mendapatkan hasil 51,2% dari 43 koresponden memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan 55,8% sikap anak jalanan tentang NAPZA adalah mendukung terhadap pernyataan yang diberikan. Muaman Aqib (2010) juga membuktikan bahwa ada hubungannya antara tingkat pengetahuan ibu dengan sikap ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada balita di desa Sidokarto kecamatan Godean, Kabupaten Sleman yang didapatkan hasil ibu-ibu dengan tingkat pengetahuan rendah dan sikap kurang sebanyak 28,3% orang, ibu-ibu dengan tingkat pengetahuan rendah dan sikap baik sebanyak 12,9% orang, ibu-ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dan sikap kurang sebanyak 22,3% orang dan ibu-ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dnegan sikap baik sebanyak 36,4% orang.
 Dalam hal ini, pengetahuan diartikan sebagai sesuatu yang diketahui atau diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (Poerwadarminta,1983). Sedangkan pengetahuan tentang diabetes mellitus adalah segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang, dalam hal ini adalah pasien diabetes mellitus, dimana tubuh penderitanya tidak dapat secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya, penderita diabetes tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah.
Sebelum pasien diabetes mellitus tersebut merubah perilakunya, mereka harus mengetahui terlebih dahulu apa manfaat yang dapat diambil dari perubahan perilaku tersebut, apa akibat yang dapat ditimbulkan baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain jika mereka tidak merubah perilakunya dan tetap pada kebiasaan-kebiasaan lamanya, bagaimana cara pengobatan dan pencegahan agar penyakit diabetes mellitus tersebut tidak menjadi bertambah parah. Setelah terbentuk pengetahuan baru mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakitnya, proses selanjutnya adalah bagaimana pasien akan menilai atau mensikapi penyakit tersebut, bagaimana penilaian atau pendapat pasien mengenai gejala, tanda, penyebab, cara pengobatan dan cara pencegahan dari diabetes mellitus. Proses terakhir, setelah pasien mengetahui dan mengadakan penilaian terhadap penyakit diabetes mellitus adalah berupa tindakan, apakah pasien akan melaksanakan kontrol diri ataukah pasien tidak melaksanakan kontrol diri (Notoatmodjo, 2007).
Seseorang yang memiliki penyakit diabetes mellitus, pasti akan memperoleh informasi dari dokter atau keluarga mengenai penyakitnya itu. Bahkan dia mencari informasi sendiri mengenai diabetes, baik itu gejalanya, penyebabnya, cara pengobatannya sampai cara pencegahannya. Pengetahuan ini akan membawa pasien untuk berpikir dan berusaha agar penyakitnya tidak bertambah parah. Di sini pasien mengadakan penilaian mengenai segala sesuatu tentang diabetes mellitus. Pasien memiliki sikap tertentu terhadap penyakit diabetes. Sikap ini yang akan membuat pasien dapat mengambil keputusan untuk memilih dengan sengaja tindakan apa yang akan dilakukan oleh pasien berdasarkan informasi yang diperoleh. Jika pasien bersikap positif terhadap penyakitnya, dia akan berusaha mencegah penyakitnya bertambah parah dengan menghindari segala sesuatu yang dapat memicu kenaikan kadar gula darah, ini menunjukkan bahwa pasien memiliki kontrol diri yang tinggi, sehingga dapat terhindar dari komplikasi seperti jantung, ginjal, kebutaan dan lain-lain. Sebaliknya, jika pasien bersikap negatif terhadap penyakitnya, dia cenderung menghiraukan penyakitnya, tidak berusaha untuk mencegah agar tidak bertambah parah dan tetap melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang dapat memicu kenaikan kadar gula darah, ini menunjukkan bahwa pasien memiliki kontrol diri yang rendah, yang pada akhirnya dapat terjadi komplikasi yang lebih parah

No comments:

Post a Comment