Menurut American Diabetes Association (2014),
ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah, di
antaranya:
1)
Tes
Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa
mengukur kadar glukosa darah setelah tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air selama
8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.
Tabel 2.4. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah
Puasa
Hasil
|
Kadar Glukosa
Darah Puasa
|
Normal Kurang dari
100 mg/dL
|
|
Prediabetes 100 –
125 mg/dL
|
|
Diabetes Sama atau lebih
dari 126 mg/dL
|
Sumber : American Diabetes Association (2014)
2) Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau
kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa
darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
3) Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah
sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang
dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.5. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Hasil
|
Hasil Uji Toleransi Glukosa
Oral
|
Normal Kurang dari
140 mg/dL
|
|
Prediabetes 140 –
199 mg/dL
|
|
Diabetes Sama atau lebih
dari 200 mg/dL
|
Sumber : American Diabetes Association (2014)
4) Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan
terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah
pada penderita diabetes.
Tabel 2.6. Klasifikasi Kadar
HBA1C
Hasil
|
Kadar HBA1C
|
Normal Kurang dari 5,7%
|
|
Prediabetes 5,7 –
6,4 %
|
|
Diabetes Sama atau lebih dari
6,5%
|
Sumber : American Diabetes Association (2014)
b.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa
darah
Menurut Suyono (2009) faktor
– faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah :
1)
Umur
Semakin tua umur seseorang
maka resiko peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa akan
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh
termasuk sel pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa
mengalami degradasi yang menyebabkan
hormon insulin yang dihasilkan terlalu sedikit, sehingga kadar gula darah
menjadi tinggi.
2) Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh yang
berlebihan dan obesitas menggambarkan gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu penyebab
yang sering ditemukan adalah karena makan berlebih. Pola hidup yang seperti ini
dapat memperberat kerja organ tubuh termasuk kerja sel pankreas yang
memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang banyak karena banyaknya bahan
makanan yang dikonsumsi.
3) Diet dan Susunan Makanan
Jenis diet dan komposisi
makanan juga mempengaruhi kadar gula darah. Diet dengan pola menu seimbang
lebih dianjurkan untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh dan dapat menghindarkan
dari beberapa jenis penyakit – penyakit khususnya penyakit degeneratif.
Konsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan dan teratur dapat mencegah
pelonjakan kadar glukosa darah secara tepat. Jumlah total kalori seseorang
dikategorikan baik adalah berkisar antara 80 % - 100 % dari total kalori yang dianjurkan.
Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang adalah dengan
menggunakan rumus Harris Beneict yang mempertimbangkan jenis kelamin, BB, TB,
umur, dan faktor aktifitas.
4) Jenis Makanan
Pemilihan jenis makanan
sangat berperan dalam mengendalikan kadar gula darah. Makanan yang tinggi serat
dan pemilihan jenis karbohidrat kompleks yang mempunyai indeks glikemik yang
rendah dapat mengendalikan kadar gula darah dengan cara yang lebih aman dan
sehat. Jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dapat mempercepat
kenaikan kadar gula darah dan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat
mempercepat munculnya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Apabila individu
mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang, kebutuhan
insulin tentunya akan bertambah banyak, terjadi hiperinsulinemia yang akhirnya
muncul gangguan toleransi glukosa. (Pemayun,
2007)
5) Jenis Kelamin
Kadar glukosa darah
menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Kadar glukosa darah perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan laki – laki di Amerika. Hal ini berarti risiko
gangguan toleransi glukosa pada wanita Amerika lebih tinggi dibandingkan laki –
laki. Sama halnya dengan Amerika, wanita di Indonesia mempunyai risiko gangguan
toleransi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, hal ini
disebakan karena tingkat aktifitas fisik wanita Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan laki – laki, serta pada wanita diketahui komposisi lemak
tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Komposisi lemak yang tinggi
menyebabkan wanita akan cenderung lebih mudah gemuk dan hal ini berkaitan
dengan risiko GTG. (Pemayun, 2007)
6) Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik secara
teratur menambah sensitifitas insulin dan menambah toleransi glukosa.
Penelitian prospektif memperlihatkan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan
berkurangnya risiko terhadap gangguan toleransi glukosa terutama pada kelompok
berisoko tinggi yaitu wanita usia > 40 tahun dengan BB berlebih. Aktifitas
fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, distribusi lemak tubuh,
dan kontrol glukosa darah sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Toleransi
Glukosa (GTG). Olah raga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah disebabkan
karena bertambahnya sensitivitas insulin yang dapat dicapai dengan pengurangan Indeks
Massa Tubuh melalui bertambahnya aktifitas fisik. (Pemayun, 2007)
No comments:
Post a Comment