Showing posts with label judul keperawatan. Show all posts
Showing posts with label judul keperawatan. Show all posts

Friday, October 20, 2023

Aspek-Aspek Kontrak Psikologis

 


Menurut Rousseau (1989), mengemukakan bahwa aspek kontrak
psikologis terdapat pada harapan tentang janji organisasi kepada karyawan atas
kontribusi dalam perusahaan serta mempunyai kinerja yang baik. Seperti peluang
pengembangan karir, konten pekerjaan, atmosfer sosial, imbalan finansial, dan
keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan.
Ketika organisasi memenuhi tugas kewajibannya maka karyawan
berkontribusi terhadap organisasi dalam menyeimbangkan masalah pribadi
dengan masalah di dalam organisasi seperti, loyalitas terhadap organisasi,
ketersediaan bekerja yang maksimal, mempunyai perilaku yang baik kepada
sesama karyawan ataupun kepada atasannya (Rousseau, 1989).

Spiritualitas Individu

 


  
Spiritualitas selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan seorang
individu. Roof (2015) mendefinisikan spiritualitas individu sebagai
pengalaman atau hubungan pribadi dengan yang ilahi dan
menginformasikan keberadaan seseorang yang membentuk makna, tujuan,
dan misi di kehidupan sehari-hari mereka. Istilah spiritualitas individu
disebut pula sebagai personal spirituality (Milliman dan Czaplewski, 2003)
yang menggambarkan sebuah usaha atau praktek seseorang untuk menjadi
makhluk spiritual dalam tataran individu. Spiritualitas ini berkaitan dengan
sisi emosi, perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang dihidupi oleh seseorang.
Berkaitan dengan pekerjaan, spiritualitas mendorong seseorang untuk
mencari pemenuhan makna kerja dan mengintegrasikan spiritualitasnya
dalam bekerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dalam
kehidupan kerjanya (Roof, 2015).

Definisi Spiritualitas

 


Spiritualitas berakar pada kata spirit yang mengandung arti semangat
dan jiwa/roh sedangkan spiritual berarti berhubungan dengan atau bersifat
kejiwaan/batin (KBBI, 2008). Istilah “spiritualitas” sendiri diambil dari kata
latin spiritus yang berarti nafas. Istilah berkaitan dengan kata Yunani
pneuma yang mengacu pada nafas hidup atau jiwa. Merujuk pada arti
harafiahnya, spiritualitas merupakan aspek dan bagian hidup manusia yang
memberikan semangat, jiwa dan nafas bagi kehidupan manusia. Beberapa
literatur menyebutkan adanya keberagaman definisi dari istilah spiritualitas
karena munculnya perkembangan pemahaman dan aplikasi spiritualitas
dalam hidup manusia. Spiritualitas didefinisikan tidak hanya berkaitan
dengan aspek keagamaan, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia seperti kecerdasan spiritual, kepemimpinan spiritual, spiritualitas
kerja, dan lain sebagainya.
Spiritualitas merupakan kecenderungan untuk mencari tujuan utama
dalam hidup dan mengusahakan hidup seperti tujuan tersebut (Mitroff dan
Denton, 1999). Tujuan hidup menjadi hal penting dan selalu diusahakan
oleh manusia. Setiap kali seseorang melakukan kegiatan pasti di dalamnya
terdapat hal-hal atau keinginan yang ingin dicapai olehnya. Hal ini senada
dengan ungkapan dari Pargament dan Mahoney (2004) yang mendefinisikan
spiritualitas sebagai proses hidup seseorang yang berupa makna dan tujuan
yang berdampak pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Selain itu,
spiritualitas sering dicirikan sebagai proses dinamis di mana perasaan
transendental pribadi seseorang terus berinteraksi dengan lingkungan
eksternal untuk memberi energi pada pengetahuan, emosi, dan perilaku
individu (Giacalone dan Jurkiewicz, 2003). Secara garis besar, spiritualitas
dapat diartikan sebagai dorongan batin yang besar untuk bergerak mencapai
tujuan dan mencari makna dalam hidup pribadi seseorang

Penatalaksanaan CKD

 


Penatalaksanaan medis menurut Mansjoer (2010) yaitu:
a. Tentukan dan tatalaksana
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam,
furosemid dosis besar (250-1000 mg /hari ) pengawasan untuk
mencegah kelebihan cairan.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/dl ) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia uremia.
d. Kontrol hipertensi karena bila tidak terkontrol dapat terakselerasi
dengan hasil akhir gagal jantung kiri.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia,
dihindari masukan kalium yang besar, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya, penghamat ACE dan obat anti
inflamasi non steroid).
f. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai
pasien imunosupreif dan diterapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat-obatan yang
harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya, digoksin, amingikosi,
analgesicopiate, amforesin, Juga obat-obatan yang meningkatkan
katabolisme dan ureum darah, misalnya tetraklin, koortkosteroid, dan
sitostatik.
h. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol
dengan obat yang mengikat fosfot seperti aluminium hidroksida (300-
180) atau kalsium karbonat (500-3000) pada setiap makan.
i. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, perikarditis, neropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, kegagalan untuk
bertahan, sehingga diperlukan dialysis dan program tranplantasi.

Etiologi CKD

 


Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain dengan penyebab utama dan insiden CKD di Amerika Serikat.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani HD di Indonesia. Penyebab Utama
CKD di Amerika Serikat (1995-1999) Penyebab Insiden Diabetes mellitus
44% Tipe 1 (7%) Tipe 2 (37%) Hipertensi dan penyakit pembuluh darah
besar 27% Glomerulonefritis 10% Nefritis interstisialis 4% Kista dan
penyakit bawaan lain 3% Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis)
2% Neoplasma 2% 15 Tidak diketahui 4% Penyakit lain 4%. Penyebab
Gagal Ginjal yang Menjalani HD di Indonesia Th. 2000 Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39% Diabetes Mellitus 18,65% Obstruksi dan infeksi
12,85% Hipertensi 8,46% Sebab lain 13,65% Dikelompokkan pada sebab
lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit
ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.

Patofisiologi CKD

 


Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
relatif sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut.Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGF- β).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas CKD adalah albuminuria hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terjadinya variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium
paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve) pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (RRT) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dinyatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.

Pengertian CKD (Coronary Kidney Disease)

  

CKD (Coronary Kidney Disease) adalah suatu proses
patofisiologis yang disebabkan oleh etiologi yang bermacam-macam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal
merupakan suatu kondisi klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.
Uremia adalah sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada CKD.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup

 


Menurut Moons dkk (Nofitri, 2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup yaitu:
a. Jenis Kelamin
Pendapat Moons dkk (2014) dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan Bain dkk (2013), mereka menemukan bahwa adanya
perbedaan kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan. Kualitas
hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup
perempuan.
b. Usia
Pendapat Moons dkk dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Warner dkk (2014) pada responden berusia tua yang menemukan
adanya kontribusi dari faktor usia terhadap kualitas hidup karena
individu pada masa tua sudah melewati masa untuk melakukan
perubahan hidupnya sehingga mereka cenderung mengevaluasi
hidupnya dengan lebih positif dibandingkan saat masa mudanya.
c. Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahl dkk (2014)
mengungkapkan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan
lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu.
d. Pekerjaan
Moons dkk (2014) mengatakan bahwa terdapat perbedaan
kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,
penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja, dan penduduk
yang tidak mampu bekerja.
e. Status Pernikahan
Moons dkk (2014) mengatakan bahwa terdapat perbedaan
kualitas hidup antara individu yang menikah, janda, tidak menikah,
bercerai, dan kohabitasi. Berdasarkan hal tersebut Merz dan Gierveld
(2016) menyatakan bahwa ketidak adanya kehadiran pasangan akan
berdampak pada hilangannya jaringan sosial yaitu tidak ada tempat
untuk bertukar ide atau pendapat, kedua ketika membutuhkan bantuan
yang biasanya selalu bergantung pada pasangan kini tidak ada yang
membantu, dan ketiga orang-orang yang hidup tanpa pasangan setelah
kematian sangat mungkin mengalami kesepian yang terlarut hingga
intensitas yang lama. Berbeda halnya dengan status menikah, seperti
hasil dari Penelitian yang dilakukan oleh Wikananda (2015)
menghasilkan dengan status menikah kecenderungan memiliki kualitas
hidup yang lebih baik sehingga tidak merasa kesepian. Pernikahan erat
kaitannya dengan kasih sayang dan rasa berbagi yang dibutuhkan, serta
saling membantu baik dalam hal fisik maupun mental.

Aspek-aspek Kualitas Hidup

 


Aspek-aspek kualitas hidup yaitu:
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik mencakup aktifitas sehari-hari, ketergantungan obat dan
bantuan kesehatan, energi dan lelah, gerakan, sakit, dan kegelisahan,
tidur dan istrahat, dan kapasitas kerja.
b. Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan psikologis mencakup pandangan diri tentang tubuh dan
rupa, perasaan negatif, harga diri, spritualitas, agama, kepercayaan diri,
fikiran, belajar, memori, dan konsentrasi.
c. Hubungan Sosial
Hubungan sosial mencakup hubungan personal, dukungan sosial, dan
aktifitas seksual.
d. Kesejahteraan di Lingkungan
Kebahagiaan lingkungan mencakup sumber keuangan, kebebasan,
keamanan fisik, kesehatan dan kepedulian sosial, lingkungan rumah,
kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru,
partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi dan memiliki waktu luang,
lingkungan fisik yang meliputi polusi, kebisingan, kemacetan, dan
suasana lingkungan, dan transportasi

  Pengertian Kualitas Hidup

 


Kualitas hidup merupakan konsep luas yang dipengaruhi dalam
cara kompleks yaitu dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis,
tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan hubungan
mereka dengan fitur yang menonjol dari lingkungan hidup mereka.
Kualitas hidup merupakan tindakan yang telah banyak digunakan dan
cenderung berkembang menuju hasil yang lebih berpusat pada kesabaran,
tidak hanya berdasarkan pada kelangsungan hidup (Heath J, dkk, 2011).
Kualitas hidup didefinisikan sebagai konstrak multidimensional
termasuk kesehatan fisik, kepercayaan diri, kebahagiaan psikologis, peran
fungsi, dan pengertian subjektif atas hidup termasuk kepuasan, hubungan
sosial, dan hubungan dengan kegiatan sosial. Ikalius dkk (Khotimah, 2013)
mendefinisikan kualitas hidup adalah kemampuan individu untuk
berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat serta
merasa puas dengan peran tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kualitas hidup adalah pandangan dan persepsi individu atas posisi mereka
dalam kehidupan di dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana
mereka tinggal, dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan
kekhawatiran, dan dalam melihat kemampuan mereka untuk berfungsi
dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat serta merasa
puas dengan peran tersebut

Standar Operasional Prosedur Spiritual Care berdasarkan Nursing Interventions Classification (NIC

 ) Labels NO NIC Label Perencanaan

NIC Pelaksanaan NIC
a. Fasilitasi pertumbuhan spiritual
1) Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Mendorong pasien melakukan praktek spiritual
3) Mendukung pasien aktif dalam kegiatan keagamaan
4) Mendorong pasien meningkatkan hubungan
5) Mempromosikan hubungan dengan orang lain untuk kegiatan
keagamaan
6) Menciptakan lingkungan yang nyaman
7) Meminta keluarga, kerabat peduli dengan spiritual pasien
8) Memberikan kartu ucapan pada pasien
9) Menyediakan lingkungan yang nyaman danmerujuk kepemuka
agama
10) Menyediakan tempat berdo’a pasien dengan pemuka agama
b. Dukungan spiritual
1) Mendorong pasien melakukan kegiatan keagamaan jika diinginkan
2) Mendorong pasien menggunakan sumber daya spiritual jika
diinginkan
3) Menyediakan artikel keagamaan
4) Menfasilitasi pasien menggunakan meditasi, do’a, ritual dan tradisi
agama lainnya
5) Mendengarkan dengan aktif
6) Meyakinkan pasien bahwa perawat mendukung pasien
7) Mengingatkan pasien untuk ibadah
8) Mengantar pasien ibadah
9) Menawarkan spiritual care
10) Menanyakan apakah pasien dan keluarga butuh pemuka agama
11) Menyediakan artikel keagamaan
12) Mengijinkan pasien untuk meditasi, berdo’a, dan ritual lainnya
13) Mendengarkan dengan aktif ungkapan pasien tentang perasaannya
14) Menghibur pasien
15) Mendiskusikan tentang penyakit dan kematian
c. Kehadiran
1) Menunjukkan sikap menerima
2) Mengungkapkan, membangun kepercayaan dan mengakui pasien
sebagai individu yang unik
3) Berbicara dengan keluarga pasien
4) Menawarkan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
5) Penguatan melalui sentuhan
6) Mendengarkan keprihatinan pasien
7) Menyentuh pasien :memeluk,membelai, berpegangan tangan
d. Mendengarkan dengan aktif
1) Menetapkan tujuan untuk berinteraksi
2) Menunjukkan kesadaran dan kepekaan terhadap emosi pasien
3) Mendorong pasien untuk merefleksikan sikap, pengalaman masa
lalu dengan situasi saat ini
4) Membiarkan pasien bercerita tentang pasien sendiri
5) Mendorong pasien untuk selalu semangat
6) Melakukan diskusi tentang hal-hal yang tidak pasti
e. Humor Membuat cerita lucu sehingga pasien gembira serta membuat
humor dengan cerita lucu

Merumuskan Diagnosa Keperawatan

 


Peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait
dengan spiritual pasien mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain,
pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa
bersalah (spiritual guilt), marah (spiritualanger), kehilangan (spiritual
loss), putus asa (spiritual despair). Distresspiritual selanjutnya dijabarkan
dengan lebih spesifik sebagai berikut :
a. Spiritual pain
Spiritual pain merupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan
pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit
terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan
mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya tidak
sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol
ketika pasien menjelang ajal.
b. Pengasingan diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien
merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan
penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan
ketika saya butuh Dia hadir?
c. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan,
takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya.
Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman
dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa
hidupnya.
d. Rasa bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang
seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan
hal-hal yang tidak disukai Tuhan
e. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan
kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa
Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita.
f. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan,
takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang
kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak
berguna dan tidak berdaya.
g. Putus asa (spiritual despair)
Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu
hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum
orang-orang yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan.

Peran Perawat Dalam Spiritual Care

 


Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual
pasien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengkaji praktik
dan ritual keagamaan pasien. Perlu memahami spiritualitas pasien dan
kemudian secara tepat mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber
yang diperlukan (nanda, 2015).
Balldacchino (2016) menyimpulkan bahwa perawat berperan
dalam proses keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan
serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga
berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan
organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam
keperawatan. Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan
spiritual care dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien
Pengkajian spiritual menurut (NANDA, 2015) terdiri dari
pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian
riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan
misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting sekarang”,
bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual”. Pasien yang
memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang
beresiko mengalami distress spiritual harus dilakukan pengkajian
spiritual lebih lanjut. Kozier menyarankan pengkajian spiritual
sebaiknya dilakukan pada akhir proses pengkajian dengan alasan pada
saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara perawat
dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat meningkatkan
sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan
saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan pengkajian
spiritual pasien.
Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat wawancara untuk
mengkaji spiritual pasien antara lain : adakah praktik keagamaan yang
penting, bagaimana situasi yang dapat mengganggu praktik keagamaan,
apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan pasien, dengan cara
bagaimana perawat dapat memberi dukungan pada spiritual pasien, apa
harapan-harapan pasien dan sumber-sumber kekuatan pasien sekarang,
apa yang membuat pasien merasa nyaman selama masa-masa sulit ini.
Pada pengkajian klinik menurut (NANDA, 2015) meliputi :
b. Lingkungan
Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau
dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku do’a lainnya, literaturliteratur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan
misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan, Apakah gereja atau
mesjid mengirimkan bunga atau buletin.
c. Perilaku
yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu
lainnya atau membaca literatur keagamaan, Apakah pasien mengalami
mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan kemarahan
pada Tuhan.
d. Verbalisasi
yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan
yang Maha Tinggi, tentang do’a-do’a, keyakinan, mesjid, gereja, kuil,
pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan, Apakah pasien
menanyakan tentang kunjungan pemuka agama, Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya akan kematian.
e. Afek dan sikap
yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi,
marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdo’a.
f. Hubungan interpersonal
yaitu siapa yang berkunjung, Apakah pasien berespon terhadap
pengunjung, Apakah ada pemuka agama yang datang, Apakah pasien
bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat.
Pedoman pengkajian spiritual menurut Hamid, 2008) mencakup
empat area yaitu konsep tentang Tuhan, sumber harapan dan kekuatan,
praktek agama dan ritual, hubungan antara keyakinan spiritual dan
kondisi kesehatan. Pertanyaan yang dapat diajukan perawat untuk
memperoleh informasi tentang pola fungsi spiritual pasien sebagai data
subjektif antara lain, sebagai berikut : apakah agama atau Tuhan
merupakan hal yang penting dalam kehidupan, Kepada siapa anda
biasanya meminta bantuan, Apakah anda merasa bahwa kepercayaan
(agama) membantu, Jika ya, jelaskan bagaimana dapat membantu,
Apakah sakit atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami
telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan, Mengapa anda di rumah
sakit, Apakah kondisi sakit telah mempengaruhi cara anda memandang
kehidupan, Apakah penyakit anda telah mempengarui hubungan anda
dengan orang yang paling berarti dalam kehidupan anda, Apakah
kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat
diri anda sendiri, Apakah yang paling butuhkan saat ini.
Dalam mengkaji spiritual pada ana (Hamid, 2008) membuat
pertanyaan sebagai berikut : bagaimana perasaanmu ketika dalam
kesulitan, Selain kepada orang tua kepada siapa engkau meminta
perlindungan ketika sedang merasa takut, Apa kegemaran yang
dilakukan ketika sedang merasa gembira atau sedih, Engkau tahu siapa
Tuhan itu, Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui
observasi. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak
kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, atau apatis, Apakah pasien
tampak berdo’a sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan, Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi
buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, atau
mengekspresikan kemarahannya terhadap agama, Apakah pasien
menyebut nama Tuhan, do’a, rumah ibadah, atau topik keagamaan
lainnya, Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka
agama, Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya terhadap
kematian, konflik batin tentang keyakinan agama, kepedulian tentang
hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaannnya
didunia, arti penderitaan, Siapa pengunjung pasien, Bagaimana pasien
berespon terhadap pengunjung, Apakah pemuka agama datang
menjenguk pasien, Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang
lain dan dengan tenaga keperawatan, Apakah pasien membawa kitab
suci atau perlengkapan sembahyang lainnya, Apakah pasien menerima
kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan.
Menurut Smyt (2011) pengkajian spiritual pasien dimulai dari
pasien atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan melalui
pengamatan termasuk interaksi pasien dengan perawat, keluarga dan
pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan tekanan emosional.
Perawat dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien
jika komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien,
sehingga perawat dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan halhal yang terkait kebutuhan spiritual (Sartory, 2010).

 Kebutuhan Spiritual

 


Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai dan
dicintai, menjalani hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan (Hamid,
2011). Menurut Hodge et al (2011) menyebutkan bahwa individu
dikuatkan melalui “spirit” yang mengakibatkan peralihan yang penting
selama periode sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hodge et al
(2011) menemukan enam kebutuhan spiritual pasien yaitu :
a. Makna,tujuan, dan harapan hidup
Merupakan kebutuhan untuk memahami peristiwa dalam kehidupan
secara keseluruhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
penyakitnya, mengapa penyakit ada pada dirinya, dengan adanya
penjelasan diharapkan pasien tidak putus asa, berfikir positif,
mensyukuri berkat Tuhan, fokus pada hal-hal yang baik,membuat
hidup menjadi lebih berarti. Kebutuhan akan makna, tujuan, dan
harapan erat kaitannya dengan kebutuhan akan hubungan dengan
Tuhan.
b. Hubungan dengan Tuhan
Bagi pasien hubungan dengan Tuhan menjadi kebutuhan yang sangat
penting yang dapat membantu mereka menghadapi masa-masa sulit,
memberikan rasa yang utuh tentang makna dan tujuan serta
memberikan harapan untuk masa kini, masa depan, dan masa akhirat.
Perilaku yang ditunjukkan pasien adalah memohon, komunikasi
dengan Tuhan, menerima kehendak Tuhan, menerima rencana Tuhan,
percaya bahwa Tuhan yang menyembuhkan penyakitnya, yakin akan
kehadiran Tuhan pada masa-masa perawatan penyakitnya dan pasien
percaya Tuhan yang memelihara dan mengawasi mereka.
c. Praktek spiritual
Pasien mempunyai keinginan untuk terlibat dalam kegiatan ibadah
secara rutin. Dengan kegiatan ibadah pasien berharap dapat
meningkatkan hubungan dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi
segala cobaan yang mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh
pasien adalah berdoa, membaca kitab suci, pelayanan keagamaan,
mendengar musik rohani dan membaca buku yang bertema rohani.
d. Kewajiban agama
Hal ini berhubungan dengan tradisi agama pasien misalnya adanya
makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan proses penguburan
yang harus dihormati.
e. Hubungan interpersonal
Selain hubungan dengan Tuhan, pasien juga membutuhkan hubungan
dengan orang lain, termasuk hubungan dengan kaum ulama.
Kebutuhan ini meliputi : mengunjungi anggota keluarga, menerima
do’a orang lain, meminta maaf, menerima dukungan, dihargai dan
dicintai orang lain.
f. Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Pasien berharap memiliki interaksi dengan perawat dan tenaga
kesehatan lainnya. Pasien membutuhkan para tenaga kesehatan
memiliki ekspresi wajah yang ramah, kata-kata dan bahasa tubuh yang
baik, menghormati, empati, peduli, memberikan informasi tentang
penyakitnya secara lengkap dan akurat, dan mendiskusikan tentang
pilihan pengobatan. Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada
klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual
klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat juga
menghindari untuk memberikan asuhan spiritual. Perawat merasa
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tugasnya,
tetapi tanggung jawab pemuka agama (Suratmi, 2011)

Spiritual Care

 


Spiritual Care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh
perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Menurut Meehan (2012) spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan
untuk membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan tindakan
praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yaitu
mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan
kelemahlembutan. Jamieson (2010) mengatakan bahwa spiritual care
merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental dimana
perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien. Mc Sherry & Jamieson
(2010) mengatakan bahwa spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada
pasien. Spiritual care berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang
ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan
memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya
(Mahmoodishan, 2010).
Spiritual care tidak mempromosikan agama atau praktek untuk
meyakinkan pasien tentang agamannya melainkan memberi kesempatan
pada pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan mereka, dan
memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya (Sartori, 2010). Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah praktek dan
prosedur keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus
pada menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik,
mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi kesempatan pada pasien
untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada
pasien dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak
mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang
agamannya

Definisi spiritual 

  

 Spiritus yang berarti hembusan atau bernafas, kata ini memberikan
makna segala sesuatu yang penting bagi hidup manusia. Seseorang
dikatakan memiliki spirit yang baik jika orang tersebut memiliki harapan
penuh, optimis dan berfikir positif, sebaliknya jika seseorang kehilangan
spiritnya maka orang tersebut akan menunjukkan sikap putus asa, pesimis
dan berfikir negatif (Roper, 2012). Terdapat berbagai defenisi spiritual
menurut sudut pandang masing-masing. Mahmoodishan (2010) dan
Vlasblom (2012) mendefenisikan spiritualitas merupakan konsep yang
luas, sangat subjektif dan individualis, diartikan dengan cara yang berbeda
pada setiap orang. Spiritualitas adalah kepercayaan seseorang akan adanya
Tuhan, dan kepercayaan ini menjadi sumber kekuatan pada saat sakit
sehingga akan mempengaruhi keyakinannya tentang penyebab penyakit,
proses penyembuhan penyakit dan memilih orang yang akan merawatnya
(Hamid, 2008)

Proses Keperawatan Dalam Spiritual Care

 


Penerapan proses keperawatan dari perspektif kebutuhan spiritual
pasien tidak sederhana. Hal ini sangat jauh dari sekedar mengkaji praktik dan
ritual keagamaan pasien. Perlu memahami spiritualitas pasien dan kemudian
secara tepat mengidentifikasi tingkat dukungan dan sumber yang diperlukan
(Potter & Perry, 2005). Proses keperawatan sebagai suatu metode ilmiah
untuk menyelesaikan masalah keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan spiritual yaitu:
a. Pengkajian
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat
dalam mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien. Pengkajian
tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukan tingkat
perawatan dan dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami
pendekatan spiritual akan menjadi yang paling berhasil (Potter & Perry,
2005). Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan
objektif. Pengkajian data subjektif meliputi konsep tentang Tuhan atau
ketuhanan, sumber harapan dan kekuatan, praktik agama dan ritual,
hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Sedangkan
data pengkajian objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang
meliputi pengkajian afek dan sikap, prilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama
dilakukan melalui observasi (Hamid, 2000).
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan spiritual menurut
North Nursing Diagnosis Association adalah distress spiritual. Definisi
distress spiritual adalah rentan terhadap gangguan kemampuan
merasakan dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui
keterhubungan dalam diri, sastra, alam, dan kekuatan yang lebih besar
dari dirinya sendiri, yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA, 2015).
Ketika meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan
informasi kedalam diagnosa keperwatan yang sesuai. Perawat harus
mempertimbangkan status kesehatan klien terakhir dari perspektif
holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip kesatuan. Setiap diagnosa
harus mempunyai faktor yang berhubungan dan akurat sehingga
intervensi yang dihasilkan dapat bermakna dan berlangsung (Potter &
Peery 2005).
c. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan
terindentifikasi, selanjutnya perawat dan klien menyusun kriteria hasil
dan rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien dengan
distress spiritual difokuskan pada menciptakan lingkungan yang
mendukung praktik keagamaan dan kepercayaan yang biasanya
dilakukan (Nurinto, 2007).
Menetapkan suatu perencanaan perawatan, tujuan diteptapkan
secara individual, dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area
beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan
(Hamid, 2000). Menurut Potter & Perry (2005) terdapat tiga tujuan untuk
pemberian perawatan spiritual, yaitu:
1) Klien merasakan perasaan percaya pada pemberian keperawatan.
2) Klien mampu terikat dengan anggota sistem pendukung.
3) Pencarian pribadi klien tentang makna hidup menigkat.
d. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi
dengan melakukan prinsip-prinsip kegiatan ashuan keperawatan sebagai
berikut (Hamid, 2000):
a) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
b) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
spiritualnya.
c) Jangan berasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
d) Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual klien.
e) Berespon secara singkat, spesifik, dan faktual.
f) Mendengarkan secara aktif dan menunjukan empati yang berarti
menghayati masalah klien.
g) Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung
menerima, bertanya, memberi infromasi, refleksi, menggali perasaan
dak kekuatan yang dimiliki klien.
h) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan
verbal klien.
i) Bersifat empati yang berarti memahami perasaan klien.
j) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti
menyetujui klien.
k) Menentukan arti dan situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap
penyakit.
l) Apabila klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan, atau anugrah dari Tuhan.
m) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban
agama.
n) Memberi tahu pelayanan spiritual yang tersedia dirumah sakit.
e. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil
yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan
data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan
keperawatan tercapai apabila secara umum klien: 1) mampu beristirahat
dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan
Tuhan, 3) menunjukan hubungan yang hangat dan terbuka dengan
pemuka agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan
keberadaannya, 5) menunjukan afek positif tanpa rasa bersalah dan
kecemasan.
Perawat mengintervensi keperawatan membantu menguatkan
spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritual klien dengan
prilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan. Klien
harus mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan citra diri
yang kuat dan realistis (Hamid, 2000)

Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Spiritual Care

 


Bastable (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang dalam pemberian asuhan keperawatan
yaitu:
a. Aribut pribadi
Atribut seseorang seperti tahap perkembangan, usia, gender,
kesiapan, emosi, nilai dan keyakinan, fungsi pengindraan, kemampuan
kognitif, tingkat pendidikan, status kesehatan dan tingkat keparahan
penyakit dapat membentuk motivasi individu. Jenis kelamin merupakan
atribut pribadi yang dapat mempengaruhi motivasi. Hal ini kemungkinan
disadari adanya persepsi bahwa perawat adalah pekerjaan seorang
perempuan dan sesuai dengan sejarah awal profesi keperawatan yang
dimulai dari Florence Nightingale yang mulanya sebagai pekerjaan yang
didasari kasih sayang seorang ibu atau perempuan (Nasution, 2009).
Penelitian lain oleh Nugroho (2004) juga menyebutkan bahwa dengan
tingkat pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih menguasai
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pendidikan begitu penting bagi
kebutuhan karyawan seiring dengan berkembangnya dunia bisnis maka
karyawan dituntut memiliki pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi
tingkat pendidikan karyawan maka dapat diasumsikan lebih memiliki
pengetahun, kemampuan, serta keterampilan tinggi. Faizin dan Winarsih
(2008) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan tingkat
pendidikan perawat dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum
Pandan Arang Boyolali.
b. Lingkungan
Karakteristik fisik lingkungan, jangkauan dan ketersediaan
sumber daya, dan berbagai jenis reward perilaku dapat mempengaruhi
tingkat motivasi seseorang. Penelitian yang dilakukan Ningsih, Priyo, dan
Suratmi (2011) menyebutkan bahwa perawat pelaksana akan memiliki
kinerja baik apabila ada reward dari rumah sakit dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab keprofesiannya.
c. Sistem hubungan
Sistem pendukung individu seperti keluarga dan pihak yang
berkepentingan lain, identitas kultural, peran dalam komunitas, dan
interaksi individu dengan orang sekitarnya akan berdampak pada
motivasi yang dirasakan. Zaenah (2014) mengatakan bahwa perawat akan
termotivasi dalam bekerja apabila sistem pendukung atau tempat bekerja
juga mendukung pemuasan motivasi perawat seperti kesempatan promosi
jabatan dan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Noor (2013), Herzberg
mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi dikenal dengan istilah faktor pemuas
(motivation/intrinsic factor) dan faktor kesehatan (hiegine/extrinsic
factor).

Peran Perawat Terkait Dengan Spiritual

 


Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989) dalam
Mubarak (2009), terdiri atas:
a. Pemberian asuhan keperawatan (Care Provider)
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan
perawat dengan mempertahankan kebutuhan dasar manusia, meliputi
kebutuhan dasar terkait spiritual melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Masalah yang
muncul dapat ditentukan diagnosis keperawatan, perencanaan, tindakan
yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan yang dialaminya, dan dapat
dievaluasi tingkat perekmbangannya. Asuhan keperwatan yang diberikan
mulai dari hal sederhana sampai dengan masalah yang kompleks dan
harus secara komperhensif yaitu meliputi bio-psiko-sosio- dan spiritual.
b. Pembelaan Pasien (Clien Advocate)
1. Bertanggung jawab untuk membantu pasien dan keluarga dalam
menginterprestasikan informasi dari berbagai pemberian pelayanan
dan memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil
persetujuan (inform concent).
2. Perawat juga berperan untuk mempertahankan dan melindungi hakhak pasien yang meliputi: hak atas pelayanan yang komperhensif
seperti pemenuhan kebutuhan spiritual, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi dan hak menerima ganti rugi akibat
kelalaian tindakan.
c. Konseling (Conselor)
Konseling adalah proses membantu pasien untuk menyadari dan
mengatasi tekanan psikologis, spiritual, dan masalah sosial untuk
membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan seseorang, di dalam konseling, perawat memberikan
dukungan emosional, spiritual dan intelektual.
d. Pendidik (Educator)
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam
meningkatkan pengetahuan kesehatannya serta dalam hal ini perawat
dapat memberikan pendidikan spiritual terkait sehat dan sakit, sehingga
terjadi perubahan pada pasien baik secara fisik maupun psikologisnya.
e. Koordinator (Coordinator)
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta
mengorganisasikan pelayanan kesehatan dari tim kesehatan maupun tugas
kerohaniawan, sehingga pemberi pelayanan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan pasien.
f. Kolaborasi (Collabolator)
Peran ini dulakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri atas dokter, fisioterapis, ahli gizi, radiologi, laboratorium, dan
petugas rohaniawan. Perawat dapat berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan, termasuk diskusi atau tukar pendapat
dalam menentukan bentuk pelayanan yang komprehensif.
g. Konsultan (Consultant)
Peran ini berfungsi, perawat sebagai tempat konsultasi terhadap
masalah-masalah kesehatan maupun spiritual. Perawat dapat meberikan
solusi yang terbaik bagi pasien melalui hal ini.
h. Pembaharuan (Agent of Change)
Peran sebagai pembaharuan dapat dilakukan dengan cara
melakukan perubahan. Peningkatan dan perubahan adalah kompenen
esensial dari perawat, dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
dapat membantu pasien untuk merencanakan, melaksanakan dan menjaga
perubahan seperti pengetahuan tentang spitual, perasaan dan perilaku

Pengertian Perawat

 


Perawat adalah seseorang yang telah menempuh serta lulus
pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya
telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPNI/INNA hasil munas VII Manado).
Perawat adalah tenaga profesional dibidang perawatan kesehatan yang terlibat
dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan,
perlindungan, dan pemulihan orang luka atau pasien penderita penyakit akut
atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan
darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan.
Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta
menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan
fungsi perawatan kesehatan.
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 bahwa
perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh malalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi
peran dan fungsi pemberian ashuan keperawatan atau pelayanan
keperawatan, praktik keperawatan, pengelolaan institusi keperawatam,
pendidikan klien (individu, keluaraga, dan masyarakat) serta kegiatan
penelitian dibidang keperawatan.
Perawat merupakan salah satu profesi kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara professional dan komperhensif menyangkut
aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual berupa pelayanan; ausahan keperawatan,
advokat klien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti
yang merupakan bagian integral dari pemberi pelayanan kesehatan yang
berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta ditujukan klien sebagai
individu, keluarga, dan masyarakat (Aziz, 2004)