Monday, July 1, 2019

Lingkar Pinggang Tubuh (skripsi dan tesis)

  • Lingkar Pinggang Tubuh
Pengukuran lingkar pinggang dapat digunakan untuk memprediksi adanya timbunan lemak pada daerah intraabdomen, atau sering disebut obesitas sentral, yang merupakan salah satu penanda risiko penyakit kardiovaskular. Cara pengukuran lingkar pinggang yang tepat, dapat dilakukan pada titik tengah antara tulang rusuk terakhir dengan iliac crest. Pita pengukur harus menempel pada kulit, namun tidak sampai menekan dan sebaiknya pengukuran lingkar pinggang dilakukan ketika akhir respirasi (Coulston, Boushey, and Ferruzzi, 2013)
Lokasi pengukuran lingkar pinggang adalah tulang panggul atas dan kanan atas krista iliaka (iliac crest). Pita pengukur ditempatkan secara horizontal pada bidang di sekitar perut setinggi krista iliaka (Illiac Crest), dipastikan bahwa pita tersebut pas, tetapi tidak menekan perut, dan sejajar dengan lantai (National Institute of Health, 2010).
Jenis KelaminUkuran LP (cm) Ideal
Pria<90
Wanita<80
Sumber: National Institute of Health, 2010.
  • Rasio Lingkar Pinggang Tubuh
Rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP) adalah salah satu jenis pengukuran antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama obesitas sentral (WHO, 2008) dan merupakan indikator antropometri yang cukup akurat untuk menggambarkan komposisi lemak tubuh yang berkaitan dengan obesitas sentral (Kaulina, 2009).
RLPP merupakan metode untuk membedakan lemak tubuh bagian perut bawah dan pada bagian perut atas atau pinggang. Lemak yang lebih banyak terdapat di bagian bawah disebut obesitas gynoid yang banyak terjadi pada wanita, sebaliknya bila lemak lebih banyak terdapat di bagian perut abdomen maka disebut obesitas android dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Lemak tubuh yang diukur dengan rasio lingkar pinggang - panggul adalah lemak subcutan dan visceral. Simpanan lemak subcutan banyak terdapat di bagian pinggul (Gibson, 2005).

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (skripsi dan tesis)

Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (Soegondo. 2012). Untuk selanjutnya klasifikasi indeks massa tubuh akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
KategoriKg/m2
BB kurang< 18.5 BB
normal18.5 - 22.9
Overweight23.0 - 24.9
Obes I25.0 - 29.9
Obes II> 30
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Tabel 2.2. Tabel IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin untuk anak-anak dan remaja
KategoriKg/m2
BB kurangBerdasarkan usia di bawah persentil 5
BB normalBerdasarkan usia antara persentil 5 - 85
Memiliki risiko kelebihan beratBerdasarkan usia antara 85 - 95
BB lebihBerdasarkan usia di atas 95
Sumber: Centre for Obesity Research and Education 2007

Pengertian Indeks Massa Tubuh (skripsi dan tesis)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT  tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2012). IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan.
IMT juga dikaitkan dengan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai bakunya tidak tersedia (Supariasa dan Dewa Nyoman I. 2012)
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut rumus metrik:
Sumber: Grummer-Strawn LM et al., 2012.

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah (skripsi dan tesis)


Menurut American Diabetes Association (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya:
1)      Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.  
Tabel 2.4. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa


Hasil
Kadar Glukosa Darah Puasa
Normal                                           Kurang dari 100 mg/dL
Prediabetes                                             100 – 125 mg/dL
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 126 mg/dL
Sumber : American Diabetes Association (2014)



2)      Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
3)      Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.5. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral


Hasil
Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Normal                                           Kurang dari 140 mg/dL
Prediabetes                                             140 – 199 mg/dL
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 200 mg/dL
Sumber : American Diabetes Association (2014)
4)      Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
Tabel 2.6. Klasifikasi Kadar HBA1C

Hasil
Kadar HBA1C
Normal                                          Kurang dari 5,7%
Prediabetes                                             5,7 – 6,4 %
Diabetes                                    Sama atau lebih dari 6,5%
Sumber : American Diabetes Association (2014)

b.      Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah
Menurut Suyono (2009) faktor – faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah :

1)      Umur
Semakin tua umur seseorang maka resiko peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang  menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan terlalu sedikit, sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.
2)      Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh yang berlebihan dan obesitas menggambarkan gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu penyebab yang sering ditemukan adalah karena makan berlebih. Pola hidup yang seperti ini dapat memperberat kerja organ tubuh termasuk kerja sel pankreas yang memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang banyak karena banyaknya bahan makanan yang dikonsumsi.
3)      Diet dan Susunan Makanan
Jenis diet dan komposisi makanan juga mempengaruhi kadar gula darah. Diet dengan pola menu seimbang lebih dianjurkan untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh dan dapat menghindarkan dari beberapa jenis penyakit – penyakit khususnya penyakit degeneratif. Konsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan dan teratur dapat mencegah pelonjakan kadar glukosa darah secara tepat. Jumlah total kalori seseorang dikategorikan baik adalah berkisar antara 80 % - 100 % dari total kalori yang dianjurkan. Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seseorang adalah dengan menggunakan rumus Harris Beneict yang mempertimbangkan jenis kelamin, BB, TB, umur, dan faktor aktifitas.
4)      Jenis Makanan
Pemilihan jenis makanan sangat berperan dalam mengendalikan kadar gula darah. Makanan yang tinggi serat dan pemilihan jenis karbohidrat kompleks yang mempunyai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar gula darah dengan cara yang lebih aman dan sehat. Jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dapat mempercepat kenaikan kadar gula darah dan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat mempercepat munculnya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Apabila individu mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi dalam jangka panjang, kebutuhan insulin tentunya akan bertambah banyak, terjadi hiperinsulinemia yang akhirnya muncul gangguan toleransi glukosa. (Pemayun, 2007)
5)      Jenis Kelamin
Kadar glukosa darah menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Kadar glukosa darah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki di Amerika. Hal ini berarti risiko gangguan toleransi glukosa pada wanita Amerika lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Sama halnya dengan Amerika, wanita di Indonesia mempunyai risiko gangguan toleransi glukosa lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki, hal ini disebakan karena tingkat aktifitas fisik wanita Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki – laki, serta pada wanita diketahui komposisi lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Komposisi lemak yang tinggi menyebabkan wanita akan cenderung lebih mudah gemuk dan hal ini berkaitan dengan risiko GTG. (Pemayun, 2007)
6)      Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik secara teratur menambah sensitifitas insulin dan menambah toleransi glukosa. Penelitian prospektif memperlihatkan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko terhadap gangguan toleransi glukosa terutama pada kelompok berisoko tinggi yaitu wanita usia > 40 tahun dengan BB berlebih. Aktifitas fisik mempunyai efek menguntungkan pada lemak tubuh, distribusi lemak tubuh, dan kontrol glukosa darah sehingga dapat mencegah terjadinya Gangguan Toleransi Glukosa (GTG). Olah raga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah disebabkan karena bertambahnya sensitivitas insulin yang dapat dicapai dengan pengurangan Indeks Massa Tubuh melalui bertambahnya aktifitas fisik. (Pemayun, 2007)

Definisi Glukosa Darah (skripsi dan tesis)

Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa bertindak sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa, dan deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
Selain berasal dari makanan, glukosa dalam darah juga berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis (Kronenberg et al., 2008). Kadar glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam keadaan absorptif, sumber energi utama adalah glukosa. Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam keadaan pasca-absorptif, glukosa harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel darah merah yang sangat bergantung pada glukosa. Jaringan lain yang dapat menggunakan bahan bakar selain glukosa akan menggunakan bahan bakar alternatif (Sherwood, 2011)
Setelah mengkonsumsi makanan yang kaya akan karbohidrat, kadar glukosa darah dalam tubuh meningkat. Hal ini akibat hasil absorpsi karbohidrat dalam bentuk glukosa. Glukosa tersebut didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Sebagian glukosa dalam darah disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Dalam keadaan tidak ada asupan makanan (puasa), glikogen ini kelak akan diuraikan atau dipecah melalui proses glikogenolisis. Proses glikogenolisis memecah glikogen untuk menghasilkan glukosa.(Murray, et al. 2009)
Jumlah glukosa dalam darah dan cadangan glikogen di dalam tubuh akan habis jika lebih dari 30 jam tubuh tidak mendapat sedikit pun makanan sebagai sumber glukosa (energi). Hati dan organ-organ lain berperan dalam fungsi homeostasis glukosa. Regulasi konsentrasi glukosa darah dipengaruhi oleh sistem hormon. Hormon utama yang sangat berperan adalah insulin dan glukagon yang dihasilkan kelenjar pankreas serta hormon glukokortikoid yang dihasilkan kelenjar adrenal. (Thompson, et al. 2011)
Peningkatan glukosa darah akan sejalan dengan proses pencernaan karbohidrat. Saat pencernaan karbohidrat akan terjadi perangsaan terhadap sekresi insulin dan inhibisi terhadap sekresi glukagon. Perbedaan kadar hormon insulin dan glukagon saling bertolak belakang dalam merespon kadar glukosa darah. Insulin dan glukagon memiliki peran untuk mengatur homeostatis darah. (Martini, 2012)
Hormon dan fungsinya dalam mengatur kadar glukosa darah dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Fungsi Hormon dalam Meregulasi Kadar Glukosa Darah

HormonPengaruhya terhadap
glukosa
Rangsangan utama
untuk disekresikan
Peran
dalammetabolisme
Glukagon§     ↑ Glikogenolisis
§     ↓ Glikogenesis
§     ↑ Glukoneogenesis
§     ↑ Asam amino darah
§     ↓ Glukosa darah
Regulator utama pada
siklus absorptif dan pasca-absorptif,
proteksi tubuh terhadap hipoglikemia
Insulin§     ↑ Ambilan glukosa
§     ↓ Glikogenolisis
§     ↓ Glukoneogenesis
§     ↑ Glikogenesis
§     ↑ Asam amino darah
§     ↑ Glukosa darah
Regulator utama pada
siklus absorptif dan pasca-absorptif
Epinefrin§     ↑ Sekresi glukagon
§     ↑ Glikogenolisis
Stimulasi sarah simpatis
(contoh : saat olahraga /
stress)                                      
Penghasil energi dalam
keadaan sulit / darurat dan saat olahraga             
Sumber: Sherwood, 2011

Klasifikasi Makanan Menurut Indeks Glikemik (skripsi dan tesis)

Makanan digolongkan ke dalam tiga golongan indeks glikemik. Klasifikasi makanan dilihat dari indeks glikemiknya ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.5. Klasifikasi Makanan Menurut Indeks Glikemik

No.Kategori PanganRentang Indeks Glikemik

1.

IG rendah

< 55

2.

IG sedang (intermediet)

55-70

  3.        

IG tinggi

>70
Sumber : Almatsier (2010)
Makanan dengan IG tinggi mampu memberikan energi yang cukup besar untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa darah akan meningkatakan insulin sehingga cadangan sel adiposa meningkat. Sel adiposa yang meningkat akan mengeksresikan leptin. Leptin akan menghambat rangsangan neuropetide Y sehingga produksi hormon orexins untuk meningkatkan nafsu makan menjadi menurun. Leptin juga akan merangsang melanocortins untuk merangsang pelepasan corticotropin-releasing hormone yang berfungsi untuk menekan nafsu makan. Penggolongan makanan bedasarkan IG dapat membantu orang untuk memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Makanan dengan IG ringan atau sedang mampu meningkatkan kadar glukosa darah secara lebih perlahan dibandingkan dengan makanan dengan IG tinggi (Lee dan Niemman, 2007)

Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik (skripsi dan tesis)

Indeks Glikemik dapat berbeda-beda di setiap makanan. Indeks glikemik makanan yang jenisnya sama bisa saja berbeda; hal ini berhubungan dengan cara pengolahan dan penyajian makanan. Proses pengolahan makanan dapat mengubah struktur dan komposisi zat gizi sehingga berpengaruh terhadap daya serap zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut. Semakin mudah makanan diserap tubuh maka semakin cepat kadar glukosa dalam darah akan meningkat, sehingga makanan tersebut tergolong dalam kategori IG tinggi. Sedangkan jika makin lambat diserap oleh tubuh maka kenaikan glukosa darah pun akan terjadi perlahan, sehingga didapatkan makanan yang masuk kategori IG rendah. (Lee dan Niemman, 2007). Faktor yang mempengaruhi indeks glikemik ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik

No.FaktorPengaruh terhadap Indeks Glikemik
1.Cara pengolahan makananBentuk makanan mempengaruhi kemampuan enzim untuk
mencerna
2.Kadar serat makananSerat    meningkatkan    viskositas    di    intestinal    dan
memperlambat interaksi antara pati dan enzim pencernaan
3.Kadar protein dan lemakProtein dan lemak yang tinggi dalam makanan membuat
waktu pengosongan lambung lebih lama
4.Kadar gizi lainnyaVitamin C di makanan yang asam dapat membuat proses
penyerapan berjalan lebih lama
Sumber: Planck (2007)