Wednesday, June 26, 2024

Emotional Attachment

 


Konsumen yang melakukan pembelian secara berulang pada merek yang
dipasarkan merupakan hal yang diinginkan oleh pemasar. Hal ini mengingat
loyalitas yang mereka lakukan akan secara konsisten berkontribusi pada
pemasukan maupun laba perusahaan (Reicheld, 1996). Beberapa peneliti
berpendapat bahwa konsumen akan melakukan pembelian kembali apabila
konsumen memiliki perasaan positif yang sangat kuat terhadap merek (Dick &
Basu, 1994), melibatkan kondisi psikologis yang mengikat konsumen dengan
merek (Kotler & Keller, 2012) dan menguatkan komitmen untuk melakukan
pembelian secara berulang (Oliver, 1999). Penerimaan dan laba yang dihasilkan
dari pembelian berulang karena konsumen terikat secara emosional akan lebih
stabil (Grisaffe & Nguyen, 2011) dan konsumen siap untuk mengorbankan
uangnya guna mengonsumsi merek tersebut (Oliver, 1999). Hubungan ini dikenal
dengan nama emotional attachment to brands – keterikatan emosional konsumen
terhadap merek (Thomson, MacInnis, & Park, 2005).
Attachment (keterikatan) merupakan suatu kondisi emosional pada
hubungan khusus antara seseorang dan obyek tertentu (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Keterikatan memiliki tingkatan yang bervariasi, dimana keterikatan yang
tinggi diasosiasikan dengan perasaan yang kuat dari connection (koneksi),
affection (afeksi), love (cinta), dan passion (gairah) (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Hasrat untuk memiliki keterikatan emosional pada suatu obyek merupakan
kebutuhan dasar masuia dan berlanjut hingga mereka dewasa yang terikat secara
emosional pada pasangannya maupun sahabatnya (Khan et al., 2016; So et al.,
2013). Berdasarkan teori tersebut, Thomson et.al (2005) mengembangkan konsep
emotional attachment to brands dan mendefinisikannya sebagai keterikatan
emosional antara konsumen yang dikarakteristikkan dengan perasaan yang
mendalam mengenai koneksi, afeksi, dan gairah pada merk tertentu yang
dikonsumsinya

No comments:

Post a Comment