Menurut Soebandono (2011) keterikatan kerja karyawan merupakan
persenyawaan (amalgam) dari beberapa konstruk yang berkaitan, dan tidak bisa
dipisahkan kaitannya dengan lainnya. Menurut Kahn (1990) keterikatan kerja
karyawan dari beberapa dimensi yaitu : keterikatan kerja kognitif (cognitive
engagement), keterikatan kerja emosional (emotional engangement), dan
keterikatan kerja fisik (physical engagement).
Schaufeli et al (2004) menyatakan bahwa keterikatan kerja karyawan
memiliki beberapa dimensi yaitu : gairah kerja atau semangat (vigor), dedikasi
(dedication) dan meresap atau larut (absorb) dalam pekerjaan. Semangat atau
gairah kerja merupakan tingkatan energi tinggi serta ketahanan mental yang besar
ketika individu menyelesaikan pekerjaannya, memiliki kemauan untuk berupaya
ekstra dan tetap konsisten pada saat menghadapi kesulitan dalam bekerja. Dedikasi
adalah karakteristik yang merujuk pada perasaan yang kuat, keterlibatan yang tinggi
pada pekerjaan, antusiasme, terinspirasi, memiliki rasa bangga, dan penuh
tantangan. Larut dalam pekerjaan merujuk pada karakteristik penuh konsentrasi dan
perasaan senang terhadap pekerjaan, waktu dirasakan berjalan cepat dan sulit
melepaskan diri dari pekerjaan.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi Employee Engagement
Kahn (1990) menyatakan bahwa keterikatan kerja karyawan dapat diperoleh
dari kebermaknaan secara psikologis (psychological meaningfulness), adanya rasa
aman secara psikologis (psychological safety). serta keberadaan atau kesediaan
dirinya (psychological availability). Menurut Ferguson (2007) kebermaknaan
secara psikologis merupakan kondisi psikologis yang dimaknai dengan individu
merasa bermakna (psychological meaningfulness), rasa bahwa apa yang
dikerjakannya berguna, bermanfaat (bisa dipakai) dan bernilai, tidak merasakan
perbedaan, diperlakukan secara adil dan tidak disepelekan serta pekerjaan yang
dipunyai diakui telah memberi makna pada organisasi.
Kahn (1990) mengungkapkan ada tiga faktor yang mempengaruhi
kebermaknaan psikologis, yaitu : - Karakteristik tugas
Ketika seseorang mengerjakan tugas yang menantang, jelas, bervariasi,
kreatif dan memungkinkan karyawan memiliki otonomi, ia cenderung mengalami
kebermaknaan psikologis. - Karakteristik peran
Ketika seseorang mampu untuk mempengaruhi, menempati posisi yang
bermakna dalam sistemnya dan memperoleh status yang diinginkan, maka ia akan
memperoleh kebermaknaan psikologis. - Interaksi kerja
Ketika performa kerja seseorang, termasuk didalamnya memiliki interaksi
interpersonal yang berharga dengan rekan kerja dan klien, maka ia juga akan
mengalami kebermaknaan psikologis.
Rasa aman secara psikologis (psychological safety) menurut Kahn (1990)
ketika individu dapat menunjukkan diri tanpa harus merasa takut terhadap
kemungkinan adanya konsekuensi negatif terhadap citra diri, status atau karirnya.
Ada empat faktor yang secara langsung mempengaruhi keamanan psikologis, yaitu
hubungan interpersonal, dinamika kelompok, gaya menajerial dan norma
organisasi. Kesediaan diri (psychological availability) dimaknai jika karyawan
memiliki sumber daya yang diperlukan peralatan, perlengkapan dan informasi
untuk mengerjakan pekerjaanya. Menurut Kahn (1990) ada empat hal yang dapat
mengganggu adanya ketersediaan psikologis, yaitu kehabisan energi fisik,
kehabisan energi emosional, perasaan tidak nyaman terhadap status pekerjaan dan
kehidupan di luar pekerjaan
No comments:
Post a Comment