Banyak definisi kota pintar (smart city) dari
berbagai varian konseptual yang sering diperoleh dengan
mengganti “pintar” dengan kata sifat alternative,
misalnya “cerdas” atau “digital”. Tidak ada satu
kerangka pembingkaian kota pintar, atau definisi satu
ukuran cocok untuk semua masalah (O'Grady, et al., 2012).
Sedangkan Suhono mendefinisikan Smart City sebagai suatu
kota yang dikembangkan dan dikelola dengan memanfaatkan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk
menghubungkan, memonitor dan mengendalikan berbagai
sumber daya sehingga lebih efektif dan efisien dalam
memaksimalkan pelayanan kepada masyarakatnya (Suhono,
2015). Menurut Boyd Cohen, smart city terbagi menjadi 6
dimensi yaitu smart mobility, smart economy, smart
environment, smart governance, smart people dan smart
living (Cohen, 2014).
Smart city juga didefinisikan melalui tiga
karakteristik yaitu:
- Instrumented
Pengumpulan dan integrasi data dunia nyata melalui
penggunaan sensor, kios, meter, perangkat pribadi,
kamera, smartphone, perangkat medis implant, website,
dan sistem akuisisi data sejenis lainnya, termasuk
jaringan sosial sebagai jaringan sensor manusia.
Kombinasi sistem instrumentasi dan interkoneksi secara
efektif menghubungkan dunia fisik ke dunia maya. - Interconnected
Informasi yang diperoleh dari data instrumentasi
terintegrasi sepanjang proses end-to-end, sistem,
organisasi ataupun industri. Interkoneksi juga dapat
menghubungkan informasi yang ada dengan cara yang tidak
terstruktur atau secara massal dan tidak terkait dengan
sistem pada khususnya. - Intelligent
Analisis informasi yang saling terkait ini harus
menghasilkan wawasan baru yang mendorong keputusan dan
tindakan untuk memperbaiki hasil proses atau rantai
mendasar dalam mengubah pengalaman atau ekosistem dari
end-user seperti menunjukkan nilai tambah yang nyata
No comments:
Post a Comment