Thursday, June 27, 2024

Daerah Asal (Region of origin)

 


Daerah asal didefinisikan sebagai negara asal memproduksi suatu produk (Thakor
dan Katsanis, 1997:5). Daerah asal sangat mempengaruhi persepsi kepribadian
merek karena konsumen tidak meragukan lagi asal muasal dari produk tersebut.
Konsumen menggunakan informasi tentang asal suatu produk di produksi untuk
mengevaluasi produk. Manajer pemasaran berasumsi bahwa evaluasi produk
dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen memiliki pengetahuan tentang daerah
asal yang memproduksi produk tersebut Hong dan Wyer (isa Cardosa, 2013: 3).
Negara asal atau tempat asal hanyalah salah satu aspek antara banyak lainnya, di
mana konsumen mendasarkan persepsi mereka tentang kualitas (Becker dalam Isa
Cardosa, 2013:3).

Pengalaman Merek (Brand Experience)

 


Merek yang kuat akan timbul dari pengalaman yang konsisten (yang merupakan
gabungan bentuk yang jelas dan unik secara keseluruhan pengalaman merek).
Pengalaman merek juga merupakan keseluruhan interaksi yang dimiliki
masyarakat dengan produk, jasa atau organisasi. Untuk dapat mendefenisikan
lebih jauh mengenai pengalaman merek Brakus, dkk (Cardosa, 2013: 2) memulai
penelitian dengan melihat sudut pandang konsumen dengan menguji pengalaman-
pengalaman konsumen itu sendiri dan bagaimana pengalaman itu menghasilkan
pendapat sikap, dan aspek lainnya dari perilaku konsumen. Brand experience
dimulai pada saat konsumen mencari produk, membeli, menerima pelayanan dan
mengkonsumsi produk. Pengalaman merek dapat dirasakan langsung saat
konsumen mengkonsumsi, dan membeli produk. Pengalaman merek dapat
dirasakan secara tidak langsung saat konsumen melihat iklan atau juga saat
pemasar mengkomunikasikan produk melalui website

Kepercayaan Merek (brand trust)

 


Menurut Kotler (2003:53) kepercayaan merek adalah kemauan konsumen
mempercayai merek dengan segala risikonya, karena ada harapan bahwa merek
tersebut dapat memberikan hasil yang positif baginya. Menurut Morgan dan hunt
(Augusty, 2006: 104) kepercayaan adalah suatu rasa percaya kepada mitra dimana
sesorang berhubungan. Lalu Indarjo (Kotler, 2006: 104) mendefinisikan
kepercayaan sebagai suatu kerelaan untuk bergantung kepada partner dalam satu
hubungan transaksi dimana diri parner itulah diletakan keyakinan. Dalam dunia
bisnis, kepercayaan antara perusahaan (trust-company) membantu dalam
menemukan indikator-indikator yang berkaitan dengan kinerja seperti jangkauan
pertukaran informasi, penyelesaian masalah bersama, kepuasan atas hasil-hasil
aktivitas yang telah dilakukan dan semakin besarnya motovasi dalam
implementasi hasil-hasil keputusan. Adanya kepercayaan akan menciptakan rasa
aman dan mengurangi persepsi konsumen akan risiko dalam pertukaran.
Luarn dan Lin (dalam Ferinadewi, 2008:147) Kepercayaan adalah sejumlah
spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan
menepati janji), benevolance (perhatian dan mitivasi yang dipercaya untuk
bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka), competency
(kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan yang
mempercayai) dan konsistensi perilaku pihak yang dipercaya.
Dalam riset Costabile (Ferinadewi, 2008:147) kepercayaan atau thrust
didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen
didasarkan pada pengalaman atau terpenuhinya harapan akan kinerja produk.
Kepercayaan merek merupakan variabel psikologis yang mencerminkan sejumlah
akumulasi awal yang melibatkan kredibilitas, integritas, dan benevolence yang
dilekatkan pada merek tertentu. Kepercayaan konsumen adalah semua
pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk,
orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan
dan sikap. Atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak
dimiliki oleh objek. Atribut intrinsik adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan sifat actual produk, sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala sesuatu
yang diperoleh dari aspek eksternal produk, seperti nama, merek, kemasan
produk. Manfaat adalah hasil positif yang diberikan atribut kepada konsumen,
(Mowen dan Minor, 2002:312)

Persepsi Kepribadian Merek

 


Persepsi kepribadian merek adalah proses dimana orang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi mengenai bauran khusus suatu produk yang
dikaitkan dengan karakteristik dari pribadi individu untuk menjadikannya lebih
berarti. Dengan adanya kepribadian merek konsumen akan lebih meningkatkan
kelas sosialnya sehingga merasakan adanya perbedaan ketika memakai atau
menggunakan produk tersebut.

Theory Brand Of Personality

 


Kepribadian merek menurut David Aker dalam jurnal academic research Isa
Cardosa (2013: 2) adalah seperangkat karakteristik manusia yang dikaitkan
dengan merek. Kepribadian merek menurut Kotler (2008:171), adalah bauran
khusus karakteristik perilaku manusia yang dikaitkan dengan merek tertentu.
Pemberian karakteristik personal pada merek, bisa membuat merek bersangkutan
lebih berdaya tarik bagi konsumen yang ingin berafiliasi dengan merek-merek
yang memiliki kepribadian yang diidam-idamkan (Tjiptono, Fandy 2011:59).
Kepribadian dapat dikatakan sebagai keseluruhan pemikiran dan perasaannya
terhadap diri sendiri Sirgi (Ferinadewi, 2008:154).
Kepribadian merek sesungguhnya merupakan respon emosional konsumen
terhadap merek yang membedakannya dengan merek pesaingnya. Oleh karena itu
kepribadian merek penting untuk diciptakan agar mendapat respon emosional
yang berbeda dengan merek lain. Bagi manajer pemasaran, hal yang perlu diingat
dalam merancang strategi mereknya adalah kecendrungan konsumen untuk secara
konsisten mengkonsumsi merek yang sama dalam jangka waktu yang lama agar
dapat menggambarkan kepribadiannya Ferrinadewi (2008:158).

Psychodynamic Theories

 


Teori ini diciptakan oleh Sigmind Freud dan merupakan tonggak awal psikologi
meodern. Disini dirumuskan dengan premis bahwa kebutuhan atau dorongan yang
tidak didasari konsumen terutama dorongan biologis merupakan inti dari motivasi
dan kepribadian. Menurut analisis Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri
dari tiga sistem yang saling berinteraksi yaitu id, superego, dan ego. Sistem
pertama bernama id merupakan pusat dari semua dorongan-dorongan primitive
dan impulsive seperti kebutuhan dasar seperti rasa haus, lapar bahkan kebutuhan
seksual. Konsumen akan segera mungkin memuaskan kebutuhan ini. Superego
merupakan ekspresi individual tentang prilaku yang dibenarkan menurut norma
dan etika sosial. Sistem kedua ini bertugas sebagai pengendali dorongan-dorongan
impulsive dari sistem id. Sistem ketiga yaitu ego merupakan pengendalian diri
yang didasari oleh individu. Sistem ini bertugas untuk mengawasi keseimbangan
antara dorongan-dorongan dari sistem id dan norma atau etika yang dipercaya
oleh individu dalam sistem superego.
Freud menjelaskan kepribadian manusia tidak terjadi secara instant melalui proses
panjang. Melalui berbagai tahapan kehidupan, individu akan membentuk
kepribadiannya. Pribadi yang dewasa ditentukan dari bagaimana mereka
mengatasi krisis yang dihadapi di setiap tahapan hidup Ferrinadewi (2008:121)

Kepribadian Merek (Brand Personality)

 


Konsumen adalah manusia yang seringkali mengasosiasikan karakteristik
manusianya dengan obyek tidak hidup. Kecendrungan semacam ini dalam dunia
psikologi kognitif disebut sebagai anthropomorphism. Berbicara dengan tanaman
seolah tanaman itu hidup atau seolah melihat sebentuk wajah pada sekumpulan
awan di langit merupakan fenomena antromorphism yang bisa kita temukan
sehari-hari Guthrie (Ferinadewi, 2008:154).
Maka tidak heran jika seringkali konsumen berusaha untuk mengasosiasikan
pribadinya dengan merek. Kepribadian setiap orang yang berbeda-beda sangat
mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik
psikologi unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan
lama terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan
dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan
bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi, dan
sifat agresif.
Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen untuk
produk atau pilihan merek tertentu. Contoh, produsen kopi telah menemukan
bahwa peminum kopi berat cendrung mempunyai kemampuan sosialisasi yang
tinggi. Oleh karena itu, untuk menarik konsumen, Starbucks dan gerai kafe
lainnya menciptakan lingkungan dimana orang dapat bersantai dan bersosialisasi
dengan secangkir kopi panas. Idenya bahwa merek tersebut juga mempunyai
kepribadian, dan bahwa konsumen senang memilih merek dengan kepribadian
yang sesuai dengan kepribadian mereka. Kepribadian merek (brand personality)
adalah bauran khusus karakteristik perilaku manusia yang dikaitkan dengan merek
tertentu Kotler (2008: 171).