Tuesday, July 2, 2024

Teori Pecking Order

 


Menurut Myres (1984) dalam Syahyunan (2015), teori Pecking order
menyatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat profitabiilitasnya tinggi
justru tingkat hutang nya rendah, dikarenakan perusahaan yang tingkat
profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah”.
Dalam toeri pecking order ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi (hirarki)
dalam penggunaan dana.
Teori pecking order tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori
pecking order menjelaskan urutan-urutan pendanaan. Manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat hutang optimal. Kebutuhan dana ditentukan
oleh kebutuhan investasi. Teori pecking order ini dapat menjelaskan
mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang kecil (syahyunan, 2015)

Trade-off Theory

 


Teori trade-off muncul dari perdebatan mengenai teori irrelevansi
Modigliani-Miller (Frank & Goyal, 2007). Teori trade off mengemukakan
bahwa rasio hutang optimal perusahaan ditentukan oleh trade-off antara
keuntungan dan kerugian dari meminjam, investasi asset perusahaan dan
perencanaan investasi. Perusahaan akan mensubtitusi hutang dengan ekuitas
atau ekuitas dengan hutang hingga nilai perusahaan maksimal. Keuntungan
menggunakan hutang yaitu berupa tax-shelter effect muncul ketika
perusahaan membayar beban bunga hutang maka akan mengurangi
pendapatan kena pajak perusahaan sehingga pajak yang dibayarkan
perusahaan lebih kecil (tax shield). Perusahaan mengikuti teori trade-off
akan menentukan target debt to-value ratio dan secara perlahan-lahan akan
menuju target tersebut. Target ini ditentukan dengan cara melakukan
penyeimbangan antara keuntungan dari pengurangan pajak (debt tax shield)
dengan biaya dari kebangkrutan (cost of bankruptcy). Trade-off model
menyatakan bahwa struktur modal optimal diperoleh dengan
menyeimbangkan keuntungan tax shield akibat hutang dengan financial
distress cost dan agency cost sehingga keuntungan dan biaya dari hutang
saling trade-off satu sama lain (Brigham & Gapenski, 1994)

Modigliani Miller (MM) Theory

 


Teori ini dikemukakan oleh MM pada tahun 1963 didalam jurnalnya
yang berjudul Corporate income taxes and the cost of capital a correction.
Nilai perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh expected return setelah pajak
tetapi juga tax rate dan leverage (Modigliani dan Miller, 1963) dalam
Irawan (2018). Teori ini menyatakan bahwa biaya bunga bermanfaat sebagai
penghemat pajak atau tax shield dan pengurang pajak. Perusahaan yang
meningkat jumlah hutang didalam struktur modal akan meningkatkan nilai
perusahaan secara maksimal dengan menggunakan 100 % pendanaannya
melalui hutang. Biaya modal akan menurun ketika hutang perusahaan
meningkat pada titik tertentu.
Perusahaan yang terus meningkat hutang akan mengakibatkan
peningkatan biaya modal. Hutang memiliki peran penting untuk
meningkatkan efisiensi dan memonitor kinerja perusahaan.
Kritik dari asumsi oleh Modigliani dan Miller yaitu:
a. Modigliani dan Miller menyatakan tidak ada biaya transaksi namun
realitanya terdapat komisi broker yang cukup besar.
b. Investor tidak memiliki akses yang sama mendapatkan pinjaman dari
lembaga keuangan. Investor besar umumnya akan mendapatkan
pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Investor individual
dapat meminjam dana namun dengan bunga yang lebih tinggi, hal ini
dikarenakan lembaga keuangan akan meminjamkan dana kepada pihak
yang dianggap menguntungkan dan resiko gagal bayar lebih rendah.
c. Agency cost terjadi didalam perusahaan akibat adanya agency problem.
Manajer, Stakeholders, dan Shareholders memiliki kepentingan yang
berbeda sehingga menimbulkan konflik.
d. Perusahaan yang menggunakan hutang yang besar memiliki potensi
financial distress. Financial distress terjadi ketika perusahaan tidak
mampu membayar hutang dan biaya hutang. Resiko tersebut akan
memicu kreditor untuk meminta tingkat kembalian yang lebih besar dari
perusahaan. Financial distress dan agency cost dapat menimbulkan nilai
perusahaan yang memiliki leverage

Pengertian Struktur Modal

 


Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Menurut
(Riyanto, 2011) struktur modal merupakan perbandingan antara hutang dan
modal sendiri yang digunakan perusahaan. Menurut Martono dan Harjito
(2013) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan atau
imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh
perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Namun
Menurut Ambarwati (2010) Struktur modal adalah kombinasi atau
perimbangan antara hutang dan modal sendiri (saham Preferen dan saham
biasa) yang digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal.
Menurut (Sudana, 2011) Struktur modal berkaitan dengan pembelanjaan
jangka panjang perusahaan yang digambarkan dengan perbandingan utang
jangka panjang dan modal sendiri. Pemenuhan kebutuhan dana dari sumber
modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan dan cadangan. Keown
et al (2011) mengatakan bahwa struktur modal (capital strucktur) adalah
perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang
ditujukan oleh perbandingan utang jangka panjang terhadap sumber modal.
Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu
bauran atau kombinasi sumber pembelanjaan permanen sedemikian rupa,
sehingga mampu memaksimumkan harga saham perusahaan,
meminimumkan biaya modal dan akhirnya memaksimumkan nilai
perusahaan.
Manajer keuangan akan melakukan berbagai keputusan untuk
meningkatkan nilai perusahaan, diantaranya adalah keputusan investasi dan
pendanaan dan selanjutnya apakah keputusan tersebut didanai seluruhnya
dengan hutang atau modal sendiri atau malah keduanya, sehingga
dibutuhkan teori struktur modal untuk menetapkan keputusan yang tepat

Indikator Nilai Perusahaan

 


Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Price Book Value
(PBV). Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai
buku saham dari suatu perusahaan. Dapat dikatakan pula, PBV merupakan
perbandingan harga saham dengan nilai buku per lembar saham, untuk dapat
menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai
perusahaan terhadap jumlah modal yang telah di investasikan.
Di ukur dengan rumus sebagai berikut:
𝑃𝐵𝑉 = Market Value Per share
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒 x 100 %
Sumber: Syahyunan, (2015)

Jenis-Jenis Nilai Perusahaan

 

Nilai perusahaan erat kaitan nya dengan kemampuan perusahaan untuk

meningkatkan kemakmuran pemegang saham (nilai saham), maka nilai

perusahaan akan memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Adapun

jenis-jenis nilai perusahaan menurut (Gitman, 2010) berdasarkan metode

perhitungan yang digunakan yaitu :

1. Nilai kelangsungan usaha

Nilai kelangsungan usaha adalah nilai perusahaan jika dijual sebagai

operasi usaha yang berlanjut. Kelangsungan usaha adalah prinsip dasar

dalam penyusunan laporan keuangan, selain itu entitas (perusahaan)

biasanya dilihat sebagai kelanjutan dalam bisnis dimasa akan datang.

2. Nilai Pasar (market value)

Nilai pasar adalah harga pasar yang digunakan untuk memperdagangkan

aktiva. Sering juga disebut kurs merupakan harga yang terjadi dari proses

tawar menawar dipasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham

perusahaan dijual dipasar saham.

3. Nilai Intrinsik (intrinsic value)

Nilai intrinsic merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu

kepada perkiraan nilai rill suatiu perusahaan. Nilai perusahaan dalam

konsep nilai intrinsic ini bukan sekedar harga dari sekumpulan asset

melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki

kemampuan menghasilkan keuntungan dikemudian hari.

4. Nilai Buku (book value)

Nilai buku suatu perusahaan adalah total aktiva dikurangi kewajiban dan

saham preferen seperti tercantum di neraca. Nilai buku juga merupakan

nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara

sederhana dihitung dengan membagi selisih antar total aset dan total

hutang dengan jumlah saham yang beredar.

5. Nilai Likuiditas (liquidation value)

Nilai likuiditas adalah jumlah uang yang dapat direalisasikan jika sebuah

aktivita atau sekelompok aktiva (contohnya perusahaan yang dijual

secara terpisah dari obligasi yang menjalankannya). Nilai likuidasi

merupakan nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua

kewajiban.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan

 

Disamping pemahaman tentang teori nilai perusahaan , terdapat juga

beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan menurut Sartono,

(2010) antara lain sebagai berikut :

1. Profitabilitas

Sejalan dengan likuiditas, jika terjadi peningkatan laba sehingga ROE

meningkat, maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam

mengelola modal untuk menghasilkan laba, sehingga nilai perusahaan

yang tercermin dalam PBV akan meningkat.

2. Struktur Modal

Semakin tinggi Struktur Modal perusahaan (yang salah satunya

tercermin dalam rasio kas atas aktiva lancar), semakin banyak dana

tersedia bagi perusahaan untuk membayar dividen, membiayai operasi

dan investasinya, sehingga persepsi investor pada kinerja perusahaan

akan meningkat.

3. Pertumbuhan Perusahaan

Sama halnya dengan pertumbuhan perusahaan dan sejalan dengan

peningkatan likuiditasnya, jika terjadi peningkatan perusahaan sehingga

growth of earning after tax meningkat, maka semakin baik kinerja

perusahaan, sehingga nilai perusahaan yang tercermin dalam PBV akan

meningkat.



4. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat berpengaruh negatif terhadap nilai

perusahaan, karena pada perusahaan-perusahaan besar, pemilik saham

pada dasarnya terpisah dari manajemen, sehingga kurang berdaya

mengubah manajemen.Ukuran perusahaan juga dapat berpengaruh

negatif karna sekalipun perusahaan besar memiliki kemampuan untuk

menghasilkan keuntungan lebih besar, namun modal yang digunakan

juga besar sehingga pofitabilitasnya bisa jadi tidak terlalu tinggi

dibanding perusahaan dengan ukuran lebih keci