Wednesday, July 3, 2024

Pengertian Efektivitas Kerja

 


Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya
hasil. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada
bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan output.
Suatu organisasi dapat dikatakan efektif apabila organisasi tersebut selalu berusaha agar
karyawan yang terlibat di dalamnya dapat mencapai efektivitas kerja. Efektivitas kerja sendiri
yaitu suatu penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah di tentukan (Kusdi:2013).
Menurut Silalahi (2011:416), efektivitas kerja adalah merupakan kemampuan untuk
memilih tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang tepat dan mencapainya. Karena itu efektivitas
menunjukkan pada kaitan antara output atau apa yang sudah dicapai atau hasil yang
sesungguhnya dicapai dengan tujuan atau apa yang sudah ditetapkan dalam rencana yang
diharapkan.
Emerson (dalam Hasibuan 2007:242) mendefinisikan bahwa efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Kurniawan (2005:109) efektivitas kerja adalah kemampuan
melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau
sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya

Teori Nilai Perusahaan


Nilai perusahaan sangat penting bagi perusahaan karena mencerminkan

kinerja sebuah perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi para calon investor

terhadap perusahaan tersebut. Nilai perusahaan sering dikaitkan dengan harga

saham. Harga saham yang tinggi akan mengakibatkan nilai perusahaan yang tinggi

juga.

Nilai perusahaan menurut Harmono (2011:50), yaitu:

“Nilai perusahaan merupakan refleksi penilaian oleh publik terhadap kinerja

perusahaan secara riil yang dapat diukur melalui harga saham di pasar”.

Nilai perusahaan menurut R. Rosiyana dan Tia (2011), yaitu:

“Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap

keberhasilan manajemen mengelola perusahaan”.

Nilai perusahaan menurut Agus Sartono (2012:9), yaitu:

“Tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat ditempuh

dengan memaksimumkan nilai sekarang atau present value semua keuntungan

pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang dimiliki meningkat”.

Nilai perusahaan menurut Fitri (2010), yaitu:

Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan

yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Nilai

perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat

dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.

Nilai perusahaan menurut Brigham Gapensi dalam Bhekti (2013:186),

yaitu:

Nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran

pemegang saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai

perusahaan, nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik

perusahaan sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran

pemegang saham juga tinggi.

Nilai perusahaan menurut Ika dan Shidiq (2013) dalam Bayu dan Panji

(2015), yaitu:

Nilai perusahaan adalah nilai yang mencerminkan berapa harga yang

bersedia dibayar oleh investor untuk suatu perusahaan. Harga saham yang

tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Memaksimalkan nilai

perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan

memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran

pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan.

Tujuan memaksimalkan nilai perusahaan menurut Sudana (2011:7) adalah

sebagai berikut:

1. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari

semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham di masa yang akan

datang atau berorientasi jangka panjang.

2. Mempertimbangkan faktor risiko.

3. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas daripada

sekedar laba menurut pengertian akuntansi.

4. Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial.

Nilai perusahaan dapat diukur dengan suatu rasio yang disebut rasio

penilaian. Rasio penilaian menurut Sutrisno (2009:224), yaitu:

Rasio penilaian adalah suatu rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam menciptakan nilai pada masyarakat (investor) atau pada para

pemegang saham. Rasio ini memberikan pemahaman bagi pihak

manajemen perusahaan terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan

dan dampaknya pada masa yang akan datang.

Adapun jenis-jenis rasio penilaian adalah sebagai berikut:

1. Rasio Laba Per Saham (Earning Per Share) menurut Kasmir (2010:116), yaitu:

Earning Per Share adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan

pendapatan yang diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi

kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada

pemegang sahamnya, mencerminkan semakin besar keberhasilaan usaha

yang dilakukannya.

2. Rasio Harga terhadap Laba (Price to Earning Ratio) menurut Eduardus

Tandelilin (2010:320), yaitu:

“Rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.

Investor akan menghitung berapa kali nilai earning yang tercermin dalam harga

suatu saham”.

3. Rasio Harga terhadap Nilai Buku (Price to Book Value) menurut Irham Fahmi

(2012:83), yaitu:

“Price Book Value merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar harga

saham yang ada dipasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya”.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur rasio

penilaian adalah Rasio Harga terhadap Nilai Buku (Price to Book Value). Menurut

Irham Fahmi (2012:83) price book value dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Sumber: Irham Fahmi (2012:83)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan

adalah nilai yang tercermin dan dapat diukur berdasarkan harga saham di pasar,

dimana semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan

dengan begitu perusahaan dapat memakmurkan dan mensejahterakan para

pemegang sahamnya sesuai dengan tujuan utama perusahaan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

 


Pada mulanya, kreativitas dipandang sebagai faktor bawaan yang
hanya dimiliki oleh individu tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya,
ditemukan bahwa kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis
tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Berikut pendapat para
ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas.
Munandar (dalam Ali & Asrori, 2006: 53) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah usia, tingkat
pendidikan orang tua, fasilitas yang tersedia, dan penggunaan waktu
luang.
Sedangkan Hurlock (1978: 11) berpendapat bahwa ada beberapa
kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
a. Waktu
Kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa
sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka untuk bermain-main
dengan gagasan dan konsep serta mencoba dalam bentuk baru dan
orisinal.
b. Kesempatan menyendiri
Singer (dalam Hurlock, 1978) mengatakan bahwa anak
membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk
mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya.
c. Dorongan
Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar
orang dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari
ejekan dan kritik.
d. Sarana
Sarana bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk
merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan
unsur penting dari semua kreativitas.
e. Rangsangan dari lingkungan
Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas
dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan
sarana yang akan mendorong kreativitas.
f. Hubungan orang tua dan anak yang tidak posesif
Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau posesif terhadap
anak, mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas
yang sangat mendukung kreativitas.
g. Cara mendidik anak
Mendidik dengan cara demokratis dan permisif di rumah dan
sekolah meningkatkan kreativitas. Sedangkan mendidik secara otoriter
memadamkannya.
h. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang dapat diperoleh anak,
semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif. Pulaski (dalam
Hurlock, 1978) mengatakan bahwa anak harus berisi agar dapat
berfantasi.

Teori Rasio Aktivitas


Efektivitas penggunaan total aset dalam menghasilkan penjualan dapat

diukur dengan rasio aktivitas. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut memanfaatkan total asetnya secara efektif. Begitu pun

sebaliknya, jika rasio ini rendah maka perusahaan tersebut tidak memanfaatkan

total asetnya secara efektif dalam memperoleh hasil penjualan bersih.

Rasio aktivitas menurut Kasmir (2012:172), yaitu:

“Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui penggunaan semua aktiva

perusahaan dibandingkan dengan penjualan dalam suatu periode tertentu”.

Rasio aktivitas menurut Sofyan Syafri Harahap (2013:308), yaitu:

“Rasio aktivitas menggambarkan keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh

perusahaan dalam menjalankan operasionalnya, baik kegiatan penjualan,

pembelian, dan kegiatan lainnya”.

Rasio aktivitas menurut Agus Sartono (2012:118), yaitu:

“Rasio aktivitas menunjukan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan

secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas, maka dapat

diketahui tingkat efesiensi perusahaan dalam industri”.

Rasio aktivitas menurut Eko dan Hening (2012), yaitu:

Rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan serta

efisiensi perusahaan dengan menghasilkan penjualan dengan kemampuan

aktiva yang dimiliki. Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara

tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk

menunjang kegiatan operasi perusahaan. Rasio aktivitas juga digunakan

untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk

kegiatan operasi maupun jangka panjang).

Rasio aktivitas menurut Hari dan Andri (2011), yaitu:

Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam mengelola aset-asetnya secara efektif dan efisien. Rasio

aktivitas perusahaan menunjukkan seberapa efektif perusahaan mengelola

sumber daya atau aktivanya. Jika perusahaan terlalu banyak memiliki

aktiva, maka biaya modalnya akan menjadi terlalu tinggi sehingga laba pun

akan menurun. Di sisi lain, jika aktivitas terlalu rendah maka penjualan yang

menguntungkan akan hilang, sehingga rasio ini menggambarkan

perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi.

Tujuan penggunaan rasio aktivitas menurut Kasmir (2012:173) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau

berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

2. Untuk menghitung hari rata-rata penagihan piutang (days of receivable), di

mana hasil perhitungan ini menunjukkan jumlah hari (berapa hari) piutang

tersebut rata-rata tidak dapat ditagih.

3. Untuk menghitung berapa hari rata-rata sediaan tersimpan dalam gudang.

4. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam modal kerja berputar

dalam satu periode atau berapa penjualan yang dapat dicapai oleh setiap modal

kerja yang digunakan (working capital turn over).

5. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar

dalam suatu periode.

6. Untuk mengukur penggunaan semua aktiva perusahaan dibandingkan dengan

penjualan.

Adapun jenis-jenis rasio aktivitas adalah sebagai berikut:

1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover) menurut Kasmir (2012:175),

yaitu:

Perputaran Piutang (Receivable Turnover) merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau

berap kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan

dalam piutang semakin rendah (dibandingkan dengan rasio tahun

sebelumnya) dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik.

2. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) menurut Kasmir

(2012:182), yaitu:

Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) merupakan salah satu

rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan

selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar

selama suatu periode atau dalam suatu periode. Untuk mengukur rasio ini,

membandingkan antara penjualan dengan modal kerja atau rata-rata modal

kerja.

3. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover) menurut Kasmir

(2012:184), yaitu:

Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva

tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur

apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya

atau belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara

penjualan bersih dengan total aktiva tetap dalam suatu periode.

4. Rasio Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover) menurut Kasmir

(2012:185), yaitu:

“Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan

dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva”.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur rasio aktivitas

adalah Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover). Total asset turnover menurut

Lukman Syamsuddin dalam Linna Ismawati et al (2018), yaitu:

Total asset turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan total

aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan

perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu. Total asset turnover

merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan

keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan

tertentu.

Menurut Linna Ismawati et al (2018) mengungkapkan bahwa:

“Efisiensi penggunaan seluruh aktiva mendorong terjadinya kenaikan

pertumbuhan penjualan yang dapat mengakibatkan kenaikan harga saham, atau

dapat terjadi perubahan yang positif”.

Menurut Lukman Syamsuddin (2009:19) total asset turnover dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Sumber: Lukman Syamsuddin (2009:19)

Total Assets Turnover (TATO) menurut Linna Ismawati et al (2018), yaitu:

TATO menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aset

perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi

rasio TATO, berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aset dalam

menghasilkan penjualan/pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa rasio aktivitas

merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif dan efisien perusahaan dalam

mengelola aktivanya untuk menjalankan kegiatan operasionalnya dalam

menghasilkan penjualan dengan keuntungan yang optimal.

Ciri-ciri Kepribadian Kreatif

 


Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang
luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif.
Csikszentmihalyi (dalam Munandar, 2002: 51) memaparkan sepuluh ciri-
ciri pribadi kreatif, yaitu:
a. Pribadi kreatif memiliki kekuatan energi fisik yang memungkinkan
mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi, tetapi mereka juga
bisa tenang dan rileks, bergantung situasinya.
b. Pribadi kreatif cerdas dan cerdik. Mereka juga mampu berpikir
divergen dan kovergen.
c. Kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan, dan ketekunan.
d. Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi,
namun tetap bertumpu pada realitas.
e. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun
ekstroversi.
f. Pribadi kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya
pada saat yang sama.
g. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis,
yaitu dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-feminin).
h. Pribadi kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi di
lain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif.
i. Kebanyakan pribadi kreatif sangat bersemangat (passionate) bila
menyangkut karya mereka.
j. Sikap keterbukaan dan sensitivitas pribadi kreatif sering membuat
mereka menderita jika mendapat banyak kritikan terhadap hasil jerih
payah mereka, namun di saat yang sama ia juga merasakan
kegembiraan yang luar biasa

Proses-proses dan Tahap Kreativitas


Tidak adanya kesatuan teori menyebabkan sulitnya menjelaskan
topik mengenai kreativitas serta kurangnya perhatian dalam
pengembangan ilmu. Tetapi meskipun demikian, kreativitas tetap
disebut-sebut sebagai salah satu bagian terpenting dalam kehidupan
sehari-hari maupun dunia pendidikan.
Wallas (dalam Solso, Maclin & Maclin, 2007: 445) menjelaskan
bahwa ada empat tahapan dalam proses kreatif, yaitu:
a. Persiapan : memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal
untuk memecahkannya.
b. Inkubasi : masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara
langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak
pada hal lainnya,
c. Iluminasi : memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari
masalah tersebut.
d. Verifikasi : menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat
solusi.

Teori Ukuran Perusahaan

 Perusahaan yang memiliki ukuran yang besar menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedawasaan dimana dalam tahap ini aset
perusahaan bertambah dan dinilai memiliki prospek yang bagus kedepannya, selain
itu perusahaan dengan ukuran yang besar akan lebih mampu dalam menghasilkan
keuntungan dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang kecil.
Ukuran perusahaan menurut Linda dan Sudarsi (2012:148), yaitu:
“Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan”.
Ukuran perusahaan menurut Bambang Riyanto (2012:305), yaitu:
“Ukuran Perusahaan (Firm Size) menggambarkan besar kecilnya suatu
perusahaan yang ditujukan pada total aktiva, jumlah penjualan, dan rata-rata
penjualan”.
Ukuran perusahaan menurut Jogiyanto Hartono (2013:282), yaitu:
“Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara (total aktiva, log size, nilai pasar saham,
dan lain-lain)”.
Ukuran perusahaan menurut Brigham dan Houston (2010:4), yaitu:
“Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan
yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total penjualan, jumlah laba, beban
pajak dan lain-lain”.
Ukuran perusahaan menurut Andrie dan Desy (2015), yaitu:
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi
pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini
digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili
seberapa besar perusahaan tersebut.
Ukuran perusahaan menurut Abiprayasa et al (2014), yaitu:
Ukuran perusahaan (size) merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan dapat digunakan sebagai
proksi ketidakpastian terhadap keadaan perusahaan di masa yang akan
datang. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula usaha
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menarik perhatian masyarakat.
Perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan mudah lewat pasar
modal karena kecilnya informasi yang terjadi.
Klasifikasi ukuran perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan kedalam 4 (empat) kategori yaitu
usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian
ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total
penjualan tahunan perusahaan tersebut.
Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 1 (Satu) adalah sebagai
berikut:
  1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan
    usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
    dalam undang-undang ini.
  2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
    orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
    atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menajdi bagian
    langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang
    memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
    ini.
  3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
    dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
    perushaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
    baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar
    dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana
    diatur dalam undang-undang ini.
  4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
    dengan sejumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
    usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau Swasta, usaha
    patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia