Monday, July 15, 2024

Leadership

Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara

komprehensif tentang bagaimana memotivasi, mempengaruhi, dan

mengawasi bawahan untuk melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan

pedoman yang telah ditentukan.

Terdapat beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para

ahli, yang dikutip dalam Fahmi (2016), yaitu:

1. Stephen P. Robbins: Kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.

2. Richard L. Daft: Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan

mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.

3. Ricky W. Griffin: Pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi

perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan; pemimpin adalah

individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

Untuk mencapai tujuan organisasi, kepemimpinan yang efektif harus

memberikan pengaruh pada semua aktivitas pekerja. Tanpa bimbingan yang

tepat, hubungan antara tujuan individu dan tujuan organisasi dapat dengan

mudah renggang. Akibatnya, individu menjadi terfokus pada pencapaian

tujuannya sendiri, sedangkan organisasi secara keseluruhan menjadi tidak

efisien dalam mencapai tujuannya. Dasar kepemimpinan agar berjalan dengan

efektif:

1. Penentuan Tujuan

Seorang pemimpin harus memastikan sejak awal bahwa semua anggota

timnya memahami arti dan tujuan organisasi. Setiap anggota organisasi

harus menginternalisasikan visi dan misinya. Ini adalah salah satu alasan

utama mengapa perusahaan memasang poster besar di area umum kantor

pusat perusahaan yang menguraikan visi, misi, dan nilai inti perusahaan.

Karena top management menginginkan setiap orang yang terlibat dalam

organisasi memahami arah dan tujuannya. Penting untuk memiliki fase

penetapan tujuan ini sejak awal untuk memastikan bahwa tim tidak tersesat

saat membangun struktur panduan organisasi.

2. Komunikasi

Setiap keputusan, kebijakan, atau pengumuman terkait peningkatan

perusahaan yang dibuat oleh top management harus dikomunikasikan

secara efektif kepada semua anggota tim. Ada beberapa saluran yang

memungkinkan untuk menyampaikan pesan ini. Email, catatan, grup

obrolan, dan alat komunikasi internal lainnya adalah hal yang biasa bagi

para manajer saat ini saat berkomunikasi dengan tim mereka. Dan bagi

pemimpin yang efektif, media saja tidak cukup. Pemimpin yang efektif

memiliki banyak alasan mengapa media saja tidak cukup. Salah satunya

adalah tidak semua pekerja tim mau membaca. Namun, membacanya tidak

akan menjamin semua orang memiliki pemahaman yang sama. Karena itu,

pemimpin yang efektif akan mengadopsi metode komunikasi yang lebih

pribadi. Saling pengertian antar manusia. Dia akan bertemu dengan tim

secara langsung dan memastikan bahwa semua anggota sepenuhnya

memahami informasi yang dikomunikasikan.

3. Kepercayaan

Komunikasi yang efektif dilandasi rasa saling percaya antara pihak-pihak

yang terlibat, dalam hal ini antara pimpinan dan bawahan. Arah organisasi

telah diputuskan, dikomunikasikan, dan kemudian dibangun di atas dasar

kepercayaan pada keyakinan semua orang yang terlibat. Bawahan mungkin

tidak bisa menerima dan mengikuti instruksi atasan jika bawahannya tidak

bisa percaya dengan pemimpinnya. Prinsip ini dipahami dengan baik para

pemimpin yang efektif. Selain itu, pemimpin harus bertindak adil untuk

mendapatkan kepercayaan dari anggota mereka.

4. Pertanggungjawaban

Dasar kelima adalah akuntabilitas atau tanggung jawab. Banyak pemimpin

gagal melaksanakan proyek-proyek tertentu karena mereka berkompromi

pada poin mendasar ini. Ini tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa

yang harus disalahkan atas kegagalan organisasi, melainkan untuk

menekankan bahwa setiap orang yang terlibat memikul tanggung jawab

atas kegagalan tersebut. Prinsip ini menyarankan teknik untuk memeriksa

item dan mengawasi. Setiap orang di kantor, dari atas ke bawah, merasakan

tekanan untuk selalu memberikan yang terbaik. Bahkan jika pada titik

tertentu mereka merasa dapat "bertahan", pekerjaan mereka akan tetap

berkualitas tinggi karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas

tindakan mereka pada akhir proyek

Persepsi Harga

 


Harga merupakan salah satu dari konsep bauran pemasaran yang memiliki
sifat fleksibel dimana dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu dan juga
tempat. Harga bukan hanya sekedar angka nominal yang tertera pada label di
suatu produk ataupun toko, namun harga itu sendiri mempunyai banyak bentuk
dan melaksanakan banyak fungsi. Menurut Kotlet dan Armstrong (2013), Harga
adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah
dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat karena memiliki atau menggunakan
produk atau jasa tersebut.
Menurut Kotler dan Keller (2009) Persepsi adalah proses yang digunakan
oleh individu untuk memilih, mengorganisasi dan mengintreprestasikan masukan
informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi
merupakan proses yang dilakukan individu untuk memilih, memilih, mengatur,
dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai
dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007)

Indikator Promosi

 


Indikator Promosi Menurut Diana Yunita sari dkk (2018), sebagai berikut:

  1. Potongan Harga.
  2. Kualitas Penyampaian Pesan di media Promosi.
  3. Hubungan Masyarakat.
  4. Adanya SPG pelayanan Konsumen

Tujuan Promosi


Menurut Rangkuti (2009), perusahaan melakukan kegiatan promosi
dengan tujuan utamanya yaitu untuk mencari laba. Pada umumnya kegiatan
promosi yang dilakukan oleh perusahaan harus mendasarkan kepada tujuan
sebagai berikut:
a. Modifikasi Tingkah Laku. Pasar merupakan suatu tempat pertemuan
orang-orang yang hendak melakukan suatu pertukaran dimana orang-orang
terdiri atas berbagai macam tingkah laku yang berbeda. Demikian juga
pendapat mereka mengenai suatu barang dan jasa, selera, keinginan,
motivasi, dan kesetiannya terhadap barang dan jasa tersebut saling
berbeda. Dengan demikian, tujuan dari promosi ini adalah berusaha untuk
mengubah tingkah laku dan pendapat individu tersebut, dari tidak
menerima suatu produk menjadi setia terhadap suatu produk.
b. Memberitahu. Kegiatan promosi yang ditujukan untuk memberitahu
informasi kepada pasar yang dituju tentang perusahaan, mengenai produk
tersebut berkaitan dengan harga, kualitas, syarat pembelian, kegunaan, dan
lain sebagainya. Promosi yang bersifat informasi ini dapat membantu
konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli.
c. Membujuk. Promosi ditujukan yaitu untuk membujuk calon konsumen
agar mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Namun membujuk
dengan berlebihan akan menyebabkan kesan yang negatif pada calon
konsumen sehingga keputusan yang diambil mungkin justru keputusan
yang negatif.
d. Mengingatkan. Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan terutama
untuk mempertahankan merek produk kepada masyarakat dan perlu
dilakukan selama tahap kedewasaan didalam siklus kehidupan produk. Hal
ini berarti perusahaan berusaha untuk paling tidak mempertahankan
pembeli yang ada sebab pembeli tidak hanya sekali saja melakukan
transaksi, melainkan harus berlangsung secara terus-menerus. 

Komitmen Organisasional

Menurut Luthan dalam (Nurandini & Lataruva, 2014), Komitmen

organisasional adalah keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi

tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi,

serta keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan

kata lain merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada

organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi

mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai

loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Komitmen organisasional dipandang

sebagai keadaan dimana seorang karyawan sejalan pada tujuan organisasi

(Novita et al., 2016).

Menurut Allen dan Mayer dalam (Riadi, 2017), terdapat tiga bentuk

dimensi komitmen organisasional, yaitu:

1. Komitmen afektif (Affective commitment)

Komitmen ini berfokus pada ikatan emosional yang dirasakan anggota

dengan organisasi. Orang ingin tetap bekerja untuk organisasi itu karena

mereka memiliki nilai dan tujuan yang sama. Orang-orang dengan tingkat

komitmen emosional yang tinggi ingin tetap bersama organisasi karena

mereka percaya pada misinya dan bersedia untuk terjun ke mana pun

mereka bisa untuk melihatnya berhasil.

2. Komitmen berkelanjutan (Continuance commitment)

Komitmen ini memperhitungkan keinginan pekerja untuk tetap berada di

organisasi mereka saat ini karena tersedianya analisis biaya-manfaat yang

membandingkan nilai ekonomi dari bertahan dengan meninggalkan.

Sebanding dengan berapa lama mereka tetap dipekerjakan oleh perusahaan,

para pekerja khawatir akan kehilangan waktu dan usaha yang telah mereka

keluarkan untuk membangun perusahaan hingga saat ini.

3. Komitmen normatif (Normative commitment)

Komitmen ini mempertimbangkan perasaan kewajiban karyawan untuk

tetap bersama organisasi meskipun ada tekanan dari sumber luar. Pekerja

dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi akan sangat memperhatikan

apa yang dikatakan tentang mereka setelah mereka keluar dari organisasi.

Mereka tidak ingin membuat rekan kerja mereka kecewa kepada mereka,

dan mereka khawatir akan membentuk kesan negatif terhadap mereka

sebagai akibat dari keputusan mereka untuk mengubah diri mereka.

Dampak komitmen organisasional menurut Sopiah dalam Priansa

(2016) dapat ditinjau dari dua sudut yaitu:

1. Ditinjau dari Sudut Organisasi

Karyawan dengan komitmen rendah akan berdampak pada turnover,

absensi, kualitas pekerjaan yang dihasilkan rendah, dan loyalitas terhadap

organisasi menurun. Ketika komitmen karyawan rendah, dapat

menyebabkan kinerja yang buruk, seperti tindakan yang mencederai

reputasi perusahaan, kehilangan kepercayaan pelanggan, dan berdampak

luas, seperti pemotongan anggaran perusahaan.

2. Ditinjau dari Sudut Pegawai

Komitmen pegawai yang tinggi akan berdampak pada peningkatan

karirnya.

Faktor-faktor yang memperngaruhi komitmen organisasional menurut

Dyne dan Graham dalam Priansa (2016):

1. Faktor Personal

Pada faktor personal meliputi ciri kepribadian tertentu dari karyawan, usia

dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan

keterlibatan kerja. Ciri-ciri kepribadian tertentu yang dimiliki karyawan

seperti teliti, ekstrovert, berpandangan positif, cenderung lebih komit pada

perusahaan. Karyawan yang masa kerja dan berusia lebih tua akan lebih

berkomitmen terhadap perusahaan dibandingkan karyawan yang lebih

muda dengan masa kerja yang lebih pendek. Selain itu, semakin tinggi

tingkat pendidikan seorang pegawai, maka semakin besar pula risiko tidak

terpenuhinya harapan sehingga menurunkan komitmennya. Pegawai yang

menikah lebih terikat dengan organisasinya karena pegawai tersebut

mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi dibandingkan pegawai lajang,

sehingga status perkawinan mempengaruhi komitmen pegawai terhadap

organisasi.

2. Faktor Situasional

Pada faktor situasional meliputi nilai di tempat kerja, keadilan organisasi,

karakteristik pekerjaan, dan dukungan organisasi. Nilai-nilai yang

dibagikan oleh perusahaan kepada karyawan sangat mempengaruhi

hubungan saling keterikatan karyawan. Keadilan organisasi mencakup

keadilan yang berkaitan dengan keadilan dalam alokasi sumber daya,

keadilan dalam proses pengambilan keputusan, dan keadilan dalam

persepsi menjaga hubungan antar individu. Jerigan dan Beggs mengatakan

kepuasan terhadap otonomi, status, dan kebijakan merupakan indikator

penting partisipasi. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat

meningkatkan tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap rasa

organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif

dengan komitmen organisasional.

3. Faktor Posisional

Faktor posisi meliputi masa kerja dan tingkat pekerjaan. Selain itu, peluang

investasi pribadi dalam bentuk pikiran, tenaga, dan waktu yang meningkat,

hubungan sosial menjadi lebih bermakna, dan akses terhadap informasi

pekerjaan baru semakin berkurang. Berbagai penelitian menyebutkan

status ekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat.

Bauran Promosi (Promotion Mix)

 


Dalam mengkomunikasikan produknya, perusahaan dapat melakukan
melalui beberapa alat promosi yang dikenal dengan bauran promosi (promotion
mix). Bauran promosi adalah seperangkat alat yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumen.
Menurut Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa terdapat beberapa
perangkat promosi (bauran promosi) yaitu:
a. Periklanan (advertising) yaitu bentuk promosi non personal dengan
menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang
pembelian dalam bentu gagasan, barang, atau jasa.
b. Penjualan Tatap Muka (personal selling) yaitu bentuk promosi secara
personal dengan persentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon
pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian dari suatu produk
atau jasa secara insentif berjangka pendek.
c. Publisitas (publisity) yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai,
pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan mengulas informasi/berita
tentang perusahaan tersebut. Publisitas dapat dikatakan sebagai Hubungan
Publik, hal ini dapat dikatakan sebagai cara membangun hubungan yang
baik dengan berbagai publik perusahaan. Hal ini dicapai dengan cara
memperoleh publisitas yang menguntungkan, membangun “citra koperasi”
dan mengatasi rumor, cerita dan kegiatan-kegiatan yang tidak
menguntungkan.
d. Penjualan Personal (personal selling) yaitu suatu bentuk presentasi pribadi
oleh para wiraniaga perusahaan dalam rangka mensukseskan penjualan
dan membangun hubungan dengan pelanggan.
e. Pemasaran Langsung (direct marketing) yaitu suatu bentuk komunikasi
langsung dengan konsumen perorangan yang mejadi sasaran untuk
memperoleh tanggapan segera yang akan merangsang pembelian.

Teori Pertukaran Sosial

 


Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) telah digunakan untuk
menjelaskan bagaimana karyawan mengembangkan perasaan dan perilaku
positif terhadap organisasi mereka. SET menunjukkan bahwa individu
memulai, mempertahankan atau mengakhiri hubungan pertukaran mereka
berdasarkan rasio manfaat yang dirasakan terhadap biaya dalam hubungan
tersebut.
Salah satu komponen terpenting dari SET adalah norma timbal balik.
Norma timbal balik menunjukkan bahwa orang merasa berkewajiban untuk
membayar kembali apa yang telah mereka terima. Hal ini dapat dijelaskan jika
orang lain telah memenuhi kebutuhan kita, kita “membayar” mereka karena kita
merasa berkewajiban untuk melakukannya. Selain itu, kita memahami bahwa
kita tidak boleh menyakiti mereka yang membantu kami, oleh karena itu, kita
secara moral dibatasi untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada mereka.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, SET telah diterapkan ketika
mempelajari hubungan di tempat kerja. Misalnya, SET telah digunakan untuk
menjelaskan bagaimana karyawan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku
positif terhadap perusahaan mereka. Karyawan mampu mengembangkan
hubungan pertukaran dengan berbagai rekan kerja, manajer, dan perusahaan
secara keseluruhan. Ketika karyawan diperlakukan secara positif dan
bermanfaat oleh anggota yang berbeda dalam organisasi, karyawan akan
merasa berkewajiban untuk memelihara hubungan jangka panjang dengan
anggota yang melibatkan pertukaran manfaat sosial-emosional (Bae, 2021)