Monday, July 15, 2024

Perilaku konsumen

 


Menurut Swasta dan Handoko (dalam Adnan,2019), perilaku konsumen
adalah sebagai kegiatan individu yang secara langsung telibat dalam mendapatkan
dan menggunakan barang-barang dan jasa termasuk di dalamnya proses
pengambilan keputusan dan persiapan penentu kegiatan-kegiatan tersebut.
The American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2013)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh
dan kesadaran perilaku dan lingkungan tempat manusia melakukan pertukaran
aspek- aspek kehidupan. Sedangkan perilaku konsumen menurut Engel (2010)
perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses mendahului
dan menyusul tindakan ini.
Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa perilaku konsumen juga
dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan konsumen perorangan,
kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan
barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang di awali
proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan- tindakan tersebut.
Menurut Kotler dan Keller (2012), faktor – faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Kebudayaan, kebudayaan merupakan susunan nilai-nilai dasar,
presepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat
dari keluarga dan institusi penting. Kelompok pertama yang penting atas
faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen adalah faktor
budaya
b. Faktor Sosial, kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi
juga sebagai indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal.
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah
orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Kelas
sosial menunjukkan adanya kelompok-kelompok yang secara umum
mempunyai perbedaan dalam hal pendapatan, gaya hidup dan kecenderungan
konsumsi.
c. Faktor Psikologi, selanjutnya pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh
empat faktor psikologis utama:
1) Motivasi
Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Salah satunya
adalah kebutuhan biologis, timbul dari golongan tertentu seperti rasa
lapar, haus dan rasa ketidaknyamanan. Motif atau dorongan
kebutuhan dengan tekanan kuat yang mendorong seseorang untuk
mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
2) Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana orang memilih, mengatur
dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia
yang berarti.
3) Pembelajaran
Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran
menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul
dari pengalaman.
4) Keyakinan dan sikap
Melalui pelaksanaan dan pembelajaran, seseorang mendapatkan
keyakinan dan sikap. Pada akhirnya, keyakinan ini mempangaruhik
perilaku pembelian mereka.
d. Faktor Pribadi, karakter pribadi yang mempengaruhi keputusan pembelian,
meliputi umur maupun masa dalam siklus hidup, pekerjaan ataupun
lingkungan ekonomi dan kepribadian konsep diri, gaya hidup, serta nilai-
nilai

Leader-Member Exchange

Menurut Northouse (2013), Leader-Member Exchange (LMX) adalah

pendekatan unik terhadap kepemimpinan yang menekankan hubungan khusus

yang diciptakan pemimpin dengan setiap pengikutnya. Menurut Bauer &

Erdogan (2015), LMX didefinisikan sebagai sebuah teori yang berfokus pada

kualitas hubungan antara pemimpin dan bawahan untuk memahami pengaruh

peran pemimpin terhadap member, tim atau organisasi. Teori leader member

exchange berfokus pada hubungan dyadic, yakni hubungan antara pemimpin

dengan setiap anggota dan tentunya setiap hubungan dari pemimpin dan

anggotanya memiliki kualitas yang berbeda.

LMX merupakan sebuah teori yang mendukung pemimpin menciptakan

adanya in-group dan out-group; bawahan dengan status in-group akan

mendapatkan tingkat kinerja yang tinggi; less turnover; dan kepuasan kerja

yang lebih besar (Robbins dan Judge, 2013).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Leader-

Member Exchange merupakan hubungan atasan dengan bawahan yang terjalin

dalam suatu perusahaan atau organisasi.

Menurut Graen dan Uhl-Bien dalam (Haryadi, 2021), LMX terdiri dari

3 dimensi, yaitu:

1. Respect, hubungan antara seorang pemimpin dan bawahan didasari oleh

rasa saling menghormati antara keduanya.

2. Trust, hubungan yang baik terbentuk dari adanya rasa saling percaya antara

pimpinan dengan bawahan.

3. Obligation, rasa kewajiban untuk berinteraksi akan mendorong tumbuhnya

hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan, dan berkembang

menjadi sebuah kemitraan.

Liden dan Maslyn dalam (Heriyadi, 2021) menyatakan bahwa LMX

terdiri dari empat dimensi, yaitu:

1. Affect, perasaan saling tertarik antar individu, tidak hanya dalam pekerjaan.

Minat ini diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk menjalin hubungan

yang bermanfaat secara pribadi (misalnya persahabatan).

2. Loyalty, sejauh mana pemimpin dan pengikut saling mendukung tindakan

dan kepribadian. Kesetiaan ini merupakan kesetiaan terhadap individu

yang umumnya konsisten dari situasi ke situasi.

3. Contribution, kesadaran akan aktivitas yang berorientasi kerja antara

pemimpin dan bawahan menuju tujuan bersama. Hal ini juga mengacu pada

sejauh mana bawahan dapat memenuhi tanggung jawab mereka dan

menyelesaikan tugas-tugas mereka serta sejauh mana pemimpin dapat

menyediakan sumber daya dan peluang untuk menyelesaikan tugas-tugas

tersebut.

4. Professional Respect, yaitu persepsi tentang sejauhmana pimpinan dan

bawahan telah membangun reputasi, baik di dalam maupun di luar

organisasi, mengenai bidang pekerjaannya. Persepsi ini dapat didasarkan

pada data historis, seperti: pengalaman pribadi dengan orang tersebut;

komentar tentang seseorang dari orang-orang di dalam atau di luar

organisasi; dan penghargaan atau pengakuan profesional lainnya yang

diraih oleh orang tersebut.

Menurut Amirullah (2004) dalam (Nusantara, 2015), faktor penyebab

leader member exchange dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Karakteristik karyawan. Sifat pegawai yang keras dan tidak disiplin tentu

saja hanya akan memperburuk hubungan antara atasan dan pegawai.

2. Karakteristik dari atasan. Atasan menjadi penentu bagaimana karyawan

bersikap.

3. Interaksi antara atasan dengan bawahan. Jika terjadi interaksi yang teratur

antara atasan dan bawahan, maka komunikasi keduanya juga akan baik.

4. Variabel kontekstual. Variabel kontekstual seperti hal yang tidak disengaja,

sering menimbulkan kesalahpahaman.

26

Menurut Gerstner & Day (1997) dalam (Nusantara, 2015) efek dari

leader member exchange terhadap organisasi dapat dilihat seperti :

1. Kepuasan kerja yang tinggi. Hubungan yang baik dengan atasan akan

menjadikan karyawan nyaman dan puas dalam melakukan pekerjaannya.

2. Komitmen organisasi Efektivitas hubungan baik antara atasan dan

bawahan juga mempengaruhi tingginya komitmen karyawan terhadap

organisasi.

3. Organizational citizen behavior (OCB). Karyawan mengambil inisiatif

kerja tanpa perintah atasan padahal hubungan dengan atasan baik.

4. Penilaian kinerja yang objektif. Atasan yang memiliki hubungan baik

dengan karyawannya akan memberikan penilaian prestasi kerja secara

objektif, bukan subjektif.

5. Menurunnya intensi untuk keluar dari perusahaan. Intensi keluarnya

karyawan dari perusahaan yang rendah merupakan salah satu efek dari

leader member exchange yang positif.

Indikator Persepsi Harga

 


Pada intinya, persepsi harga memiliki arti yang kompleks dan bisa
memainkan berbagai macam peran bagi konsumen. Produsen perlu memahami
semua persepsi harga yang dimiliki konsumen. Menurut Ike Kusdiyah (2012), di
dalam variabel persepsi harga diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Keterjangkauan Harga.
b. Kesesuaian Harga dengan Kualitas Produk.
c. Kesesuaian Harga dengan Manfaat.
d. Lebih Murah dari Pesaing.

Perceived Organizational Support

 Menurut Rhoades & Eisenberger, Persepsi Dukungan Organisasi

merupakan persepsi karyawan tentang apa yang saat ini telah ia terima dari

organisasi, atau bagaimana kualitas karyawan dengan organisasinya (Liu et al.,

2014). Sedangkan menurut Eder & Eisenberger, Persepsi Dukungan Organisasi

adalah keyakinan umum karyawan tentang sejauh mana organisasi peduli

terhadap kesejahteraan dan mengharai kontribusi mereka di dalam organisasi

(Liu et al., 2014).

Berdasarkan teori dukungan organisasi, tingginya persepsi dukungan

organisasi dapat meningkatkan sikap kerja dan menciptakan perilaku kerja

karyawan yang efektif. Sikap kerja dan perilaku kerja karyawan yang efektif

merupakan hasil dari pertukaran sosial yang terjadi antara karyawan dan

organisasi. Ketika karyawan merasakan bahwa organisasi memberikan

dukungan, maka karyawan juga akan berusaha memberikan timbal balik untuk

keuntungan organisasi.

Dengan demikian, persepsi dukungan organisasi adalah persepsi

karyawan bahwa organisasi peduli dan menghargai kontribusi atau peran

karyawan. Pada hakekatnya, persepsi dukungan organisasi merupakan bentuk

timbal balik antara karyawan dengan organisasinya. Karyawan yang memiliki

rasa dukungan organisasi yang baik menciptakan rasa kewajiban untuk

melakukan yang terbaik bagi organisasinya. Kewajiban ini dinyatakan dalam

bentuk tindakan dimana karyawan secara aktif terlibat dalam tugasnya dan

kegiatan lain dalam organisasi. Lain halnya jika karyawan merasa organisasi

tidak mendukungnya, yang terjadi karyawan akan cenderung menghindari

berada di organisasi. Persepsi dukungan organisasi juga menciptakan rasa

memiliki karyawan terhadap organisasi.

Menurut Rhodes & Eisenberg dalam (Nur’aini, 2012) bentuk umum

yang dapat di rasakan oleh karyawan adanya dukungan organisasi meliputi :

1. Keadilan.

• Keadilan struktural & prosedural yang menyangkut cara yang

digunakan untukmenentukan pendistribusian sumber daya manusia

diantara karyawan, keadilanyang berkaitan dengan aturan-aturan formal

dan kebijakan bagi karyawan, keadilan dalam penerimaan informasi

yang akurat

• Keadilan sosial dapat disebut juga keadilan interaksional, hal ini

berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan

hormat danbermartabat.

2. Dukungan Supervisor. Indikator ini menunjukkan sejauh mana supervisor

peduli terhadap pekerja dan kesejahteraan mereka di tempat kerja. Persepsi

pekerja tentang dukungan supervisor berkorelasi kuat dengan dukungan

supervisor itu sendiri, karena manajer itu sendiri berfungsi sebagai agen

organisasi yang bertanggung jawab untuk memantau dan menilai kinerja

bawahan.

3. Penghargaan dari Organisasi. Karyawan suatu organisasi dapat diberi

imbalan dalam berbagai cara, termasuk kompensasi uang, pengakuan

dalam bentuk penghargaan dan promosi, dan kesempatan untuk

pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

4. Kondisi Kerja. Salah satu bentuk dukungan organisasi yang diberikan

kepada karyawan adalah penyediaan kondisi kerja yang nyaman dan aman

Tujuan Penetapan Harga

 Menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2011)

tujuan penetapan harga pada dasarnya terdapat lima tujuan utama dalam
menetapan harga, yaitu:
a. Kemampuan Bertahan
Perusahaan mengejar kemampuan bertahan sebagai tujuan utama mereka
jika mengalami kelebihan kapasitas, persaingan ketat, atau keinginan
konsumen yang berubah. Selama harga menutup biaya variabel dan biaya
tetap maka perusahaan tetap berada dalam bisnis.
b. Laba Saat Ini Maksimum
Banyak perusahaan berusaha menetapkan harga yang akan
memaksimalkan laba saat ini. Perusahaan memperkirakan permintaan dan
biaya yang berasosiasi dengan harga alternatif dan memilih harga yang
menghasilkan laba saat ini, arus kas, atau tingkat pengambilan atas
investasi maksimum.
c. Pangsa Pasar Maksimum
Perusahaan percaya bahwa semakin tinggi volume penjualan, biaya unit
akan semakin rendah dan laba jangka panjang semakin tinggi. Perusahaan
menetapkan harga terendah dikarenakan mengasumsikan pasar sensitif
terhadap harga.
d. Market Skimming Pricing
Perusahaan mengungkapkan teknologi baru yang menetapkan harga tinggi
untuk memaksimalkan memerah pasar dimana pada mulanya harga
ditetapkan tinggi dan secara perlahan turun seiring waktu.
e. Kepemimpinan kualitas produk
Banyak merek berusaha menjadi “kemewahan terjangkau” produk atau
jasa yang ditentukan karakternya oleh tingkat kualitas anggapan, selera
dan status yang tinggi dengan harga yang cukup tinggi hal ini dikarenakan
agar tidak berada diluar jangkauan konsumen. 

Dimensi Persepsi Harga

 


Sering kali konsumen beranggapan bahwa harga yang ditetapkan untuk
sebuah produk merupakan ciri dari produk itu sendiri. Konsumen membandingkan
harga yang ditawarkan dengan merek lain dalam suatu kelas produk yang sama,
hasil dari proses ini kemudian membentuk sikap terhadap berbagai alternatif
merek yang ada.
Menurut Freddy Rangkuti dalam Leonardo dan Erwan (2012) dalam
persepsi mengenai harga, diukur berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan
cara menanyakan kepada pelanggan variabel-variabel apa saja yang menurut
mereka paling penting dalam memilih sebuah produk. Persepsi harga dibentuk
oleh dua dimensi utama, yaitu:

Internal Service Quality

 

Internal service quality menurut Heskett (1994) dalam (Bayu Wibowo,

2017) adalah sebuah perilaku saling melayani antar pegawai di sebuah

organisasi. Internal service quality meliputi layanan para personil unit kerja

yang dapat dikatakan sebagai inti dari sebuah perusahaan terhadap personil unit

kerja berbeda yang merupakan badan daripada perusahaan. Personil unit kerja

satu dapat dikatakan memberikan pelayanan kepada personil unit kerja lain

dengan cara membantu ketika personil tersebut menghadapi masalah.

Menurut Reynoso & Moores (1995) dalam (Bakri & FurwantiAlwie,

2014) kualitas layanan internal memiliki makna: Employees must receive good

service from others within the organization in order to deliver good service to

external costumers, yang kurang lebih memiliki arti bahwa “karyawan harus

menerimalayanan yang baik dari kolega-kolega di perusahaan agar dapat

menyampaikan layanan yang baik ke konsumen eksternal”.

Indikator Internal Service Quality menurut Zeithhaml dkk dalam

(Rangga Dwi Pratama et al., 2022) menyatakan sebagai berikut:

1. Tangible: Kualitas layanan dalam bentuk peralatan fisik kantor,

manajemen berbantuan komputer, ruang tunggu, dan areainformasi.

Indikatornya adalah:

a) Penampilan staff/aparatur dalam melayani karyawan

b) Kenyamanan tempat melakukan pelayanan

c) Kemudahan dalam proses pelayanan

d) Kedisiplinan staff/aparatur dalam melakukan pelayaan

e) Kemudahan akses karyawan dalam permohonan pelayanan

f) Penggunaan alat bantu dalam pelayanan

2. Reliability (kehandalan): Kemampuan dan keandalanuntuk memberikan

layanan yang terpercaya. Indikatornya adalah:

1. Kecermatan petugas dalam melayani

2. Memiliki standar pelayanan yang jelas

3. Kecakapan staf/penyedia dengan alat bantu tambahan dalam

penyampaian layanan

3. Responsive (ketanggapan): Kemampuan untuk secara cepat dan tepat

mendukung dan memberikan pelayanan serta menanggapi permintaan

karyawan. Indikatornya adalah:

a) Merespon setiap petugas yang ingin mendapatkan pelayanan

b) Petugas/aparatur melakukan pelyanan dengan cepat

c) Petugas layanan memberikan bantuan pada waktu yang tepat

d) Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat

e) Semua keluhan karyawan direspon oleh petugas

4. Assurance (jaminan): Kemampuan, kebaikan dan kesopanan staf untuk

menjamin kepercayaan karyawan. Indikatornya adalah:

a) Staf memberikan jaminan layanan tepat waktu

b) Petugas memberikan jaminan kepastian biaya layanan

c) Petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan

d) Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan